bintang


Senin, 28 Februari 2011

Masa Depan Milik Islam




Islam Sebagai Way Of Life
            Allah swt. sebagai Pencipta alam semesta dan segala isinya, tidak mungkin mencelakakan ciptaan-Nya. Dalam berbagai ayat disebutkan bahwa Allah rabbul aalamiin.  Imam Ibnul Jawzi dalam tafsirnya Zaadul Masiir mengatakan bahwa kata  “ar-Rab” mengandung tiga makna: (a) pemilik seperti dikatakan rabbud daar (pemilik rumah) (a) pemelihara seperti dikatakan rabbusy syai’ (pemelihara sesuatu) (c) tuan yang ditaati, seperti dikatakan dalam ayat: fayasqi rabbahu khamra (maka ia memberi tuannya minuman khamer). Semua makna ini menunjukkan betapa Allah swt. akan menjaga kelestarian ciptaan-Nya sampai pada saat yang Dia tentukan. Dan untuk mewujudkan kelestarian ini, Allah telah meletakkan hukum atau sistem mengatur perjalanan segala wujud di alam semesta, dan jalan hidup manusia.
            Khusus mengenai sistem yang mengatur jalan hidup manusia Allah menyebutnya dengan nama Al-Islam. Allah berfirman: 

“Sesungguhnya agama (yang diridhai) di sisi Allah hanyalah Islam.” (QS. Ali Imran: 19).
Dalam ayat yang lain:  

“Barangsiapa mencari agama selain agama Islam, maka sekali-kali tidaklah akan diterima (agama itu) dari padanya, dan dia di akhirat termasuk orang-orang yang rugi.” (QS. Ali Imran 85).
Ini menunjukkan bahwa hanya Islam yang Allah akui sebagai jalan hidup manusia. Tanpa Islam manusia akan celaka. Sebab otak manusia yang Allah ciptakan kapasitasnya bukan untuk mengarang agama sendiri. Karenanya agama apapaun karangan otak manusia tidak mungkin bisa menjadi pegangan.

Islam Agama Fitrah
            Lebih jauh, Allah menciptakan manusia dengan bekal fitrah yang sesuai dengan ajaran-Nya (baca: Islam). Karenanya manusia sepanjang sejarah tidak akan pernah bisa lari dari seruan fitrahnya. Bila ia menjauh dari seruan fitrah tersebut, ia pasti akan meronta-ronta. Kegelisahan demi kegelisahan akan terus mencekam dalam jiwanya. Tak terhitung kasus yang membuktikan bahwa begitu banyak manusia yang bunuh diri hanya karena kekeringan jiwa, padahal secara kebutuhan materi mereka bisa dikatakan terpenuhi. Hasil penelitian WHO, seperti diungkap harian Republika 11/10/2006, membuktikan bahwa 873 ribu manusia melakukan bunuh diri di dunia setiap tahunnya. Dan setiap 45 tahun terakhir angka tersebut rata-rata naik 60%. Bahkan di Jepang -negara yang terkenal maju secara teknologi- sempat terdata bahwa angka bunuh diri dalam satu tahun mencapai 30 ribu orang. Sebab utama tindakan bunuh diri ini rata-rata karena ketercekaman jiwa. Tidak hanya ini yang mereka lakukan, di internet begitu banyak jumlah situs yang mengajarakan bagaimana seseorang melakukan bunuh diri dengan cepat. Betapa kenyataan ini semua menunjukkan bahwa manusia benar-benar diambang kehancurannya ketika tidak mengikuti Islam. Mereka tidak akan pernah bahagia di dunia maupun di akhirat tanpa kembali kepada Islam. Sebab hanya Islam yang Allah seting paling sesuai dengan panggilan fitrahnya.
            Karena itulah, sekalipun manusia berusaha menghancurkan Islam sepanjang sejarah, Islam tidak akan pernah musnah. Dibanding agama-agama lain, Islam adalah agama yang paling banyak dimusihi. Allah berfriman:”Sesungguhnya orang-orang yang kafir itu, menafkahkan harta mereka untuk menghalangi (orang) dari jalan Allah. Mereka akan menafkahkan harta itu, kemudian menjadi sesalan bagi mereka, dan mereka akan dikalahkan. Dan ke dalam neraka Jahannamlah orang-orang yang kafir itu dikumpulkan” (QS. Al-Anfal 36).
Dalam surat Ath Thariq 15:

”Sesungguhnya orang kafir itu merencanakan tipu daya yang jahat dengan sebenar-benarnya”.
Di ayat lain: 

”Mereka ingin hendak memadamkan cahaya (agama) Allah dengan mulut (ucapan-ucapan) mereka, dan Allah tetap menyempurnakan cahaya-Nya meskipun orang-orang kafir benci” (QS. Ash-Shaf 8).
Tetapi Allah berjanji bahwa sampai kapanpun manusia tidak akan pernah berhasil melakukan tindakan makarnya. Allah berfirman:

”Dialah yang telah mengutus Rasul-Nya (dengan membawa) petunjuk (Al Qur'an) dan agama yang benar untuk dimenangkan-Nya atas segala agama, walaupun orang-orang musyrik tidak menyukai” (QS. At-Taubah 33).
Perhatikan ketika Allah yang menjamin untuk menjaga agama ini, nampak bahwa segala upaya yang ditempuh para musuh, Allah mentahkan. Lebih dari itu, jumlah pemeluknya justru semkain bertambah dari masa ke masa. Ini adalah fakta yang membuktikan bahwa manusia cerdas masa depan pasti akan kembali kepada Islam. Mereka tidak akan pernah menerima agama yang tidak otentik dan tidak sesuai dengan fitrahnya. Mereka pasti akan segera mengkritisi berbagai penyimpangan yang terdapat dapat ajaran agama-agama tersebut.

 Islam Agama Kemanusiaan
            Islam adalah agama yang sangat menghargai kemanusiaan. Karenanya dalam Islam setiap prilaku yang yang tidak manusiawi harus diperangi. Tidak ada dalam Islam pembedaan antar sesama muslim hanya karena perbedaan kulit atau ras. Pun tidak ada perbedaan antara laki-laki dan perempuan, semua muslim adalah sama sederajat seperti barisan gigi sisir. Duduk sama rendah, berdiri sama tinggi. Hanya kwalitas ketaqwaan yang membedakan di antara mereka. Artinya siapa yang paling tinggi derajat ketakwaannya, dialah yang paling tinggi derajat kemanusiaanya di sisi Allah.
            Dalam beribadah pun Islam melarang cara-cara beribadah yang tidak manusiawi. Rasulullah saw. pernah suatu saat menegur tiga orang sahabatnya yang masing-masing ingin melakukan ibadah dengan cara tidak manusiawi: Yang pertama ingin menegakan shalat malam dan tidak tidur, yang kedua, ingin berpuasa dan tidak berbuka dan yang ketiga tidak ingin menikah. Lalu Rasulullah saw. dalam tergurannya tersebut menyebutkan:
لَكِنِّي أَصُومُ وَأُفْطِرُ وَأُصَلِّي وَأَنَامُ وَأَتَزَوَّجُ النِّسَاءَ فَمَنْ رَغِبَ عَنْ سُنَّتِي فَلَيْسَ مِنِّي

