إذا السماء انشقت(1)
وأذنت لربها وحقت(2)
وإذا الأرض مدت(3)
وألقت ما فيها وتخلت(4)
وأذنت لربها وحقت(5)
يا أيها الإنسان إنك كادح إلى ربك كدحا فملاقيه(6)
فأما من أوتي كتابه بيمينه(7)
فسوف يحاسب حسابا يسيرا(8)
وينقلب إلى أهله مسرورا(9)
وأما من أوتي كتابه وراء ظهره(10)
فسوف يدعو ثبورا(11)
ويصلى سعيرا(12)
إنه كان في أهله مسرورا(13)
إنه ظن أن لن يحور(14)
بلى إن ربه كان به بصيرا(15)
فلا أقسم بالشفق(16)
والليل وما وسق(17)
والقمر إذا اتسق(18)
لتركبن طبقا عن طبق(19)
فما لهم لا يؤمنون(20)
وإذا قرئ عليهم القرآن لا يسجدون(21)
بل الذين كفروا يكذبون(22)
والله أعلم بما يوعون(23)
فبشرهم بعذاب أليم(24)
إلا الذين آمنوا وعملوا الصالحات لهم أجر غير ممنون(25)
الانشقاق: ١ -
٢٥
"Apabila langit terbelah, Dan patuh kepada Tuhannya, dan sudah semestinya langit itu patuh, Dan apabila bumi diratakan, Dan dilemparkan apa yang ada di dalamnya dan menjadi kosong, Dan patuh kepada Tuhannya, dan sudah semestinya bumi itu patuh, (pada waktu itu manusia akan mengetahui akibat perbuatannya). Hai manusia, sesungguhnya kamu telah bekerja dengan sungguh-sungguh menuju Tuhanmu, Maka pasti kamu akan menemui-Nya. Adapun orang yang diberikan kitabnya dari sebelah kanannya, Maka dia akan diperiksa dengan pemeriksaan yang mudah, Dan dia akan kembali kepada kaumnya (yang sama-sama beriman) dengan gembira. Adapun orang-orang yang diberikan kitabnya dari belakang, Maka dia akan berteriak: "Celakalah aku". Dan dia akan masuk ke dalam api yang menyala-nyala (neraka). Sesungguhnya dia dahulu (di dunia) bergembira di kalangan kaumnya (yang sama-sama kafir). Sesungguhnya dia menyangka bahwa dia sekali-kali tidak akan kembali (kepada Tuhannya). (bukan demikian), yang benar, sesungguhnya Tuhannya selalu melihatnya. Maka sesungguhnya Aku bersumpah dengan cahaya merah di waktu senja, Dan dengan malam dan apa yang diselubunginya, Dan dengan bulan apabila jadi purnama, Sesungguhnya kamu melalui tingkat demi tingkat (dalam kehidupan), Mengapa mereka tidak mau beriman?Dan apabila Al Quran dibacakan kepada mereka, mereka tidak bersujud, Bahkan orang-orang kafir itu mendustakan(nya). Padahal Allah mengetahui apa yang mereka sembunyikan (dalam hati mereka). Maka beri kabar gembiralah mereka dengan azab yang pedih, Tetapi orang-orang yang beriman dan beramal saleh, bagi mereka pahala yang tidak putus-putusnya". (Al Insyiqaaq: 1-25)
Pengantar
Surat ini dimulai dengan membentangkan beberapa pemandangan tentang terbaliknya keadaan alam semesta yang dibentangkan secara luas dalam surat At Takwiir, Al Infithaar, dan An Naba'. Akan tetapi, di sini disebutkan dengan karakter khususnya, yaitu karakter kepatuhan kepada Allah, ke¬patuhan langit dan bumi, dalam ketundukan, kekhusyuan, dan kemudahan.
Segmen pertama ini dapat ditemukan pada ayat 1-5 surat Al Insyiqaaq. Itulah bagian permulaan yang khusyu dan agung, sebagaimana pengantar untuk berbicara kepada "manusia", dan untuk menyampaikan kekhusyuan di dalam hati manusia terhadap Tuhannya. Juga untuk mengingatkannya terhadap urusannya dan tempat kembali yang akan diperolehnya, ketika ter-cetak di dalam perasaannya bayang-bayang ketaatan, ketundukan, dan kepatuhan. Bayang-bayang itu disampaikan ke dalam perasaannya oleh langit dan bumi dalam pemandangan yang besar dan agung.
Segmen kedua ini dapat ditemukan pada ayat 6-15 surat Al Insyiqaaq. Pada segmen ketiga sebagaimana terdapat pada surat Al Insyiqaaq ayat 16-19, dibentangkan pemandangan-pemandangan alam sekarang ini, yakni pemandangan-pemandangan yang terjadi di bawah perasaan "manusia" yang mengisyaratkan dan menunjukkan adanya pengaturan dan penataan, juga diiringi dengan sumpah berturut-turut dengannya yang menyatakan bahwa manusia berbolak-balik di dalam keadaan-keadaan yang sudah ditentuka dan diatur. Sehingga, mereka tidak dapat lari dari menaiki dan menempuhnya.
Kemudian datanglah segmen terakhir, ayat 21, dalam surat ini yang menyatakan keheranan terhadap sikap orang-orang yang tidak mau beriman. Inilah hakikat keadaan mereka sebagaimana dipaparkan dalam kedua segmen sebelumnya. Itulah tujuan mereka dan tujuan dunia mereka, sebagaimana disebutkan pada permulaan surat. Lalu dijelaskan bahwa Allah mengetahui apa yang mereka sembunyikan dalam dada mereka, dan mengancam mereka dengan tempat kembali yang sudah dipastikan. Hal ini tercantum pada surat al-Insyiqaaq ayat 22-25.
Surat ini tenang kesannya dan tinggi isyaratnya. Karakter ini mendominasi surat Al Insyiqaaq hingga dalam pemandangan-pemandangan keterbalikan alam yang ditampilkan dengan suasana yang keras dalam surat At Takwiir. Surat ini menyiratkan pandangan yang penuh kasih sayang, selangkah demi itu, surat ini membawa hati manusia berkeliling keliling ke berbagai lapangan alam semesta dan lapangan kemanusiaan yang beraneka ragam, secara bergantian dengan tujuan tertentu. Dari pemandangan yang berupa kepatuhan alam, kepada sentuhan terhadap hati manusia, pemandangan tentang hisab dan pembalasan, pemandangan alam sekarang dan fenomena fenomenanya yang mengesankan, sentuhan lain terhadap hati manusia, dan keheranan terhadap keadaan orang-orang yang tidak mau beriman sesudah semua itu. Juga kepada ancaman dengan azab yang pedih dan dikecualikannya orang-orang mukmin dengan pahala yang tiada putus-putusnya.
Semua perjalanan, pemandangan, isyarat isyarat, dan sentuhan-sentuhan ini dipaparkan dalam surat pendek yang tidak lebih dari beberapa baris saja. Semua itu tidak mungkin dapat dilakukan kecuali dalam kitab yang mengagumkan ini. Karena sasaran sasaran itu sulit dicapai dalam skala besar, tak dapat dipenuhi dengan kekuatan dan kesan ini. Akan tetapi, Al Qur’an itu dimudahkan untuk diingat. Ia berbicara kepada hati secara langsung dari jendela-jendelanya yang dekat, karena ia adalah celupan dari Yang Maha Mengetahui lagi Maha waspada.
Apabila Langit Terbelah dan Bumi Memuntahkan Apa yang Ada di Dalamnya
"Apabila langit terbelah dan patuh kepada Tuhannya, dan sudah semestinya langit itu patuh, dan apabila bumi diratakan, memuntahkan apa yang ada di dalamnya, menjadi kosong serta patuh kepada Tuhannya, dan sudah semestinya bumi itu patuh, (pada waktu itu manusia akan mengetahui akibat perbuatannya). " (Al Insyiqaaq: 1-5)
Mengenai terbelahnya langit sudah dibicarakan dalam surat-surat terdahulu. Yang baru di sini adalah tentang masalah kepatuhan langit kepada Tuhannya dan kepastian ketundukan dan kepatuhannya itu,
"...Serta patuh kepada Tuhannya, dan sudah semestinya langit itu patuh.... "
Kepatuhan langit kepada Tuhannya adalah ketundukannya kepada perintah-Nya untuk terbelah. "Dan sudah semestinya"; yakni sudah menjadi kepastian atasnya, dan ia mengakui bahwa ia diciptakan dengan kepastian patuh kepada Tuhannya. Ini merupakan salah satu fenomena kepatuhan, karena ini adalah kewajiban atasnya yang harus ia lakukan.