”Akan tetapi aku berpuasa dan berbuka, aku juga tidur dan menikah. Maka barangsiapa menolak sunnahku bukan termauk golonganku.” (Ahmad). 
Ini menunjukkan bahwa Rasulullah saw. memberikan contoh yang manusiawi dalam beribadah. Dengan kata lain seperti yang dikatakan Imam An nawawi al iqtishaad fil ibadah  artinya tidak terlalu menyepelekan dan tidak terlalu menyiksa diri di luar batas kemanusiaannya (lihat Riyadhush shaalihiin, Imam An nawawi, Darul Warraq 1996, h.7).
Syeikh Abul Hasan An Nadwi, seorang pemikir muslim dari India, menulis sebuah buku judulnya ” maadzaa khasiral aalam bin khthaathil muslimiin” (kerugian yang menimpa manusia karena keterpurukan umat Islam). Ini menunjukkan bahwa manusia tidak akn pernah menemukan kemanusiaanya selama tidak kembali kepada islam. Terbukti memang bahwa manusia tanpa Islam, benar-benar hidup dalam kebingungan. Disebutkan dalam buku tersebut bahwa pada zaman jahiliah –sebelum datangnya Islam- kaum wanita didzalimi. Mereka tidak mendapatkan hak-hak kemanusiaannya sama sekali. Tidak sedikit dari putri-putri mereka yang dibunuh hidup-hidup. Jauh sebelum itu di Ramawi pada abad ke VI masehi manusia sungguh terpuruk dalam kebinatangan. Tontonan yang paling menyenangkan pada waktu itu adalah pertarungan yang berdarah-darah dan bahkan tidak sedikit yang harus melayangkan nyawanya. Para gladiator diadu dengan sesama mereka, atau mereka dipaksa harus bertarung melawan binatang buas seperti singa dan lain sebagainya. Suatu pertarungan yang menunjukkan tingkat kejamnya manusia terhadap kemanusiaannya sendiri. Dengan kata lain di sana nampak bahwa manusia benar-benar tidak ada harganya sama sekali.

Islam Agama Yang Menegakkan Keseimbangan
            Di dalam Islam manusia menemukan dirinya benar-benar diperlakukan secara seimbang: (a) Seimbang antara fisik dan ruhani. Artinya tidak seperti agama lain yang cendrung menghilangkan makna keseimbangan ini. Sebagian agama cendrung meletakkan manusia sebagai mahluk ruhani saja, sehingga ia dilarang memenuhi kebutuhannya fisiknya, seperti tidak boleh menikah dan lain sebagainya. Sebagian yang lain cendrung menyikapi manusia sebagai mahluk fisik saja, sehingga ia diajarkan menyembah materi, bukan menyembah Allah yang ghaib. Tuhan mereka divisualisasaikan menjadi patung. Hidup mereka bergelimang materi tanpa ada unsur ruhaninya sama sekali. Islam tidak demikian. Islam meletakkan manusia sebagai mahluk fisik dan ruhani sekaligus. Tidak ada dalam Islam hak-hak kemanusiaan yang digerogoti. Semuanya, baik fisik maupun ruhani dipenuhi secara seimbang.
            Perhatikan Rasululllah saw. sebagai contoh yang paling konkrit dalam hal ini. Ia berpuasa dan juga berbuka, ia juga menikah dan mengurus istri-istrinya, pun ia juga shalat malam dan tidur. Jadi tidak ada yang diabaikan dari hak-hak fisik dan ruhani. Bahkan Rasulullah bersabda: ”Seorang mukmin yang kuat lebih baik dan lebih dicintai oleh Allah dari pada seorang mukmin yang lemah” (HR. Muslim no. 4816) Ini menunjukkan perhatiannya kepada pentingnya pembinaan fisik, lalu dalam hadits ketika menegaskan tetantang hakikat ihsan ia bersabda: ”hendaknya kau menyembah Allah sekan melihatNya, dan jika tidak, ingatlah bahwa Ia melihamu” (HR. Muslim no 8). Ini menggambarkan bagaimana seharusnya manusia membina ruhaninya.
            Dalam kesempatan lain Rasulullah saw. pernah mengucapkan:

قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ هَلَكَ الْمُتَنَطِّعُونَ قَالَهَا ثَلَاثًا

“Celakalah mutanath thi’uun tiga kali.” (HR. Muslim no 2670).
Artinya celaka orang-orang yang berlebih-lebihan dalam beribadah. Bahkan suatu saat ketika Aisyah memberitahukan mengenai seorang wanita yang berlebih-lebihan dalam menegakkan shalat, Rasulullah saw. segera menegurnya: ”hendaknya kau mengerjakan itu sebatas kemampuanmu, dan Allah tidak akan pernah bosan (memberikan pahala yang setimpal dengan amalmu) sampai kau sendiri yang bosan”. (HR. Bukahri 3/31, Muslim no 785). Ini semua menunjukkan betapa mempertahankan keseimbangan antara jasmani dan ruhani adalah inti ajaran Islam.
            (b) Seimbang antara dunia dan akhirat. Islam mengajarkan bahwa manusia diciptakan bukan untuk di dunia saja melainkan juga di akhirat. Bahkan tujuan hidup manusia sebenarnya untuk akhirat, Allah berfirman: 


“Dan carilah pada apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu (kebahagiaan) negeri akhirat, dan janganlah kamu melupakan bahagianmu dari (kenikmatan) duniawi dan berbuat baiklah (kepada orang lain) sebagaimana Allah telah berbuat baik, kepadamu, dan janganlah kamu berbuat kerusakan di (muka) bumi. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berbuat kerusakan.” (Al-Qashash: 77).
Jadi berdasarkan ini dunia hanyalah keperluan. Sebab kehidupan hakiki yang seharusnya manusia capai adalah akhirat, Allah berfirman:

”Dan tiadalah kehidupan dunia ini melainkan senda gurau dan main-main. Dan sesungguhnya akhirat itulah yang sebenarnya kehidupan, kalau mereka mengetahui” (Al-Ankabuut: 64).
            Konsep keseimbangan ini tentu sangat berbeda dengan konsep materialisme yang hanya mengajarkan manusia menjadi mahluk materlistis. Sebab materialisme hanya membuat manusia menjadi seperti komoditi yang diperjual belikan, atau seperti mesin yang dipaksa harus bekerja siang dan malam tanpa ada kesempatan untuk ibadah dan berdzikir. Secara ruhani ia pasti akan mengalami kekeringan. Akibatnya ia akan menderita tidak hanya di dunia melainkan lebih dari itu di kahirat. Perhatikan Allah berfriman: 

”Dan barangsiapa berpaling dari peringatan-Ku, maka sesungguhnya baginya penghidupan yang sempit, dan Kami akan menghimpunkannya pada hari kiamat dalam keadaan buta" (QS. Thaha 124).
Dalam ayat yang lain Allah menggambarkan kesalapahaman orang-orang kafir yang hanya sibuk membangund unia:
Tetapi kamu (orang-orang kafir) memilih kehidupan duniawi. Sedang kehidupan akhirat adalah lebih baik dan lebih kekal” (Al-A’la 16-17).
Di sini nampak bahwa mengutamakan dunia saja adalah langkah yang salah, melainkan harus keduanya dipersiapkan secara seimbang.