Masalah yang baru lagi di sini adalah diratakannya bumi, "Dan apabila bumi diratakan". "Mungkin maksudnya adalah dibentangkan dan dihamparkan bentuknya, yang berubah total dari aturan yang berlaku atasnya selama ini dengan bentuknya. Menurut keterangan, bentuknya bulat bola mata, bulat telur. Ungkapan kalimat ini mengesankan bahwa kejadian itu merupakan sesuatu yang baru, yang terjadi karena unsur luar, sebagaimana makna kerja pasif (mabni majhul), mudat ‘akan' memuntahkan apa yang ada di dalamnya dan menjadi kosong.... "
Ungkapan ini menggambarkan bumi sebagai sesuatu yang hidup, yang memuntahkan apa yang ada di dalamnya hingga menjadi kosong. Apa yang ada di dalamnya itu banyak jumlah dan jenisnya. Di antaranya adalah makhluk-makhluk yang tak terhitung jumlahnya. Makhluk-makhluk itu dikandung bumi selama beberapa generasi tanpa ada yang mengetahui rentang waktu yang sebenarnya kecuali Allah. Di antaranya lagi adalah benda-benda yang tersembunyi di dalam perut bumi seperti tambang-tambang, air, dan benda-benda rahasia tanpa ada yang mengetahuinya kecuali Sang Penciptanya. Semuanya dikandung oleh bumi dari generasi ke generasi dan dari abad ke abad. Sehingga, apabila tiba hari kiamat, maka dimuntahkanlah semua yang ada di dalamnya dan ia menjadi kosong.
"... Serta patuh kepada Tuhannya, dan sudah semestinya bumi itu patuh."
Ini adalah kepatuhan bumi sebagaimana langit patuh dan mesti patuh, memenuhi perintah-Nya, pasrah dan tunduk kepada-Nya. Juga mengakui bahwa ini sudah menjadi kewajibannya, dan ia patuh kepada Tuhannya dengan kewajibannya ini. Di dalam suasana ketundukan dan kepatuhan ini, datanglah seruan yang tinggi kepada manusia. Sedangkan, di depannya terdapat alam semesta dengan langit dan buminya yang patuh kepada Tuhannya sedemikian rupa.
"Hai manusia, sesungguhnya kamu telah bekerja dengan sungguh-sungguh menuju Tuhanmu, maka kamu pasti akan menemui-Nya."(a1-Insyiqaaq: 6)
"Hai manusia...'; yang telah diciptakan oleh Tuhannya dengan sebaik-baiknya, telah diberi-Nya keistimewaan "kemanusiaan" yang menjadikannya sebagai makhluk unik di alam semesta, dan telah dilimpahkan karunia-Nya hingga dapat menyucikan diri atau menggapai tingkatan yang tak terbatas, sesungguhnya kamu akan menempuh perjalanan hidupmu di muka bumi dengan bekerja keras, memikul beban hidupmu, mencurahkan segenap tenagamu, dan membelah jalanmu untuk sampai kepada Tuhanmu pada akhirnya. Maka, kepada-Nyalah tempat kembali setelah bekerja, berusaha keras, dan berjuang.
Hai manusia, kamu harus bekerja keras untuk mendapatkan kesenanganmu. Karena engkau tidak dapat mendapatkannya di bumi ini kecuali dengan usaha dan kerja keras. Kalau bukan kerja keras fisik, maka kerja keras pikiran dan perasaan, berhasil atau tidak. Yang berbeda hanya jenis usaha dan kepayahannya. Sedangkan hakikat kerja keras itu sudah menjadi kepastian dalam kehidupan manusia. Kemudian, pada akhirnya, akhir perjalanan adalah kepada Allah jua.
Hai manusia, kamu tidak akan dapat istirahat di bumi selamanya. Sesungguhnya peristirahatan yang nyaman sebenarnya ada di sana, di akhirat nanti, bagi orang yang tunduk dan patuh kepada Ilahi. Kepayah-an dan kerja kerasnya sama di bumi ini, meskipun berbeda warna kulit dan makanannya. Adapun akibatnya berbeda-beda, manakala kamu telah sampai kepada Tuhanmu. Yang satu akan mendapatkan kepayahan yang berbeda dengan kepayahan ketika di dunia. Sedangkan yang satunya akan mendapatkan kenikmatan yang dapat menghapuskan segala penderitaan selama di dunia. Sehingga, seakan-akan ia tidak pernah bekerja keras dan berpayah lelah.
Hai manusia yang memiliki keistimewaan "kemanusiaan", mengapakah kamu tidak memilih untuk dirimu sesuatu yang sesuai dengan keistimewaan yang telah diberikan Allah kepadamu? Pilihlah untuk dirimu keistirahatan dari keras-keras dan kelelahan ketika kamu bertemu dengan-Nya.
Karena sentuhan yang terkandung di dalam seruan ini, maka ia akan sampai ke tempat kembalinya orang-orang yang telah bekerja keras ketika 'mereka telah sampai ke akhir perjalanan. Mereka akan bertemu dengan Tuhannya setelah bekerja keras dan berpayah lelah ini,
"Adapun orang yang diberikan kitabnya dari sebelah kanannya, maka dia akan diperiksa dengan pemeriksaan yang mudah. Dia akan kembali kepada kaumnya (yang sama-sama beriman) dengan gembira. Adapun orang yang diberikan kitabnya dari belakang maka dia akan berteriak 'Celaka aku!' Dia akan masuk ke dalam api yang menyala-nyala (neraka). Sesungguhnya, dia dahulu (di dunia) bergembira di kalangan kaumnya (Yang sama-sama kafir). Sesungguhnya, dia yakin bahwa dia sekali-kali tidak akan kembali (kepada Tuhannya). (Bukan demikian), yang benar, sesungguhnya Tuhannya selalu melihatnya." (Al Insyiqaaq: 7-15)
"Barangsiapa dibantah (ditanya dengan rumit dan sulit) dalam hisabnya, berarti dia telah disiksa. 'Saya bertanya, Bukankah Allah Ta'ala telah berfirman, dia akan diperiksa dengan pemeriksaan yang mudah'? 'Nabi menjawab, 'ltu bukan hisab, tetapi itu hanya pembeberan saja. Barangsiapa yang dihisab dengan cermat pada hari kiamat, berarti dia telah disiksa. " (HR Bukhari, Muslim, At Turmudzi, dan An Nasa'i)
Dari Aisyah ra, ia berkata, "Saya mendengar Rasulullah saw di dalam salah satu shalatnya meng-ucapkan, 'Ya Allah, hisablah aku dengan hisab yang mudah.' Setelah selesai, saya bertanya,'Wahai Rasulullah, apakah hisab yang mudah itu?' Beliau menjawab, 'Yaitu kitabnya akan dilihat, lantas dilewati begitu saja. Barangsiapa yang dihisab dengan cermat, wahai Aisyah, pada hari itu, maka binasalah ia. " (HR Ahmad)
Adapun yang kita jumpai dalam ungkapan-ungkapan Al Qur’an sebelumnya adalah kitab yang diberikan dari sebelah kanan dan dari sebelah kiri. Di dalam surat ini terdapat bentuk baru, yaitu diberikannya kitab dari sebelah belakang. Tidak tertutup kemungkinan bahwa orang yang diberikan kitabnya dari sebelah kiri itu juga diberikan dari arah belakangnya. Maka hal ini menggambarkan keadaan orang yang merasa benci, terpaksa, dan sangat bersedih menghadapi kondisi waktu itu.