Adanya Bisyaraat (kabar gembira)
 Allah berfirman: 

Musa berkata kepada kaumnya, ‘Minta tolonglah kalian kepada Allah dan bersabarlah. Sesungguhnya bumi (ini) kepunyaan Allah; dipusakakan-Nya kepada siapa yang dikehendaki-Nya dari hamba-hamba-Nya. Dan kesudahan yang baik adalah bagi orang-orang yang bertakwa" (QS. Al A’raf 128).
Ayat ini menunjukkan bahwa kemenangan akan diberikan kepada hamba-hambaNya yang bertakwa. Maksudnya adalah Islam dan umatnya. Dan ini pasti terjadi cepat atau lambat, sebab Allah tidak pernah mengingkari janji. Allah berfirman: innallaaha laa yukhliful mii’aad (sesungguhnya Allah tidak pernah menyalahi janji) (QS. Ali     Imran 9).
            Rasulullah saw. dalam banyak kesempatan seringkali juga memberikan bisyarat ini. Rasulullah bersabda: Sesungguhnya Allah telah mengumpulkan untukku dunia, maka aku menyaksikannya dari ujung timur dan barat, dan kerajaan umatku akan melampaui timur dan barat seperti yang dikumpulkan untukku, dan aku diberi dua kekayaan (emas dan perak atau kekayaan dua kerajaan Romawi dan Persia) (HR. Muslim no. 5144). Dalam hadits yang lain Rasulullah saw. bersabda: ”berilah kabar gembira kepada umatku dengan kemenangan, ketenangan di negerinya, pertolongan Allah, dan kemulyaan agamanya, siapa yang menjadikan amal akhiratnya untuk dunia, maka ia tidak akan mendapatkan apa-apa di akhirat” (HR. Imam Ahmad no 20273).

Penutup
            Seluruh yang kita sebutkan di atas, menjadi bukti nyata bahwa Islam adalah agama masa depan. Sampai kapanpun manusia tetap akan membutuhkannya. Sebab ia adalah way of life, dan suara firahnya. Dengan Islam manusia akan memperlakukan dirinya sebagai manusia. Dan di saat yang sama ia akan bisa menajalani hidupnya secara seimbang di muka bumi. Lebih-lebih Allah dan Rasul-Nya telah menjanjikan bahwa Islam dan umatnya pasti akan menang. Dan Allah tidak pernah mengingkari janjiNya.
            Tetapi semua ini tidak bisa dicapai dengan hanya mengkahyal. Islam adalah pedoman hidup, yang harus diamalkan. Umat Islam harus bergerak untuk mengamalkannya tidak hanya dipojok-pojok masjid melainkan harus merambah ke dataran kehidupan nyata denga segala dimensinya; politik, sosial, budaya, ekonomi dan lain sebagainya. Inilah Islam yang diyakini Rasulullah saw dan sahabat-sahabatnya. Perhatikan mereka tidak hanya duduk beribadah di masjid, melainkan terus bergerak menyebarkannya dan merealisakannya dalam kehidupan nyata, secara integral. Dan dengan upaya yang integral inilah, Islam dan umatnya benar-benar pernah mampu menalukkan dua kekuatan super power pada masanya: Romawi dan Persia. Wallahu a’lam bishshawab.


Tafsir Surat Al-Buruj

 ﭑ  ﭒ  ﭓ  ﭔ  ﭕ  ﭖ  ﭗ  ﭘ  ﭙ   ﭚ  ﭛ  ﭜ  ﭝ    ﭞ  ﭟ   ﭠ  ﭡ    ﭢ  ﭣ  ﭤ        ﭥ   ﭦ   ﭧ  ﭨ  ﭩ  ﭪ  ﭫ  ﭬ  ﭭ  ﭮ  ﭯ  ﭰ   ﭱ  ﭲ       ﭳ  ﭴ  ﭵ  ﭶ  ﭷ  ﭸ  ﭹ  ﭺ  ﭻ   ﭼ  ﭽ  ﭿ  ﮀ  ﮁ     ﮂ  ﮃ  ﮄ  ﮅ  ﮆ   ﮇ  ﮈ  ﮉ  ﮊ  ﮋ  ﮌ  ﮍ  ﮎ  ﮏ  ﮐ   ﮑ  ﮒ    ﮓ  ﮔ  ﮕ  ﮖ  ﮗ  ﮘ  ﮙ   ﮚ  ﮛ  ﮜ  ﮝ  ﮞ  ﮠ  ﮡ  ﮢ        ﮣ  ﮤ  ﮥ   ﮦ  ﮧ   ﮨ  ﮩ  ﮪ   ﮫ    ﮬ  ﮭ  ﮮ     ﮯ         ﮰ   ﮱ   ﯓ     ﯔ  ﯕ   ﯖ  ﯗ  ﯘ  ﯙ    ﯚ  ﯛ  ﯜ  ﯝ  ﯞ   ﯟ  ﯠ  ﯡ  ﯢ  ﯣ  ﯤ  ﯥ       ﯦ  ﯧ  ﯨ  ﯩ  ﯪ   ﯫ   ﯬ   ﯭ  ﯮ  ﯯ     ﯰ  ﯱ  ﯲ  ﯳ  ﯴ  ﯵ  ﯶ 
1.  Demi langit yang mempunyai gugusan bintang,
2.  Dan hari yang dijanjikan,
3.  Dan yang menyaksikan dan yang disaksikan.
4.  Binasa dan terlaknatlah orang-orang yang membuat parit,
5.  Yang berapi (dinyalakan dengan) kayu bakar,
6.  Ketika mereka duduk di sekitarnya,
7.  Sedang mereka menyaksikan apa yang mereka perbuat terhadap orang-orang yang beriman.
8.  Dan mereka tidak menyiksa orang-orang mukmin itu melainkan karena orang-orang mukmin itu beriman kepada Allah yang Maha Perkasa lagi Maha Terpuji,
9.  Yang mempunyai kerajaan langit dan bumi; dan Allah Maha menyaksikan segala sesuatu.
10.  Sesungguhnya orang-orang yang mendatangkan cobaan kepada orang-orang yang mukmin laki-laki dan perempuan Kemudian mereka tidak bertaubat, Maka bagi mereka azab Jahannam dan bagi mereka azab (neraka) yang membakar.
11.  Sesungguhnya orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal-amal yang saleh bagi mereka surga yang mengalir di bawahnya sungai-sungai; Itulah keberuntungan yang besar.
12.  Sesungguhnya azab Tuhanmu benar-benar keras.
13.  Sesungguhnya Dia-lah yang menciptakan (makhluk) dari permulaan dan menghidupkannya (kembali).
14.  Dia-lah yang Maha Pengampun lagi Maha Pengasih,
15.  Yang mempunyai 'Arsy, lagi Maha mulia,
16.  Maha Kuasa berbuat apa yang dikehendaki-Nya.
17.  Sudahkah datang kepadamu berita kaum-kaum penentang,
18.  (yaitu kaum) Fir'aun dan (kaum) Tsamud?
19.  Sesungguhnya orang-orang kafir selalu mendustakan,
20.  Padahal Allah mengepung mereka dari belakang mereka.
21.  Bahkan yang didustakan mereka itu ialah Al Quran yang mulia,
22.  Yang (tersimpan) dalam Lauh Mahfuzh.

Arti Kata

Yang mempunyai

Dan hari


Yang menyaksikan

Orang-orang


Kayu baker

Mereka kerjakan


Mereka menyiksa

Kerajaan

Bumi


Mendatangkan cobaan

Membakar


Mengalir

Sungai-sungai


Kemenangan

Azab


Memulai

Maha Pengampun

Arasy


Maha Berkuasa melakukan


Berita

Mendustakan


Meliputi (mengepung)

Yang terjaga

ﮤ  ﮥ
  ﯬ


Demi langit

Gugusan bintang


Yang dijanjikan

Yang disaksikan


Parit

Duduk-duduk


Menyaksikan

Maha Terpuji

Langit


Menyaksikan

Mereka bertaubat


Surga

Di bawahnya


Itu

Yang besar


Sangat keras

Mengemablikan

Maha Pengasih


Maha Mulia


Menginginkan

Tentara-tentara


Di belakang mereka

Lauh (lembar tulisan)

   ﯫ
  ﯴ

Narasi
Surah yang pendek ini memaparkan beberapa hakikat akidah dan kaidah-kaidah tashawwur imani' cara pandang yang berdasarkan iman', dan beberapa persoalan besar. Di sekitarnya memancar cahaya-cahaya yang kuat dan jauh jangkauannya, yakni di belakang makna-makna dan hakikat-hakikat yang diungkapkan secara langsung oleh nash-nashnya. Sehingga, hampir setiap ayatnya, dan kadang-kadang setiap katanya, membuka lubang angin (jendela) terhadap suatu alam yang sangat luas jangkauannya mengenai suatu hakikat.

Topik masalah yang dibicarakan secara langsung oleh surah ini adalah peristiwa Ashhabul-Ukhdud. Topiknya adalah segolongan orang beriman tempo dulu sebelum datangnya agama Islam yang dibawa Nabi Muhammad saw., golongan Nashara yang bertauhid sebagaimana tercantum dalam surah al­-Buruuj ayat 8, mendapat perlakuan sadis dari musuh­musuh mereka, yaitu para penguasa diktator yang keras kepala dan sangat jahat.
Penguasa itu menghendaki agar mereka yang beriman meninggalkan akidahnya dan murtad dari agamanya, tetapi mereka tidak mau dan tetap mem­pertahankan akidahnya. Maka, sang penguasa lantas menggali parit di tanah dan menyalakan api di dalam­nya, kemudian dibenamkannya ke dalamnya kelompok yang beriman itu sehingga mereka mati ter­bakar. Hal itu dilakukan di hadapan masyarakat yang telah dikumpulkan oleh sang diktator supaya mereka dapat menyaksikan penderitaan golongan beriman yang disiksa dengan cara yang sangat kejam ini. Juga supaya para penguasa tiran ini dapat bermain-main dengan menyaksikan pembakaran itu, yakni mem­bakar anak-anak manusia yang beriman.
Surah ini dimulai dengan sumpah dari ayat 1-4. Maka, dirangkaikanlah di sini antara langit yang memiliki gugusan bintang-bintang yang besar, dan hari yang dijanjikan beserta peristiwa-peristiwanya yang besar. Juga pengumpulan manusia oleh pe­nguasa diktator untuk menyaksikan penyiksaan kaum yang beriman dan peristiwa-peristiwa yang disaksikan. Dirangkaikan semua ini dengan peris­tiwa itu, serta siksaan dari langit kepada pelaku-­pelaku kezaliman tersebut.
Kemudian dibentangkanlah pemandangan yang menakutkan sepintas. Dibiarkannya perasaan manusia merasakan kejamnya peristiwa itu tanpa penjelasan rinci dan keterangan panjang lebar. Di­biarkan perasaan mereka sambil mengisyaratkan betapa agungnya akidah yang dipertahankan oleh segolongan manusia beriman meski dengan risiko yang amat berat. Sehingga, mereka mempertahan­kannya meski harus melawan api yang bergejolak. Mereka lebih mementingkannya daripada kehidup­an duniawinya sendiri. Dengan demikian, mereka mencapai titik puncak kemuliaan di seluruh generasi manusia.
Diisyaratkan juga busuknya tindakan kaum yang zalim itu dengan segala kezaliman, kejahatan, dan kehinaan yang tersembunyi di dalamnya. Di sam­ping itu, ditunjukkan ketinggian, kemerdekaan, dan kesucian jiwa orang-orang yang beriman. Hal demi­kian sebagaimana tercantum pada ayat 6-8 surah al­-Buruuj.

Setelah itu, datanglah komentar-komentar singkat secara berturut-turut yang mengandung perkara-­perkara besar mengenai persoalan dakwah, akidah, dan tashawwur imani yang mendasar. Komentar-­komentar yang mengisyaratkan kepada kekuasaan Allah di langit dan di bumi, kesaksian-Nya, dan kehadiran-Nya pada setiap peristiwa yang terjadi di langit dan di bumi. Hal ini tercantum pada surah al-­Buruuj ayat 9.

Isyarat yang menunjuk kepada azab jahanam dan azab pembakaran yang telah menantikan kedatang­an para penguasa zalim, durhaka, dan bermoral rendah. Juga isyarat yang menunjuk kepada kenikmatan surga. Yakni, suatu keberuntungan besar yang telah menantikan kedatangan orang-orang mukmin yang lebih memilih akidah daripada kehidupan duniawi­nya. Mereka menjunjung tinggi akidah itu meskipun harus disiksa dengan dibakar di dalam api. Lihatlah mengenai hat ini pada surah al-Buruuj ayat 10-11.
Kemudian ditunjukkanlah pada ayat 12-13 bahwa azab Allah itu benar-benar keras. DiaYang mencipta kan makhluk dari permulaan dan menghidupkannya kembali.
Ini adalah suatu hakikat yang berhubungan se­cara langsung dengan kehidupan yang hendak di­lenyapkan dalam peristiwa itu. Di batik peristiwa itu, terpancarlah cahaya-cahayayang jauh jangkauannya.
Setelah itu disebutkan beberapa sifat Allah Ta'ala pada ayat 14, dan tiap-tiap sifat bermaksudkan suatu urusan
Pada ayat 15-16 disebutkan bahwa Allah Maha Pengampun terhadap orang-orang yang bertobat dari dosa-dosa betapapun besar dan buruknya dosa itu. Maha Pengasih kepada hamba hamba-Nya yang lebih mengutamakan keridhaan-Nya daripada segala sesuatu. Penyebutan kasih sayang ini di sini merupakan salep untuk mengobati luka luka itu.
Itulah beberapa isyarat global dari pancaran surah ini dan medannya yang lapang dan jauh. Demikianlah pengantar dari pemaparan pancaran-pancaran surah ini. Adapun pemaparannya secara rinci adalah se­bagai berikut.
Ini adalah sifat yang menggambarkan perlindung­an, kekuasaan, dan kehendak yang mutlak. Semua­nya mempunyai hubungan dengan peristiwa itu. Di samping itu, dipancarkan cahaya secara mutlak di balik itu dengan jangkauannya yang amat jauh. Kemudian pada ayat 17-18 diisyaratkan sepintas kilas terhadap masa-masa lampau, yaitu disiksanya para penguasa tiran, padahal mereka bersenjatakan lengkap.
Keduanya merupakan dua macam peninggalan sejarah yang berbeda karakter dan dampaknya. Di belakang itu, di samping peristiwa Ashhabul Ukludud, terdapat pancaran pelajaran yang banyak.
Pada bagian akhir surah, ayat 19-20, ditetapkanlah keadaan orang-orang kafir dan peliputan Allah ter­hadap mereka sedangkan mereka tidak menyadarinya.
Ditetapkanlah hakikat Al-Qur'an, tentang keaslian dan keterpeliharaannya, seperti yang tercantum pada ayat 21-22.
Ayat ini mengisyaratkan bahwa apa yang ditetap­kan Allah itu adalah perkataan yang pasti dan rujukan terakhir dalam semua urusan.