Kita tidak mengerti bagaimana hakikat kitab itu. Juga bagaimana cara memberikannya dari sebelah kanannya, dari sebelah kirinya, atau dari belakangnya. Kita hanya peroleh kesimpulan tentang selain niatnya mereka, sebagaimana dinyatakan dalam kalimat pertama, dan hakikat kebinasaan sebagaimana kita ketahui dari pernyataan kedua. Kedua hal ini merupakan dua buah hakikat yang dimaksudkan untuk kita yakini. Sedangkan, hal-hal yang ada di belakang itu hanyalah untuk menghidupkan pemandangan dan memperdalam kesannya di dalam perasaan. Allah lebih mengetahui hakikat yang sebenarnya tentang apa yang terjadi itu dan bagaimana terjadinya. Maka, orang yang bekerja keras menghabiskan kehidupannya di muka bumi dan menempuh jalan-nya dengan kerja keras pula menuju Tuhannya, cuma sayangnya di dalam dosa, kemaksiatan, dan kesesatan itu mengetahui ujung perjalanannya dan sedang menuju ke tempat kembalinya. Juga mengetahui pula bahwa kesengsaraannya di akhirat ini adalah kesengsaraan yang panjang, tidak ada hentinya, dan tidak ada kesudahannya kali ini. Karena itu, ia berteriak, "Celaka aku!" Ia meneriakkan kebinasaan itu agar dapat menyelamatkannya dari kesengsaraan yang dihadapi. Namun, ketika seseorang meneriakkan kesengsaraannya agar terlepas darinya, ternyata ia berada di tempat yang tidak ada sesuatu pun lagi yang dapat melindunginya. Sehingga, kebinasaan itu hanya menjadi khayalan yang amat jauh dari realitas. Makna inilah yang dimaksudkan oleh Al Mutanabbi di dalam perkataannya, "Cukup menjadi penyakit bagimu jika kamu lihat kematian sebagai penawar dan cukuplah harapan-harapan itu jika ia hanya angan-angan kosong."
"...Dia akan masuk ke dalam api yang menyala-nyala (neraka)...."
Inilah kecelakaan yang ia teriakkan agar ia terbebas darinya. Akan tetapi, jauh dan jauh sekali kemungkinan ia terlepas darinya! Di depan pemandangan kesengsaraan dan kecelakaan ini, rangkaian ayat berikutnya kembali kepada membicarakan masa lalu orang yang celaka itu. Juga membicarakan sikap dan keadaan yang menyebabkannya sengsara seperti ini,
"Sesungguhnya dia dahulu (di dunia) bergembira di kalangan kaumnya (yang sama-sama kafir). Sesungguhnya, dia yakin bahwa dia sekali-kali tidak akan kembali (kepada Tuhannya)." (A1 Insyiqaaq: 13-14)
Itulah keadaannya ketika di dunia dahulu. Ya, begitulah keadaannya. Sekarang kita bersama Al Qur’an, sedang berada pada hari hisab dan pembalasan. Kita tinggalkan dunia di belakang kita dengan sejauh-jauhnya, baik waktu maupun tempatnya
"Sesungguhnya dia dahulu (di dunia) bergembira di kalangan kaumnya (yang sama-sama kafir)" dengan melupakan apa yang ada di belakang masa kini. la juga lalai terhadap apa yang telah menunggunya di akhirat nanti. la tidak memperhitungkannya dan tidak menyiapkan bekal untuknya.
"Sesungguhnya dia yakin bahwa dia sekali-kali tidak akan kembali (kepada Tuhannya)";
tidak akan kembali kepada Penciptanya. Seandainya dia yakin akan kembali kepada Tuhannya setelah berakhirnya perjalanan hidupnya di dunia, niscaya dia akan mencari bekal dan akan menabung untuk menghadapi hari perhitungan!
"(Bukan demikian), yang benar, sesungguhnya Tuhannya selalu melihatnya. "
Ia yakin bahwa ia tidak akan kembali kepada Tuhannya. Akan tetapi, sebenarnya Tuhannya selalu melihat segala urusannya, memantau keadaan yang sebenarnya serta mengetahui gerak dan langkahnya. Juga mengetahui bahwa ia akan kembali kepada-Nya, dan Dia akan membalas segala kelakuannya. Bahagia, yakni orang yang kembali kepada kaumnya (yang sama-sama beriman) di dalam kehidupan akhirat yang panjang, bebas, indah, menyenangkan, nikmat, dan jauh dari segala kepayahan dan keletihan kerja.