Langit dengan Gugusan Bintangnya, Hari yang Dijanjikan, dan Yang Menyaksikan dan Yang Disaksikan


ﭑ  ﭒ  ﭓ  ﭔ  ﭕ  ﭖ  ﭗ  ﭘ  ﭙ   ﭚ           
'Demi langit yang mempunyai gugusan bintang hari yang dijanjikan, serta yang menyaksikan dan yang di­saksikan.” (al-Buruuj: 1-3)
Surah ini sebelum membicarakan peristiwa ukhdud dimulai dengan sumpah ini, yakni dengan langit yang mempunyai gugusan bintang, yang mungkin ia adalah gugusan bintang yang sangat besar. Ia seakan-akan semua gugusan bintang langit yang besar, yakni bangunannya yang kokoh, sebagai­mana firman Allah,
ﯰ  ﯱ  ﯲ     ﯳ  ﯴ  ﯵ  الذاريات: ٤٧
'Langit itu Kami bangun dengan kekuasaan (Kami) dan sesungguhnya Kami benar-benar meluaskannya. " (adz­-Dzaariyaat: 47)
ﮊ  ﮋ  ﮌ  ﮍ  ﮎ  ﮐ   ﮑ  النازعات: ٢٧
'Apakah kamu yang lebih sulit penciptatznnya ataukah langit?Allah telah membangunnya." (an-Naazi'aat: 27)

Mungkin yang dimaksud adalah manzilah-man­zilah tempat beralihnya bintang-bintang itu di tengah­-tengah peredarannya. Manzilah-manzilah yang me­rupakan medannya yang tidak akan melampauinya di dalam peredarannya di langit. Isyarat ini menunjukkan betapa besarnya benda-benda itu. Inilah bayangan yang hendak disampaikan dalam nuansa itu.
"...Dan hari yang dijanjikan ..., " yaitu hari keputus­an mengenai peristiwa-peristiwa yang terjadi di dunia dan perhitungan yang jernih tentang dunia dengan segala isinya. Ini adalah hari yang dijanjikan Allah akan kedatangannya, dijanjikan hisab dan pem­balasan padanya, dan dikesampingkan semua orang yang membantah dan menentang. Ini adalah hari besar yang akan dilihat oleh semua makhluk dan dinantikannya, untuk mengetahui bagaimana kembali­nya dan pertanggung-jawaban semua urusan.
"...Demi yang menyaksikan dan yang disaksikan.... "

Pada hari ketika ditampakkannya semua aurat per­buatan dan digelarnya semua makhluk. Sehingga, masing-masing tersaksikan dan semuanya me­nyaksikan. Diketahuilah setiap sesuatu dan terungkapkan. Tidak ada seorang pun yang dapat me­nutup sesuatu dari hati dan mata.­
Bertemulah langit yang mempunyai gugusan bintang dengan hari yang dijanjikan, dan yang menyaksikan dan yang disaksikan. Semuanya bertemu di bawah bayang-bayang perhatian dan perhelatan serta perkumpulan besar dalam suasana digelarnya peristiwa ukhdud setelah itu. Paparan ini juga me­ngesankan keluasan lapangan yang menyeluruh yang di situlah digelar peristiwa ini, ditimbang hakikatnya, dan dijernihkan perhitungannya. Lapangan (hari yang dijanjikan/akhirat) ini lebih lugas daripada lapangan bumi, dan lebih jauh jangkauannya dari­ pada kehidupan dunia dan waktunya yang terbatas
ﭛ  ﭜ  ﭝ    ﭞ  ﭟ   ﭠ  ﭡ    ﭢ  ﭣ  ﭤ        ﭥ   ﭦ   ﭧ  ﭨ  ﭩ  ﭪ  ﭫ  ﭬ  ﭭ  ﭮ  ﭯ  ﭰ   ﭱ  ﭲ       ﭳ  ﭴ  ﭵ  ﭶ  ﭷ  ﭸ  ﭹ  ﭺ  ﭻ   ﭼ  ﭽ  ﭿ  ﮀ  ﮁ     ﮂ  ﮃ  ﮄ

”Menyaksikan apa yang mereka perbuat terhadap orang­orang yang beriman. Mereka  tidak  menyikra orang-orang mukmin itu melainkan karena orang-orang mukmin itu beriman kepada Allah Yang Maha perkasa lagi Maha Ter­puji. Yang mempunyai kerajaan langit dan bumi. Allah Maha Menyaksikan segala sesuatu." (a1-Buruuj: 4-9)
Isyarat kepada peristiwa ini dimulai dengan me­ngumumkan pelaknatan terhadap ashhabul-ukhdud ' orang-orang yang membuat parit berapi', 'Binasa dan terlaknatlah orang-orang yang membuat parit" Ini adalah perkataan yang menunjukkan kemurkaan Allah ter­hadap perbuatan itu dan pelakunya. Kalimat ini juga menunjukkan buruknya dosa yang membangkitkan kemarahan, kemurkaan, dan ancaman Tuhan Yang Maha Penyantun untuk membinasakan para pelakunya.
Kemudian, datanglah penafsiran tentang ukhdud 'parit' ini, yaitu, "Yang berapi (yang dinyalakan dengan) kayu bakar. " Sedangkan, ukhdud berarti galian di dalam tanah. Para pelakunya memang telah meng­galinya dan menyalakan api di dalamnya, sehingga lubang atau parit itu penuh dengan api. Oleh karena itu, api inilah yang menjadi badal (pengganti) di dalam pernyataan tentang ukhdud itu, untuk menun­jukkan bergejolak dan nyala api di dalamnya. Binasa dan terlaknatlah para pembuat parit. Mereka memang layak mendapatkan kemurkaan dan ke­bencian seperti ini. Karena, mereka telah melakukan tindakan dosa sedemikian rupa dan tak henti-henti­nya melakukan kejahatan itu,

"...Ketika mereka duduk di sekitarnya. Sedangkan, mereka menyaksikan apa yang mereka perbuat terhadap orang-orang yang beriman.... "

Ini adalah kalimat yang melukiskan sikap dan pemandangan mereka, yakni ketika mereka me­nyalakan api dan melemparkan orang-orang beriman baik laki-laki maupun wanita, sedangkan mereka duduk di dekat api yang menjadi tempat penyiksaan yang sangat keji. Mereka menyaksikan perkembangan penyiksaan itu, dan apa yang dilakukan api itu terhadap jasad-jasad tersebut dengan jilatan dan nyalanya. Dengan tindakan itu, seakan-akan mereka menetapkan di dalam perasaannya pemandangan yang sangat buruk dan busuk ini!

Peristiwa Ashhabul-Ukhdud

Setelah melukiskan suasana ini dan dibukanya lapangan ini, datanglah isyarat yang menunjuk ke­-pada peristiwa itu dengan beberapa sentuhannya,

  ﭯ  ﭰ   ﭱ  ﭲ       ﭳ  ﭴ  ﭵ  ﭶ  ﭷ  ﭸ  ﭹ  ﭺ  ﭻ   ﭼ  ﭽ  ﭿ  ﮀ  ﮁ     ﮂ  ﮃ  ﮄ
'Binasa dan terlaknatlah orang-orang yang membuat parit, yang berapi (dinyalakan dengan) kayu bakar, ketika mereka duduk di sekitarnya. Sedangkan, mereka tidak menyiksa orang-orang mukmin itu me­lainkan karena orang-orang mukmin itu beriman kepada Allah Yang Mahaperkasa lagi Maha Terpuji, Yang mempunyai kerajaan langit dan bumi. Allah Maha Me­nyaksikan segala sesuatu." (a1-Buruuj: 8-9)

Tidak ada dosa dan kesalahan yang dilakukan kaum mukminin terhadap mereka. Itulah kesalahan orang-orang mukmin, yaitu beriman kepada Allah Yang Mahaperkasa, Yang berkuasa melakukan apa saja yang dikehendaki-Nya, Yang Maha Terpuji, Yang berhak mendapatkan pujian dalam semua keadaan, dan memang Dia sudah Maha Terpuji meskipun orang-orang jahil tidak memuji-Nya! Dialah yang layak untuk diimani dan diibadahi. Hanya Dia sajalah yang memiliki kerajaan langit dan bumi. Dia menyaksikan segala sesuatu. Baik yang berhubungan dengan sesuatu yang sedang terjadi maupun yang akan terjadi.

Kemudian, Dia pulalah Yang menyaksikan urusan kaum mukminin dengan ashhabul ukhdud ini merupakan suatu sentuhan yang menenangkan hati orang-orang yang beriman dan menakut-nakuti orang-orang yang zalim dan sombong. Maka, Allah selalu menyaksikan, dan cukuplah Allah sebagai yang menyaksikan.

Selesailah riwayat peristiwa itu di dalam ayat ayat yang pendek ini. Peristiwa yang memenuhi hati dengan rasa kebencian yang dalam terhadap tindakan itu beserta para pelakunya. Hal itu sebagaimana ia juga menyimpan harapan di balik peristiwa ini beserta timbangannya di sisi Allah, dan keberhakan pelakunya terhadap kemurkaan dan kebencian Allah. Maka, ini adalah  urusan yang tidak ber­henti pada batas ini saja. Akan tetapi, di belakangnya akan ada hisab dari Allah dengan segala akibatnya.

Riwayat tentang peristiwa ini sudah selesai dan telah memenuhi hati dengan perasaan takut. Takut yang ditimbulkan oleh keimanan, yang mengungguli fitnah itu sendiri, dan akidah yang mengalahkan keinginan hidup duniawi. Juga oleh kemerdekaan tulen yang membebaskannya dari tawanan fisik dan daya tarik duniawi. Karena ada orang-orang mukmin yang memiliki kemampuan untuk menyelamatkan kehidupannya di dalam menghadapi hal-hal yang merusak imannya. Tetapi, berapa banyak mereka yang merugikan diri sendiri dalam kehidupan dunia sebelum di akhirat nanti? Betapa banyak manusia mengalami kerugian? Berapa banyak mereka yang merugi ketika mereka memerangi makna yang besar ini? Yaitu, makna ketidak-berartian kehidupan tanpa akidah, dan buruknya kehidupan tanpa ke­merdekaan, serta hinanya kehidupan ketika ruh mereka dikuasai oleh para diktator setelah fisik mereka dikuasainya!

Sungguh ini adalah makna yang sangat mulia dan agung. Inilah keberuntungan yang mereka peroleh setelah mereka lepas dari kehidupan duniawi. Inilah keberuntungan yang mereka peroleh ketika mereka disentuh api yang membakar tubuhnya. Tetapi, mereka berhasil menyelamatkan dan mendapatkan makna yang agung dan mulia ini yang dibersihkan oleh pembakaran api itu. Sesudah itu, mereka akan dihisab di sisiTuhannya, dan musuh-musuh mereka yang zalim dan diktator itu pun akan dihisab. Dengan demikian, diakhirilah konteks ini.
"... kemudian mereka tidak bertobat, maka bagi mereka azab, Jahannam dan azab (neraka) yang membaka

Kemudian mereka terus saja berjalan dalam ke­sesatannya tanpa menyesali tindakan-tindakannya. Di sana akan diperoleh pembalasan;
  ﮅ  ﮆ   ﮇ  ﮈ  ﮉ  ﮊ  ﮋ  ﮌ  ﮍ  ﮎ  ﮏ  ﮐ   ﮑ  ﮒ    ﮓ  ﮔ  ﮕ  ﮖ  ﮗ  ﮘ  ﮙ   ﮚ  ﮛ  ﮜ  ﮝ  ﮞ  ﮠ  ﮡ  ﮢ
"Sesungguhnya, orang-orang yang mendatangkan cobaan kepada orang-orang yang mukmin laki-laki dan wanita kemudian mereka tidak bertobat, maka bagi mereka azab Jahannam dan azab (neraka) yang membakar. Se­sungguhnya, orang-orang yang beriman dan melakukan amal-amal yang saleh, bagi mereka surga yang mengalir di bawahnya sungai-sungai. Itulah keberuntungan yang besar. "  (al-Buruuj: 10-11)

Sesungguhnya, peristiwa yang terjadi di bumi dalam kehidupan dunia ini, bukanlah akhir peristiwa dan akhir perjalanan, karena akibatnya akan di­terima di sana, di akhirat nanti, dan akan diperoleh pembalasan yang setimpal dengan perbuatannya. Juga akan ada pemisahan antara orang-orang muk­min dan orang-orang yang zalim. Ini adalah suatu ketetapan yang sudah ditegaskan oleh Allah dan pasti akan terjadi, sebagaimana dijelaskan dalam firman-Nya,
"Sesungguhnya, orang-orang yang mendatangkan cobaan kepada orang-orang mukmin laki-laki dan wanita.... "
Dalam nash ini disebutkan kata sifat al-hariiq ‘yang membakar' yang merupakan pemahaman terhadap Jahanam. Akan tetapi, disebutkannya kata ini adalah untuk menjadi perimbangan bagi pembakaran di dalam parit dalam peristiwa yang mereka lakukan dahulu. Namun, bagaimana perbandingan antara pembakaran ini dan pembakaran itu? Bagaimana perbandingan tentang kerasnya dan lama masanya?

Pembakaran dunia yang dinyalakan oleh manusia dengan api dan pembakaran akhirat dengan api yang dinyalakan oleh Sang Maha Pencipta! Pembakaran dunia hanya sementara waktu dan segera berakhir, sedangkan pembakaran akhirat bersifat kekal dan tidak ada yang tahu masanya kecuali Allah. Keterbakaran orang-orang mukmin di dunia itu disertai dengan keridhaan Allah kepada mereka dan di­menangkannya nilai kemanusiaan yang mulia, se­dangkan keterbakaran di akhirat bagi kaum kafir disertai dengan kemurkaan Allah, kerendahan dan kehinaan.
Keridhaan dan kenikmatan dari Allah kepada orang-orang mukmin dan beramal saleh di surga itu tercermin dalam firman-Nya,
'Sesungguhnya, orang-orang yang beriman dan menega­kan amal-amal yang saleh, bagi mereka surga yang mengalir di bawahnya sungai-sungai...."
Inilah keselamatan yang sebenarnya,"...Itulah keberuntungan yang besar."
Disebutkannya dengan terus terang azab yang keras di sini selaras dengan peristiwa yang menampakkan Al-fauz  adalah keselamatan dan keberuntungan. Keselamatan dari azab akhirat saja sudah merupa­kan keberuntungan. Nah, apalagi bila mendapatkan surga yang mengalir di bawahnya sungai-sungai?
Dengan bagian akhir ini, mantaplah urusan itu secara proporsional, yaitu kesudahan yang sebenar­nya terhadap sikap dan tindakan manusia. Maka, apa saja yang terjadi darinya di dalam kehidupan dunia ini adalah bagian darinya, dan akan mendapat imbal­an dengan lengkap dan sempurna. Ini adalah hakikat yang menjadi sasaran komentar pertama terhadap peristiwa itu. Tujuannya untuk memantapkan hati golongan minoritas mukmin di Mekah, dan memantapkan hati setiap kelompok orang beriman yang menghadapi fitnah pada saat kapan pun. Kemudian dilanjutkanlah komentar-komentar berikutnya.