Fenomena Alam Semesta
Dari perjalanan besar dengan kesannya yang dalam terhadap pemandangan-pemandangan dan sentuhannya yang banyak, ayat-ayat berikutnya membawa mereka kembali kepada fenomena¬-fenomena alam tempat mereka menempuh kehidupan duniawi. Sedangkan, mereka lalai terhadap isyarat-isyarat adanya pengaturan yang sedemikian rupa, yang juga meliputi mereka, beserta keadaan-keadaan yang diatur sedemikian rapi di hadapan mereka,
"Maka, Aku bersumpah dengan cahaya merah di waktu senja, dengan malam dan apa yang diselubunginya, dan dengan bulan apabila ia purnama, sesungguhnya kamu melalui tingkat demi tingkat (dalam kehidupan)." (Al-Insyiqaaq: 16-19)
Fenomena-fenomena alam yang dikemukakan secara berturut turut dengan sumpah ini, bertujuan untuk mengarahkan perhatian manusia kepadanya dan menerima isyarat-isyarat dan kesan- kesannya. Semua itu adalah fenomena-fenomena yang memiliki karakter khusus, karakter yang menghimpun antara kekhusyu’an yang tenang dan keagungan yang menakutkan. Bayang-bayang pemaparan ini sangat serasi dengan bayang-bayang permulaan surat dan pemandangan pemandangannya yang bersifat umum.
Ungkapan umum ini menyebutkannya secara global tanpa perincian serta kesan keagungan dan kebesarannya. Malam menghimpun, mengumpulkan, dan mengandung banyak hal. Ia membawa pikiran melayang jauh sampai ke ujung persoalan yang dikandung dalam waktu malam yang meliputi benda-benda, makhluk-makhluk hidup, peristiwa-peristiwa, perasaan-perasaan, alam-alam yang samar dan tersembunyi, serta yang merayap di bumi dan menebar dalam hati. Setelah itu, kembalilah dari perjalanan panjang ini. Tetapi, belum tuntas juga melukiskan segala sesuatu yang dikandung oleh nash Al Qur’an yang singkat,
"Dengan malam dan apa yang diselubunginya.... "
Nash yang dalam dan mengagumkan ini menimbulkan rasa takut dan ketundukan serta ketenangan yang selaras dengan suasana cahaya merah di waktu senja yang juga menimbulkan rasa khusyu, takut, dan keheningan.
"...Dan dengan bulan apabila jadi purnama...."
Sebuah pemandangan yang penuh ketenangan, keindahan, dan pengaruh yang besar. Yaitu, bulan pada malam-malam kesempurnaan cahayanya yang memancarkan sinarnya ke bumi dengan sinar yang santun dan khusyu. Juga mengesankan ketenangan yang anggun serta hamparan yang luas di dunia nyata dan yang tersimpan di dalam perasaan. Ini adalah suatu suasana yang memiliki hubungan yang halus dengan nuansa cahaya merah di waktu senja dan malam dengan segala sesuatu yang diselubunginya. Keduanya bertemu dalam keagungan, kekhusyuan, dan ketenangan.
Fenomena-fenomena alam yang indah, agung, anggun, menakutkan, dan mengesankan ini dikemukakan oleh Al Qur’an dengan ungkapannya yang hanya sepintas kilas. Ungkapan yang digunakan untuk menyapa hati manusia, yang lupa terhadap sapaan alam semesta kepadanya. Digunakannya semua ini dalam bersumpah adalah untuk menonjolkannya terhadap hati dan nurani, tentang daya hidup, keindahan, isyarat-isyarat, kesan-kesan, dan petunjuk-petunjuknya yang menunjukkan kepada adanya 'Tangan" yang memegang dan mengendalikan alam semesta ini dengan kadar ukurannya. Juga yang melukiskan langkah-langkahnya, serta mempertukarkan keadaan-keadaannya dan keadaan-keadaan manusia, hanya saja mereka lupa,
"...Sesungguhnya kamu melalui tingkat demi tingkat (dalam kehidupan)."
Yakni, kamu akan mengalami dan melalui keadaan demi keadaan, sesuai dengan ketentuan-ketentuan dan kondisi-kondisi yang digariskan untukmu. Diungkapkannya penderitaan terhadap keadaan-keadaan yang silih berganti dengan istilah "mengendarainya/melaluinya". Sedangkan, ungkapan mengendarai urusan, bahaya-bahaya, kengerian-kengerian, dari keadaan-keadaan itu sudah biasa di kalangan bangsa Arab. Hal ini seperti perkataan mereka, "Sesungguhnya, orang yang terpaksa itu mengendarai kesulitan urusan, sedang ia mengetahui apa yang ditempuhnya.
"
Kondisi-kondisi ini seakan akan merupakan binatang tunggangan yang dinaiki manusia satu demi satu. Masing-masing kendaraan itu membawa mereka sesuai dengan kehendak takdir yang membimbing dan memandunya di jalan. Maka, disampaikanlah mereka ke ujung perjalanan yang membawa mereka kepada permulaan tahapan baru lagi, yang sudah ditentukan dan ditetapkan. Misalnya, penentuan kondisi-kondisi yang silih berganti pada alam semesta seperti cahaya merah di waktu senja, malam dan apa yang diselubunginya, dan bulan ketika jadi purnama. Sehingga, menyampaikan mereka untuk bertemu Tuhannya, sebagaimana yang dibicarakan dalam paragraf terdahulu.
Kejadian yang berturut turut dan serasi itu disebutkan di dalam paragraf-paragraf surat ini. Terdapat peralihan yang halus dari sate makna ke makna yang lain, dari satu perjalanan ke perjalanan lain. Hal ini merupakan salah satu ciri Al Qur’an yang sangat indah.
Mengapa Mereka tidak Mau Juga. Beriman?
Di bawah bayang-bayang lintasan pandangan terakhir ini, dan pemandangan-pemandangan serta perjalanan-perjalanan yang disebutkan terdahulu di dalam surat ini, datanglah keheranan terhadap urusan orang-orang yang tidak mau beriman. Padahal, di depan mereka terdapat sekian perkara yang dapat membawa kepada keimanan dan petunjuk-petunjuk iman itu di dalam diri mereka dan di alam semesta ini, dan di dalam kilasan pandangan terhadap alam semesta dan pada keadaan diri manusia itu, senantiasa menghadap kepada hati manusia ketika ia mau memusatkan perhatiannya, dan banyak sekali unsur-unsur itu. Begitu banyaknya unsur yang dalam, kuat, dan berat dalam timbangan hakikat, dan mengepung hati ini kalau ia lepas darinya. Unsur-unsur itu senantiasa membisikinya dan menyapanya dengan lemah lembut. Juga memanggil-manggilnya kalau ia mau memasang telinganya dan mengkonsentrasikan hatinya kepadanya.
"Mengapa mereka tidak mau beriman? Apabila Al Qur’an dibacakan kepada mereka, maka mereka tidak bersujud?"
Allah berbicara kepada mereka dengan bahasa fitrah. Juga membuka hati mereka terhadap hal-hal yang memotivasi keimanan dan petunjuk-petunjuknya yang ada di dalam diri dan alam semesta. Di dalam hati ini terhimpunlah perasaan-perasaan takwa, khusyu, taat, dan ketundukan kepada Pencipta alam semesta yaitu "sujud".
Sesungguhnya, alam ini begitu indah dan mengesankan. Terdapat padanya sentuhan-sentuhan dan kesan-kesan yang dapat membawa hati manusia untuk berhubungan kepada alam dan Pencipta alam yang indah ini. Juga tertuang padanya hakikat alam yang besar dan mengesankan dengan hakikat Penciptanya Yang Maha Agung,
"Maka, mengapa mereka tidak mau beriman? Apabila Al Qur’an dibacakan kepada mereka, maka mereka tidak bersujud. "
Sungguh itu merupakan sesuatu yang benar-benar mengherankan. Hal tersebut dikemukakan dalam paparan ini untuk menjelaskan keadaan orang-orang kafir yang sebenarnya dan tempat kembali yang sudah menantikan mereka. Di dalam kilasan pandangan terhadap alam semesta dan pada keadaan diri manusia itu, senantiasa menghadap kepada hati manusia ketika ia mau memusatkan perhatiannya, dan banyak sekali unsur-unsur itu. Begitu banyaknya unsur yang dalam, kuat, dan berat dalam timbangan hakikat, dan mengepung hati ini kalau ia lepas darinya. Unsur-unsur itu senantiasa membisikinya dan menyapanya dengan lemah lembut. Juga memanggil-manggilnya kalau ia mau memasang telinganya dan mengkonsentrasikan hatinya kepadanya.