ﮤ  ﮥ   ﮦ  ﮧ
"Sesunguhnya azab Tuhanmu benar-benar keras." (al­-Buruuj: 12)

Kekerasan kecil dan hina yang oleh pelaku­nya dan semua manusia di dunia dianggap besar dan keras. Maka, siksaan yang benar-benar keras adalah siksaan Tuhan Yang Maha Perkasa, Yang mem­punyai kerajaan langit dan bumi. Bukan siksaan makhluk makhluk lemah dan kerdil yang berkuasa atas sejengkal wilayah di bumi dan dalam waktu yang terbatas.
Kalimat ini menampakkan hubungan antara lawan bicara -yakni Rasulullah saw.- dan yang berfirman, yaitu Allah Azza wajalla, dalam firman-­Nya, "Sesungguhnya azab Tuhanmu...." Tuhanmu yang engkau menisbatkan diri kepada Rububiyah-Nya, dan yang menjadi sandaranmu untuk mendapatkan per­tolongan-Nya. Hubungan ini memilki nilai tersendiri di saat orang-orang yang durhaka menyiksa orang­orang yang beriman.
ﮩ  ﮪ   ﮫ    ﮬ
"Sesungguhnya, Dialah yang menciptakan (makhluk) dari permulaan dan menghidupkannya kembali. " (al-­Buruuj: 13)
Memulai dan mengembalikan, meskipun maknanya mengarah kepada penciptaan pertama dan ter­akhir, namun kedua peristiwa ini selalu terjadi setiap saat pada waktu malam atau siang, karena setiap saat terjadi permulaan dan penciptaan serta terjadi ke­binasaan dan kematian. Sedangkan, alam semesta senantiasa berada dalam kebaruan yang terus ­menerus dan terjadi kematian yang terus-menerus. Di bawah bayang-bayang gerakan yang terus-menerus dan menyeluruh yang berupa permulaan dan pengembalian (kematian) ini, tampaklah peristiwa pembakaran manusia beriman di dalam parit ber­sama akibat-akibat lahiriyahnya itu sebagai suatu masalah yang telah berlalu dalam realitas dan hakikat. Maka, ia adalah permulaan yang akan berulang, atau pengulangan terhadap permulaan, dalam gerakan yang terus beredar dan berputar ini.
ﮮ     ﮯ         ﮰ
'Dialah Yang Maha Pengampun lagi Maha Pengasih. " (a1-Buruuj: 14)
Pengampunan ini berkaitan dengan firman-Nya sebelumnya, "Kemudian mereka tidak bertobat "Maka pengampunan itu termasuk rahmat dan karunia yang melimpah yang tak terbatas dan tak terikat. Pengampunan merupakan pintu terbuka yang tidak pernah tertutup bagi orang yang kembali bertobat, betapapun besarnya dosa dan kemaksiatannya.
Sedangkan, al-Wudd "kepengasihan", ia ber­hubungan dengan sikap orang-orang mukmin yang lebih memilih Tuhannya (keridhaan Tuhannya) dari pada segala sesuatu yang lain. Al-wudd ini merupakan pemberian kesenangan yang halus, manis, dan mulia, ketika Allah mengangkat derajat hamba-­hamba-Nya yang lebih mengutamakan keridhaan­-Nya dan mencintai-Nya. Maka, sangat sulit pena me­lukiskannya apabila bukan karena karunia dan kemurahan Allah. Yaitu, derajat kedekatan antara Tuhan dan hamba, dan derajat kasih sayang dari Allah kepada para kekasih dan orang-orang yang dicintai-Nya yang didekatkan kepada-Nya.

Kalau begitu, apakah arti kehidupan yang mereka korbankan, yang seandainya tidak mereka korban­kan, maka kehidupan itu pun pasti berlalu? Apakah arti azab yang mereka derita itu, sedangkan azab itu hanya terbatas waktunya? Apa artinya itu dibanding kan dengan tetesan kasih sayang yang manis ini? Juga apa artinya jika dibandingkan dengan kilatan cahaya kegembiraan yang penuh kasih sayang?
Sesungguhnya, hamba-hamba dari budak-budak bumi ini adalah manusia yang notabene adalah hamba-hamba Allah Yang Maha Esa. Mereka men­campakkan diri mereka ke dalam kebinasaan karena termotivasi oleh kata-kata yang keluar dari mulutnya. Atau, karena mengharapkan kilasan kerelaan yang tampak di wajahnya, padahal yang dipatuhi itu adalah seorang hamba dan mereka yang patuh itu pun ada­lah hamba juga. Maka, bagaimana dengan hamba­-hamba Allah, yang dihibur oleh Allah dengan kasih sayang-Nya yang mulia dan agung.
ﯓ     ﯔ  ﯕ  

"Yang mempunyai Arsy, lagi Mahamulia. " (al-Buruuj: 15)
Dia Yang Mahaluhur, Yang Maha Melindungi, dan Yang Maha Pengasih.
Dengan demikian, terasa kecillah kehidupan ini, terasa ringanlah penderitaan itu, dan terasa enteng azab itu. Juga terasa hina segala yang dianggap mahal dan hebat, dibanding dengan cahaya keri­dhaan yang diberikan oleh Tuhan Yang Maha Pelin­dung dan Maha Pengasih, Yang memilki Arasy serta Mahamulia.
,
ﯗ  ﯘ  ﯙ 
“Mahakuasa berbuat apa yang dikehendaki-Nya. " (al­-Buruuj: 16)
Ini adalah sifat Allah yang banyak realisasinya, yang terus beroperasi. Mahakuasa berbuat apa yang dikehendaki-Nya. Dia memiliki kehendak yang mutlak, memilih apa yang dikehendaki-Nya, dan berbuat apa yang dikehendaki dan dipilih-Nya, selamanya dan abadi, karma hal itu merupakan sifat Allah Yang Mahasuci.
Sekali tempo, Dia menghendaki kaum mukminin mendapat kemenangan di muka bumi ini karena suatu hikmah yang dikehendaki-Nya. Pada kali lain, Dia menghendaki iman mendapat kemenangan di dalam menghadapi fitnah, tetapi jasad para pelaku­nya hancur binasa. Hal seperti itu pun karena suatu hikmah yang dikehendaki-Nya pula.
Suatu kali, Dia menghendaki menghukum para penguasa yang sombong itu di muka bumi. Namun, suatu kali dibiarkan-Nya mereka untuk dihukum­-Nya pada hari yang dijanjikan. Semua itu karena -suatu hikmah yang akan terwujud di sini dan di sana nanti, dalam ukuran yang telah ditentukan-Nya.
Inilah satu sisi dari perbuatan-Nya terhadap apa yang dikehendaki-Nya, yang sesuai dengan peristiwa yang terjadi. Juga sesuai dengan apa yang akan disebutkan berikut ini mengenai Fir'aun dan kaum Tsamud. Namun, tetaplah kehendak dan kekuasaan yang mutlak di belakang peristiwa-peristiwa ini dan di belakang kehidupan ini, sedangkan alam semesta melakukan aktivitasnya dalam dunia wujud ini.
Dia Mahakuasa berbuat apa yang dikehendaki-­Nya. Di sana sebuah contoh dari kemahakuasaan-­Nya berbuat terhadap apa yang dikehendaki-Nya itu,
ﯛ  ﯜ  ﯝ  ﯞ   ﯟ  ﯠ  ﯡ
"Sudahkah datang kepadamu berita kaum-kaum pe­nentang, (yaitu kaum) Fir'aun dan (kaum) Tsamud?" (al-Buruuj: 17-18)

Ayat ini mengisyaratkan kepada dua buah kisah panjang, yang disebutkan sepintas kilas di sini karma sudah dimaklumi oleh orang-orang yang diajak bicara tentang urusan mereka, sesudah disebutkan­nya panjang lebar di dalam Al-Qur'anul-Karim. Disebutkannya mereka (para penentang) dengan al­-junud 'tentara' itu menunjukkan kepada kekuatan dan persiapan mereka. Sudahkan datang kepadamu berita mereka? Dan, bagaimana yang diperbuat Tuhanmu terhadap mereka sesuai dengan kehendak-Nya?
Ini adalah dua berita yang berbeda karakter dan akibatnya. Adapun berita tentang Fir'aun, maka Allah telah membinasakannya beserta tentaranya. Dia me­nyelamatkan Bani Israel, dan menempatkan mereka di muka bumi sementara waktu, untuk merealisasi­kan pada mereka suatu ketentuan dari ketentuan­-Nya dan suatu kehendak dari kehendak-Nya.
Sedangkan berita kaum Tsamud, maka Allah telah membinasakan mereka karena membunuh anak unta bapak mereka, Nabi Shalih. Diselamatkan-Nya Nabi Shalih dan segolongan minoritas yang ikut ber­samanya, yang sesudah peristiwa itu mereka tidak lagi memiliki raja dan kekuasaan. Jadi, mereka hanya semata-mata diselamatkan dari kaum yang fasik.
Ini adalah dua buah contoh tentang berlakunya iradah Allah dan berjalannya kehendak Nya. Ini juga merupakan dua buah gambaran dari gambaran-­gambaran dakwah kepada agama Allah dengan segala konsekuensinya, di samping terjadinya ke­mungkinan ketiga seperti peristiwa itu. Semuanya ditampilkan oleh Al-Qur’an kepada golongan minoritas mukmin di Mekah, dan kepada semua generasi orang-orang yang beriman.

Penutup
Pada bagian penutup datanglah dua buah kesan yang kuat dan pasti, yang masing-masing berisi ke­tetapan, kata kepastian, dan hukum terakhir,
ﯣ  ﯤ  ﯥ       ﯦ  ﯧ  ﯨ  ﯩ  ﯪ   ﯫ   ﯬ   ﯭ
Sesungguhnya orang-orang kafir selalu mendustakan. Padahal, Allah mengepung mereka dari belakang mereka." (al-Buruuj: 19-20)
Urusan orang-orang kafir dan hakikat keadaan mereka adalah bahwa mereka selalu mendustakan. Pada petang hari mendustakan dan pada pagi hari juga mendustakan. 'Padahal, Allah mengepung mereka dari belakang mereka." Sedangkan, mereka lalai terhadap pengepungan Allah dengan kekuasaan dan pengetahuan-Nya. Maka, mereka lebih lemah dari­pada tikus yang terkepung banjir yang merata.
ﯮ  ﯯ     ﯰ  ﯱ  ﯲ  ﯳ  ﯴ  ﯵ  ﯶ   البروج: ١ - ٢٢
“Bahkan, yang didustakan mereka itu ialah Al-Qur'an yang mulia, yang (tersimpan) dalam Lauhul Mahfuzh.” (al-Buruuj: 21-22)

Al-Qur'an yang mulia, luhur, dan mengakar. Ada kah sesuatu yang lebih mulia, lebih luhur, dan lebih mengakar daripada firman Allah Yang Mahaagung? Al-Qur'an itu tersimpan di dalam Lauhul Mahfuz. Jadi, yang kita tidak mengetahui tabiatnya karena ia termasuk urusan gaib yang hanya Allah sendiri yang mengetahuinya.
Kita hanya mengambil manfaat dari bayang-bayang yang diberikan oleh ungkapan kalimat itu, bisa saja lenyap, tetapi perkataan Al-Qur’an senan­tiasa terjaga dan terpelihara dan kesan yang ditinggalkannya di dalam hati, yaitu bahwa Al-Qur'an itu berada dalam perlindungan yang kokoh, perkataannya menjadi rujukan terakhir,        Al-Qur'an telah mengucapkan perkataannya ten­tang peristiwa parit dan tentang hakikat yang ada di belakangnya dalam semua urusan yang terjadi. Semua perkataan Al-Qur'an merupakan perkataan pamungkas. Jadi, memilih apa yang dikehendaki-Nya, dan berbuat apa yang dikehendaki dan dipilih-Nya, selamanya dan abadi, karena hal itu merupakan sifat Allah Yang Mahasuci.
Sekali tempo, Dia menghendaki kaum mukminin mendapat kemenangan di muka bumi ini karena suatu hikmah yang dikehendaki-Nya. Pada kali lain, Dia menghendaki iman mendapat kemenangan di dalam menghadapi fitnah, tetapi jasad para pelaku­nya hancur binasa. Hal seperti itu pun karena suatu hikmah yang dikehendaki-Nya pula.
Suatu kali, Dia menghendaki menghukum para penguasa yang sombong itu di muka bumi. Namun, suatu kali dibiarkan-Nya mereka untuk dihukum­nya pada hari yang dijanjikan. Semua itu karena suatu hikmah yang akan terwujud di sini dan di sana nanti, dalam ukuran yang telah ditentukan-Nya.
Inilah satu sisi dari perbuatan-Nya terhadap apa yang dikehendaki-Nya, yang sesuai dengan peristiwa yang terjadi. Juga sesuai dengan apa yang akan disebutkan berikut ini mengenai Fu'aun dan kaum Tsamud. Namun, tetaplah kehendak dan kekuasaan yang mutlak di belakang peristiwa-peristiwa ini dan di belakang kehidupan ini, sedangkan alam semesta melakukan aktivitasnya dalam dunia wujud ini.
Dia Mahakuasa berbuat apa yang dikehendaki­-Nya. Di sana sebuah contoh dari kemahakuasaan­-Nya berbuat terhadap apa yang dikehendaki-Nya itu.
Sedangkan berita kaum Tsamud, maka Allah telah membinasakan mereka karena membunuh anak unta bapak mereka, Nabi Shalih. Diselamatkan-Nya nabi Shalih dan segolongan minoritas yang ikut ber­samanya, yang sesudah peristiwa itu mereka tidak lagi memiliki raja dan kekuasaan. Jadi, mereka hanya semata-mata diselamatkan dari kaum yang fasik.
Ini adalah dua buah contoh tentang berlakunya iradah Allah dan berjalannya kehendak Nya. Ini juga merupakan dua buah gambaran dari gambaran-­gambaran dakwah kepada agama Allah dengan segala konsekuensinya, di samping terjadinya ke­mungkinan ketiga seperti peristiwa pant itu. Semua­nya ditampilkan oleh Al-Qur'an kepada golongan minoritas mukmin di Mekah, dan kepada semua generasi orang-orang yang beriman.