"Mengapa mereka tidak mau beriman? Apabila Al Qur’an dibacakan kepada mereka, maka mereka tidak bersujud?"
Allah berbicara kepada mereka dengan bahasa fitrah. Juga membuka hati mereka terhadap hal-hal yang memotivasi keimanan dan petunjuk-petunjuknya yang ada di dalam diri dan alam semesta. Di dalam hati ini terhimpunlah perasaan-perasaan takwa, khusyu, taat, dan ketundukan kepada pencipta alam semesta yaitu "sujud".
Sesungguhnya alam ini begitu indah dan mengesankan. Terdapat padanya sentuhan-sentuhan dan kesan-kesan yang dapat membawa hati manusia untuk berhubungan kepada alam dan pencipta alam yang indah ini. Juga tertuang padanya hakikat alam yang besar dan mengesankan dengan hakikat Penciptanya Yang Maha Agung,
"Maka, mengapa mereka tidak mau beriman?Apabil Al Qur’ an dibacakan kepada mereka, maka mereka tidak bersujud. "
Sungguh itu merupakan sesuatu yang benar-benar mengherankan. Hal tersebut dikemukakan dalam paparan ini untuk menjelaskan keadaan orang-orang kafir yang sebenarnya dan tempat kembali yang sudah menantikan mereka,
"Bahkan, orang-orang kafir itu mendustakan. Padahal, Allah mengetahui apa yang mereka sembunyikan (dalam hati mereka). Maka, beri kabar gembiralah mereka dengan azab yang pedih. "(Al Insyiqaaq: 22-24)
Bahkan, orang-orang kafir mendustakannya secara mutlak. Maka, mendustakan itu sudah menjadi karakter, ciri, dan watak dasar mereka. Sedangkan Allah mengetahui apa yang mereka sembunyikan dalam hati mereka yang berupa kejahatan, keburukan, dan motif-motif yang mendorong mereka melakukan pendustaan ini.
Pembicaraan tentang mereka ditinggalkan dan diarahkanlah firman kepada Rasul yang mulia,
"Maka, beri kabar gembiralah mereka dengan azab yang pedih. "Aduh sialnya mereka, diberi kabar gembira yang tidak menyenangkan. Juga yang tidak menimbulkan keinginan untuk melihat kabar gembira dari pembawa kabar gembira itu.
Pada waktu yang sama dibentangkanlah apa yang sedang menunggu orang-orang mukmin yang tidak pernah mendustakan. Karena itu, mereka melakukan persiapan dengan amal saleh untuk menyongsong apa yang bakal mereka terima. Pembeberan ini disebutkan dalam rangkaian ayat itu seakan-akan merupakan pengecualian dari tempat kembalinya orang-orang kafir yang suka mendustakan,
"Kecuali orang-orang yang beriman dan beramal saleh, bagi mereka pahala yang tidak putus putusnya. " (Al-Insyiqaaq: 25)
Inilah yang oleh para ahli bahasa dikatakan sebagai "pengecualian yang terputus'. Karena orang-orang yang beriman dan beramal saleh sama sekali tidak termasuk kelompok orang yang mendapatkan kabar gembira yang mereka dikecualikan darinya itu. Akan tetapi, gaya bahasa seperti ini memiliki kesan yang lebih kuat terhadap sesuatu yang dikecualikan itu.
Pahala yang tidak putus-putusnya itu ialah pahala yang kekal dan tidak pernah terputus di negeri akhirat yang kekal abadi nanti. Dengan kesan yang pasti dan singkat itu, diakhirilah surat yang singkat ini. Tetapi, jauh jangkauannya di medan alam semesta dan hati nurani.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar