bintang


Kamis, 30 Juni 2011

Muhammad Farghali

Dai yang Mujahid, Asy-Syahid Muhammad Farghali
Awal perkenalan saya dengan Syaikh Muhammad Farghali terjadi pada akhir 1949, ketika saya tiba di Mesir untuk belajar di salah satu universitas. Saya bertemu beliau sebagai pembicara dan penasehat Ikhwan dalam acara katibah, perkemahan, usar dan acara wisata. Sejumlah tokoh Ikhwan juga turut memberi arahan dan nasehat dalam berbagai acara tersebut yang di antaranya adalah: al-Bahi al-Khuli, Abdul Aziz Kamil, Muhammad Farghali, Muhammad Abdul Hamid Ahmad, Muhammad al-Ghazali, Sayyid Sabiq dan lain sebagainya.
Saya melihat dalam diri Syaikh Farghali ketenangan dan kewibawaan, kemuliaan seorang mukmin, dan kefakihan sang mujahid. Ia berbicara dengan tenang, kalimatnya ringkas dan sederhana, makna dan tujuannya dalam. Mengandung kelembutan, kasih sayang dan cinta kepada Ikhwan. Ia sangat percaya dan yakin pada apa yang ada di sisi Allah berupa kemenangan bagi agama ini dan untuk hamba-hamba-Nya yang saleh apabila mereka jujur dengan Allah Ta'ala serta mengikhlaskan niat untuk-Nya.
Syaikh Farghali memandang enteng perkara musuh-musuh Allah yang datang dari Inggris, Yahudi, para pendukung mereka dan musuh-musuh bayaran. Menganggap mereka sebagai hamba-hamba materi, hawa nafsu, syahwat dan syubhat. Beliau juga menegaskan bahwa manhaj tarbiyah Ikhwan adalah jaminan yang dapat membentuk seorang Muslim yang hak. Karena manhaj itu bersumber dari Kitabullah, Sunnah Rasulullah saw dan ijma' ulama. Manhaj Tarbiyah Ikhwan juga adalah jaminan yang dapat mempersiapkan generasi mukmin mujahid yang kelak akan menghadapi kaum kafir dengan berbagai cara tanpa rasa takut atau khawatir.
Ia juga menekankan bahwa medan dakwah hari ini menuntut mobilisasi ribuan pemuda mukmin dari seluruh penjuru dunia Islam agar dapat mengisi medan dakwah sekaligus menghadapi orang-orang yang melakukan pengrusakan di muka bumi. Ketika mereka menemukan negeri-negeri ini kosong dari pemuda-pemuda mukmin, maka realitas itu akan membuat mereka semakin pongah dan leluasa melakukan pengrusakan, menebar kebatilan, suara mereka semakin tinggi, kian berani terhadap agama dan pemeluknya, serta merendahkan umat ini aib dan kehinaan [perlu dicek bahasa Arabnya seperti apa].
Semua itu terjadi karena umat kita dewasa ini berada di jurang keterpurukan. Tidak memiliki kekuatan dan pedang kebenaran, berada dalam cengkraman penguasa yang nota bene adalah kaki tangan penjajah yang berpihak pada musuh-musuh Islam. Mereka itulah yang memaklumatkan perang terhadap para dai, menghadang seruan kebenaran dan kebebasan, yaitu dakwah Islam yang agung yang telah diperbaharui urusannya di atas bumi Mesir oleh seorang tokoh pembaharu abad 14 hijriah, Imam Syahid Hasan al-Banna.
  Syeikh Muhammad Farghali adalah figur yang memiliki iman mendalam, keteguhan jiwa, dan tekad yang kuat dengan penampilan yang zuhud, lebih mengutamakan karya dari pada bicara, mencintai seluruh manusia, rela membantu mereka khususnya orang-orang yang lemah di antara mereka. Ia siap berada di samping mereka untuk mendapatkan hak-haknya, mengangkat keculasan dan kezaliman yang menimpa mereka.
Ustadz Muhammad Farghali juga senantiasa menghadang para pelaku kezaliman dan tiran yang berusaha menindas orang-orang lemah. Menghadapi mereka dengan penuh kekuatan penuh dan keteguhan. Itulah membuat mereka takut padanya dan menganggapnya memiliki kekuatan ribuan manusia. Bahkan hanya dengan menyebut namanya saja sudah cukup untuk menciptakan rasa takut dalam diri pasukan Inggris, Yahudi dan antek-anteknya. Mereka bahkan menjanjikan hadiah besar bagi siapa pun yang sanggup menangkap dan menyerahkannya kepada mereka hidup atau mati.
Kawan-kawan saya di universitas menceritakan padaku tentang sosok lelaki unik ini, dai dan mujahid yang menjadi kecintaan dan kepercayaan Imam Syahid Hasan al-Banna, ketergantungannya kepada Allah lalu kepada dirinya sendiri dalam menghadapi berbagai perkara dan peristiwa-peristiwa besar. Dia adalah sosok sahabat terbaik dalam setiap situasi dan kondisi.
Syaikh Farghali adalah bagian penting dalam sejarah perjalanan gerakan Ikhwanul Muslimin internasional sejak berdirinya, dan keterlibatan beliau di awal berdirinya Jamaah ini hingga Allah memuliakannya melalui syahadah di tangan Fir'aun Mesir; Abdul Nasser. Anggota jamaah Ikhwanul Muslimin dari kalangan orang tua dan pemuda melihat pada diri lelaki ini dengan pandangan hormat, cinta dan kesetiaan. Karena sifat-sifat kebaikan dan kewiraan yang lekat pada dirinya.
Ceramah-ceramah ia sampaikan dalam acara perkemahan, katibah, dan usar Ikhwan dapat merebut hati pendengarnya, karena mereka menemukan kejujuran, kejelasan, kesederhanaan, manisnya iman dan keikhlasan. Kalimat-kalimatnya keluar dari kedalaman relung hati dan merasuk ke dalam jiwa pendengarnya, dialog antara ruh untuk ruh, menggugah jiwa dan menggerakkan nurani, menyeru untuk beramal serius dan sungguh-sungguh di atas jalan Allah demi orang-orang lemah di muka bumi.
Ia juga menjelaskan untuk seluruh Ikhwan bahwa musuh-musuh Islam dari kalangan Yahudi, Salibis dan para penjajah adalah orang-orang hina yang takkan mampu menghadapi semangat dan kekuatan tekad orang-orang yang beriman. Pengalaman saat menghadapi mereka dalam perang Palestina membuktikan sifat penakut dan pengecut, serta lemahnya kekuatan mereka. Mereka bahkan kabur meninggalkan medan perang, bagai tikus buduk yang sangat ketakutan di hadapan mujahid Ikhwanul Muslimin. Andai bukan karena konspirasi internasional, dan lemahnya sebagian negara-negara Arab dan Islam, niscaya Palestina takkan jatuh di tangan mereka. Bukan itu saja. Bahkan Inggris, Prancis atau Amerika takkan pernah menancapkan eksistensinya di atas negeri Islam.
Ustadz Abbas as-Siisi berkata dalam bukunya "Fi Qafilatil Ikhwan", Syeikh Muhammad Farghali adalah salah satu dai Islam, dan pionir pertama Ikhwanul Muslimin. Beliau bekerja bersama Imam Syahid Hasan al-Banna sejak memulai dakwahnya di kota Ismailiyah. Imam Syahid lalu memilihnya dengan memberi beberapa tanggung jawab besar, dan ia pun menunaikan tugasnya dengan baik. Ia senantiasa berbaik sangka kepada Allah dan bersiap siaga di tengah kota dengan melakukan perlawanan, walau berada dalam kepungan penjajah Inggris. Namun ia berhasil menjadikan bumi Mesir guncang di bawah tapak kaki mereka.
Dalam bukunya "Mudzakkiraat ad-Dakwah wa ad-Da'iyah", Imam Syahid Hasan al-Banna berkata tentang Syeikh Muhammad Farghali, "Ketika pembangunan masjid yang diminta oleh pekerja perusahaan pengolahan kurma di Ismailiyah telah selesai, kami menugaskan Syeikh Muhammad Farghali yang ketika itu bekerja sebagai guru di Ma'had Hira untuk menjadi imam dan guru di masjid tersebut. Syeikh Muhammad Farghali pun tiba di sana dan menerima penyerahan masjid yang akan berada di bawah tanggung jawabnya. Sebuah tempat tinggal lalu disiapkan di samping masjid itu. Dan selanjutnya, spirit dan jiwanya pun dapat merasuk dalam diri para pekerja itu. Dalam beberapa minggu saja, pengetahuan, wawasan keislaman, spiritual dan jiwa sosial para pekerja itu mengalami peningkatan menakjubkan. Mereka telah mengetahui nilai diri mereka masing-masing, kemuliaan tugas mereka dalam kehidupan, dan keagungan diri mereka sebagai manusia.
Rasa takut, cemas, kehinaan dan kelemahan pun lenyap dari dalam diri mereka. Berganti dengan kemuliaan iman kepada Allah Ta'ala dan pengetahuan tentang tugas mulia mereka dalam kehidupan ini –Khalifah di muka bumi-. Mereka pun bersungguh-sungguh menunaikan tugasnya mengikuti sabda Rasulullah saw.,
إن الله يحبإذا عمل أحدكم عملاً أن يتقنه
"Sesungguhnya Allah Azza wa Jalla cinta bila seorang dari kalian bekerja lalu menyempurnakannya."
Mereka tidak menuntut sesuatu yang bukan milik mereka. Tidak ditawan oleh ketamakan yang hina, dan tidak terbelenggu oleh syahwat yang rendah. Maka seorang dari mereka berdiri dihadapan pimpinannya dengan kepala tegak penuh etika dan sopan santun. Mereka berbicara kepada atasannya dengan alasan dan logika yang kuat. Tidak mengucapkan kata-kata kotor, kasar, atau menampakkan sesuatu dengan maksud menghina atau merendahkan. Mereka juga bersatu dalam ukhuwah yang kuat, menyatu dalam cinta, kesungguhan dan amanah.
Namun cara seperti itu ternyata tidak menyenangkan para pemimpin perusahaan itu. Mereka akhirnya sepakat bahwa bila situasi seperti ini berjalan terus, maka kekuasaan perusahaan akan berpindah ke tangan Syeikh  Muhammad Farghali, dan setelah itu, tidak seorang pun yang mampu mengendalikannya dan mengendalikan [perlu dicek bahasa Arabnya seperti apa] para pekerja itu. Persepsi seperti itulah yang muncul dalam kepala para pimpinan perusahaan tersebut. Mereka kemudian berfikir untuk menyingkirkan Syaikh yang kuat dan teguh pendirian ini dari pekerjaannya.
Kepala bagian lalu diutus untuk menemuinya, dan berkata kepadanya, "Bapak Direktur memberitahukan padaku bahwa perusahaan ini sudah tidak membutuhkan tenaga dan pengabdianmu, dan berfikir untuk mengangkat pegawai lain yang dapat menggantikan pekerjaanmu di masjid. Ini gajimu sampai hari ini sesuai perintah direktur."
Dengan tenang Syeikh Farghali menjawab, "Saya tidak pernah menganggap diriku sebagai pegawai di perusahaan pengolahan kurma ini. Andai saya mengetahui hal itu, niscaya saya takkan bekerja disini. Tapi yang saya tahu adalah, bahwa saya karyawan Ikhwanul Muslimin Ismailiyah yang ditempatkan di perusahaan ini, dan saya menerima gajiku dari mereka yang kemudian dialihkan kepada kalian. Saya sendiri melakukan perjanjian kerja dengan mereka dalam tugas ini dan bukan dengan kalian. Karena itu, saya tidak dapat menerima gaji yang kalian berikan, dan takkan meninggalkan pekerjaan ini, walau dengan kekuatan sekalipun. Kecuali bila ketua Jamaah Ikhwan memerintahkanku meninggalkan tugas ini, lalu mengangkat yang lain sebagai penggantiku. Beliau ada di hadapan kalian di Ismailiyah. Bersepakatlah dengannya sesuai keinginan kalian." Ia lalu minta izin dan pulang.

Argumentasi yang Logis
Imam Syahid Hasan al-Banna menambahkan dalam memoarnya, "Masalah tersebut akhirnya sampai di tangan manajemen perusahaan. Mereka akhirnya hanya dapat bersabar selama beberapa hari, seraya berharap semoga Syeikh Farghali meminta gajinya. Namun sebelum itu, ia telah menghubungiku di Ismailiyah. Kami lalu menyarankan padanya agar tetap dengan pekerjaannya dan tidak meninggalkan tempat tersebut saat ini.”
Alasan kuat dan rasional yang dikatakan syeikh Farghali memaksa perusahaan mendatangi pihak manajemen. Direktur perusahaan itu lalu menghubungi Gubernur Terusan Suez, yang selanjutnya menghubungi pejabat di Ismailiyah dan berpesan kepadanya agar segera mengirim pasukan untuk mengatasi masalah yang terjadi di perusahaan itu. Pejabat Distrik Ismailiyah lalu datang bersama pasukannya di kantor direktur perusahaan. Ia kemudian mengutus bawahannya memanggil Syaikh menghadap kepadanya. Tapi Syeikh Farghali berkata kepada utusan tersebut, "Saya tidak punya kepentingan dengan pejabat itu, juga tidak kepada direktur perusahaan, karena pekerjaan saya di masjid ini. Bila salah seorang dari mereka memiliki kebutuhan, maka ia bisa datang kepadaku."
Karena Syaikh menolak, pejabat Ismailyah akhirnya datang dan memintanya memenuhi permintaan direktur perusahaan; meninggalkan pekerjaannya dan kembali ke Ismailiyah. Namun Syaikh Farghali hanya mengatakan kepadanya kalimat yang sama seperti yang dikatakannya kepada direktur perusahaan. Ia lalu menambahkan, "Engkau bisa mendatangiku di Ismailiyah dengan sebuah kalimat agar saya meninggalkan tempat ini. Bila engkau ingin menggunakan kekuatan, maka terserah engkau saja. Tapi ketahuilah,  bahwa saya takkan pernah keluar meninggalkan tempat ini kecuali bila saya telah menjadi mayat."
Berita itu pun terdengar di telinga para karyawan perusahaan yang segera meninggalkan pekerjaan mereka untuk mendatangi kantor perusahaan penuh amarah. Karena takut terjadi sesuatu yang tidak dikehendaki, pejabat segera meninggalkan tempat itu dan kembali ke Ismailiyah. Ia lalu menghubungiku untuk menegosiasikan hal tersebut. Tapi saya menolak dan berkata bahwa saya harus memikirkan perkara ini dahulu, lalu mengadakan pertemuan dengan Dewan Pengurus Yayasan untuk selanjutnya memberi jawaban tentang hal ini.
Satu hal yang sangat menyedihkan dan harus saya katakan terkait dengan  kasus ini, adalah bahwa saya akhirnya ke Kairo untuk menemui satu-satunya anggota Dewan Direksi Perusahaan berkebangsaan Mesir dengan harapan memberi dukungan. Namun ternyata ia menolak berpihak pada kemaslahatan karyawan, ia hanya berpihak pada pandangan perusahaan, direkturnya, dan sangat jauh dari perasaan yang dapat menunjukkan solidaritas atau nasionalisme kebangsaan.
Setelah itu, saya menemui direktur perusahaan dan bertanya kepadanya faktor apa saja yang ia benci dari Syeikh Muhammad Farghali. Dan saya tidak menemukan jawaban lain darinya selain bahwa mereka menghendaki seseorang yang mampu menerima seluruh tuntutan mereka. Saya masih ingat kalimat yang diucapkannya, "Saya memiliki banyak kawan yang berasal dari para pemimpin kaum Muslimin. Saya pernah tinggal di Aljazair selama 20 tahun. Tapi saya tidak pernah menemukan seorang pun dari mereka seperti sosok Syaikh ini, yang memberlakukan kebijakan militer terhadap kami. Ia seperti seorang jendral."
 Saya lalu menyanggah ucapannya dan berusaha memberinya pemahaman bahwa bahwa kata-katanya itu salah, karena perusahaan inilah sesungguhnya yang bersifat keras terhadap para karyawan, mengurangi hak-hak mereka, merendahkan sifat kemanusiaan mereka, kikir terhadap mereka dan upah mereka yang minim. Sementara pada saat yang sama, perusahaan memperoleh keuntungan besar berlipat ganda, dan semakin bertumpuk. Sehingga sudah seharunya bila manajemen perusahaan seperti itu diperbaiki, dan perlu juga diyakinkan bahwa perusahaan ini merasa cukup dengan keuntungan yang sewajarnya.
Akhirnya kami sepakat bahwa Syaikh Muhammad Farghali tetap tinggal di masjid tersebut selama dua bulan bila ia menghendakinya, dan perusahaan harus tetap menghormati keberadaannya hingga masa tugasnya berakhir, serta meminta secara resmi kepada Ikhwanul Muslimin seseorang yang dapat menggantikan posisinya. Syeikh pengganti beliau juga harus digaji lebih besar dari sebelumnya, disediakan tempat dan seluruh kebutuhannya. Pada akhir bulan kedua, syeikh Farghali lalu meninggalkan perusahaan itu dan digantikan oleh Ustadz Syafi'i Ahmad. Dakwah ini terus berlalu, meretas jalannya di atas sahara nan tandus dengan menyebut asma Allah saat berlayar dan berlabuh.

Jihad di Palestina
Syaikh Muhammad Farghali termasuk orang yang bersegera menyambut seruan jihad Palestina pada tahun 1948. Ia memasuki wilayah perang itu memimpin pasukan mujahidin Ikhwanul Muslimin. Imam Syahid Hasan al-Banna telah memaklumatkan bahwa pembebasan tanah Palestina yang dilakukan oleh Mujahidin Ikhwan lebih dekat daripada melalui pasukan pemerintah yang nota bene berada di bawah kendali penjajah asing. Walau pemerintahan an-Naqrasyi mengawasi dengan sangat ketat perbatasan untuk menghalangi para Mujahidin Ikhwan menyelusup ke wilayah Palestina, dan walau pun penjajah Inggris berhasil menutup seluruh perbatasan Palestina agar tidak dapat ditembus oleh para mujahidin Ikhwan, namun mereka berhasil menyelusup dan menerobos setiap rintangan memasuki wilayah Palestina untuk membantu saudara-saudara mereka di sana.
Syeikh Muhammad Farghali adalah salah satu pimpinan Ikhwanul Muslimin paling menonjol yang mengharuskan adanya latihan perang untuk saudara-saudara mereka di Palestina. Merekalah yang kemudian turut menyerang pos-pos Yahudi dan koloni-koloni mereka.

Kepahlawanannya
Salah satu karya kepahlawanan Syaikh Farghali di Palestina adalah, ketika ia keluar bersama delapan orang Ikhwan Mujahidin ke belakang garis perbatasan Yahudi. Mereka lalu menyelusup memasuki ke wilayah jajahan Yahudi sebelum fajar menjelang. Syeikh Muhammad Farghali naik ke tempat paling tinggi lalu mengumandangkan adzan subuh. Mendengar kumandang adzan tersebut, pasukan Yahudi mengira bahwa Ikhwanul Muslimin telah menguasai wilayah mereka sejak malam hari, sehingga mereka segera lari tunggang-langgang meninggalkan benteng pertahanan mereka.
Pagi keesokan harinya, Mujahidin Ikhwan lalu menyerahkan wilayah jajahan tersebut kepada pasukan Mesir tanpa harus menggunakan senjata atau tetesan darah. Seperti itulah keberanian Syaikh Muhammad Farghali. Ditambah lagi dengan ketakutan Yahudi terhadap pasukan Ikhwanul Muslimin.
Pada tahun 1951, pemerintahan Mesir menghapuskan perjanjian dengan Inggris yang disepakati pada tahun 1936. Namun Inggris memandang rendah pembatalan perjanjian itu. Syaikh Farghali bersama Ikhwan kembali memasuki medan perang dengan penuh semangat, ketulusan dan keberanian melawan musuh di atas pesisir Terusan Suez, hingga membuat Presiden Prancis [seharusnya ini adalah Perdana Menteri Inggris] ketika itu, Winsthon Churchil mengeluarkan statemen dan pernyatannya yang terkenal di London. Ia berkata, "Ada satu elemen baru yang sekarang turut terlibat dalam peperangan."
Peperangan hebat terus berkecamuk antara relawan Mesir dengan pasukan imperialis Inggris di atas Terusan Suez, kamp-kamp at-Tal al-Kabir, di barak-barak pasukan Inggris, di Port Sa'id, Ismailiyah, dan Suez. Disinilah darah para syuhada mengalir dan ruh mereka kembali ke haribaan Tuhannya.
Realitas ini membuat Inggris semakin yakin bahwa mereka takkan mungkin berdiam semakin lama di hadapan unsur baru yang terdiri dari relawan Ikhwanul Muslimin. Keberanian dan kepahlawanan yang tampak pada diri Syeikh Muhammad Farghali sungguh menciptakan rasa takut dalam diri pasukan Inggris. Sehingga mereka mengeluarkan sayembara dengan hadiah sangat besar bagi siapa pun yang dapat menangkap Syeikh Farghali, hidup atau mati. Tapi usaha mereka sia-sia belaka.
Dai yang sarat pengalaman ini, Syaikh Muhammad Farghali adalah ketua Ikhwanul Muslimin di Distrik Ismailiyah, dan didukung oleh tangan kanannya yang senantiasa membantunya, mujahid pemberani Yusuf Thal'at. Kedua orang inilah yang menjadi sumber ketakutan bagi kekuatan pasukan imperialis Inggris di Terusan Suez.

Abdul Nasser Berusaha Menciptakan Fitnah Perpecahan.
Hal ini dinyatakan oleh ustadz Kamil Syarif di dalam bukunya 'al-Muqowamah as-Sirriyah fii Qanaat Suez' (Perlawanan Rahasia di Terusan Suez), "Pertama kali saya mengenal Syaikh Muhammad Farghali pada hari dimana ia menemani Imam Syahid Hasan al-Banna dalam perjalanannya di wilayah pertempuran di Palestina. Saat itulah hubungan kami menjadi erat, apalagi ketika kami bekerja bersama-sama dalam perang Palestina, dan pengetahuanku yang kian dalam tentang dirinya membuatku semakin kagum padanya.”
Sisi kebaikan yang dimilikinya membuat Anda harus menghormati dan menghargainya, yang juga menjadi kunci kepribadiannya adalah kebersihan diri dari dosa-dosa kecil, dari berbagai permusuhan [perlu dicek bahasa Arabnya seperti apa], dan kebersihan diri dari dari segala sesuatu yang mengandung aib. Dia memiliki perhatian sangat besar pada reputasi dakwah dan sistemnya, serta memiliki kecemburuan besar terhadap kewibawaan dan kehormatan dakwah.
Saya masih ingat, ketika saya bersama Syaikh Muhammad Farghali mewakili Ikhwan mengikuti pertemuan di kantor Mayor Abdul Nasser yang ketika itu menjabat sebagai menteri Luar Negeri  dalam kabinet Muhammad Najib. Pertemuan itu juga dihadiri sejumlah Perwira Revolusi, antara lain adalah: Abdul Hakim Amir, Shalah Salim, dan Husain Kamaluddin. Para perwira revolusi itu rupanya ingin mengadu domba antara Syaikh Farghali dengan Mursyid 'Aam, Hasan al-Hudhaebi dengan menyebutkan jihad Syaikh Farghali di Palestina, Terusan Suez dan Nil, [ada kata yang hilang, perlu dicek bahasa Arabnya seperti apa] ketimbang pribadi al-Hudhaebi.
Mendengar puja-puji yang ditujukan kepadanya, Syaikh Farghali segera memutuskan pembicaraan mereka dan berkata penuh amarah, "Kalian harus mengetahui bahwa orang yang kalian bicarakan itu adalah pemimpin kita, dan pimpinan jamaah ini sekaligus. Karena itu saya menganggap bahwa pembicaraan kalian ini adalah penghinaan terhadap jamaah seluruhnya, dan kepada diriku secara khusus. Kalau cara kalian seperti ini, niscaya kalian takkan sampai pada tujuan yang dikehendaki sedikit pun." Kalimat itu sudah cukup untuk meyakinkan mereka bahwa mereka berada di hadapan sosok laki-laki yang pendirian teguh, dan pribadi yang kuat. Mereka akhirnya beralih pada pembicaraan yang lain.
Syaikh Muhammad Farghali bukan dari jenis tokoh agama yang hanya bergantung pada formalitas sambil mencari kedudukan dan jabatan. Tapi dia adalah mujahid sejati. Cukup bagi kita saat ia rela meninggalkan pekerjaan dan keluarganya menuju Palestina bersama mujahidin Ikhwan. Dan ketika perang Suez berkecamuk, sekali lagi ia rela tinggalkan keluarganya dan bergabung dengan para mujahidin.
Kamil Syarif melanjutkan tulisannya dalam buku yang sama, "Ketika Inggris mulai memprovokasi penduduk Terusan Suez dan melakukan kezaliman terhadap manusia, demonstrasi massa pun terjadi di seluruh distrik. Sehingga digelar sebuah kongres besar di Ismailiyah dipimpin oleh Syaikh Muhammad Farghali yang memutuskan untuk melakukan perlawanan dan penyerangan terhadap pasukan Inggris dengan kekuatan yang mereka miliki. Menggebah mereka di tempat persembunyian dan di tangsi-tangsi militer mereka.”
Syaikh Farghali dalam kapasitasnya sebagai ketua kongres, lalu membawa keputusan tersebut ke kantor sekretariat Umum Ikhwanul Muslimin di Kairo. Sekaligus memaklumatkan kepada seluruh pegawai yang bekerja di Terusan Suez agar melakukan pemogokan umum. Juga kepada para pedagang yang selama ini mensuplai bahan makanan dan perbekalan untuk pasukan Inggris agar menghentikan pengiriman barang. Semuanya bersatu bersama mujahidin Ikhwanul Muslimin untuk melawan dan memerangi Inggris.
Dalam peperangan tersebut, pasukan Mujahidin Ikhwan berhasil menewaskan prajurit Inggris dan melukai mereka dalam jumlah besar, selain menghancurkan tangsi-tangsi militer, jembatan-jembatan, tank, dan kendaraan lapis baja. Serangan tersebut membuat pasukan Inggris ketakutan dan mengumumkan keadaan darurat, serta melarang para prajuritnya keluar dari kediaman mereka setelah matahari tenggelam. Wibawa mereka segera runtuh di hadapan rakyat Mesir. Sehingga anak-anak kecil pun melempari mereka dengan bebatuan. Sebagian dari pasukan militer Mesir mulai bersemangat dan bergabung bersama Ikhwan dengan melatih para pemuda cara menggunakan peralatan perang dan mengajari mereka strategi peperangan.
Secara pribadi, saya juga berkesempatan menghadiri beberapa kali pertemuan yang di antaranya berlangsung di rumah Syaikh Muhammad Farghali, dan dihadiri sejumlah perwira Mesir dan pemimpin Ikhwanul Muslimin. Sementara Syaikh Farghali dan Yusuf Thal'at bersama bebeberapa orang kawan mereka dianggap oleh Inggris sebagai orang yang paling berbahaya. Kedua orang ini diawasi gerak-geriknya oleh intelejen dan mata-mata bayaran Inggris.
Majalah 'Rauz al-Yusuf' mempublikasikan sebuah wawacara panjang antara Syaikh Farghali dengan reporter majalah tersebut, dan menggambarkan syeikh Farghali sebagai sosok misterius yang sangat diperhitungkan oleh Inggris. Dalam wawancara yang dengan majalah tersebut, Syeikh Farghali berkata, "Ikhwanul Muslimin tidak bisa menghentikan serangannya terhadap Inggris sehingga kekuatan militer Inggris hengkang dari bumi Mesir. Maka cara terbaik yang dapat dilakukan Inggris untuk melindungi prajuritnya adalah menarik mereka dari wilayah Terusan Suez."
Itulah Syeikh Muhammad Farghali yang saya kenal sejak saya duduk di tahun pertama Universitas Al-Azhar hingga menamatkan pendidikanku di sana. Inilah sang pahlawan pemberani itu yang berhasil menggentarkan nyali orang-orang Yahudi dan Inggris. Demikianlah sejarah perjalanan hidupnya yang wangi semerbak tercatat dengan tinta emas.
Saksikan pula sang tiran, Abdul Nasser yang dengan sukarela menyerahkan kepala Syaikh Muhammad Farghali ke tiang gantungan untuk memenuhi dahaga majikannya; Yahudi, Inggris, Amerika dan Rusia, sebagai hadiah gratis bersama lima sahabatnya yang lain yang mereka hukum gantung pada tanggal 7 Desember 1954.
Namun di atas tiang gantungan itu, kepala Syeikh Al-Mujahid, Muhammad Farghali tetap tegak, tersenyum dalam keberanian, gembira dengan iman, sembari mengulang-ulang ucapan para pendahulunya yang juga telah menuai syahadahnya, "Dan aku bergegas kembali kepada-Mu, Tuhanku, agar Engkau ridha." Salah satu ucapannya yang terkenal adalah, "Sesungguhnya saya selalu siap menghadapi kematian, bahagia berjumpa dengan Allah Ta'ala". Benarlah firman Allah Azza wa Jalla yang mengatakan:
من المؤمنين رجال صدقوا ما عاهدوا الله عليه فمنهم من قضى"نحبه ومنهم من ينتظر وما بدلوا تبديلا
" Di antara orang-orang mu'min itu ada orang-orang yang menepati apa yang telah mereka janjikan kepada Allah; maka di antara mereka ada yang gugur. Dan di antara mereka ada (pula) yang menunggu-nunggu dan mereka tidak merubah (janjinya),." (QS. Al-Ahzab: 23)
Salah satu majalah Prancis 'Bari Matish', terbit pada tanggal 8 Desember 1954, menulis catatan peristiwa berikut ini: "Pada jam 6 pagi kemarin, 7 Desember 1954, bendera hitam dikibarkan di dalam penjara Kairo, dimana para terdakwa yang akan dijatuhi hukuman mati digiring ke tiang gantungan dengan kaki telanjang dan baju eksekusi berwarna merah. Hukuman gantung itu dijatuhkan kepada enam orang Ikhwanul Muslimin, mereka adalah: Mahmud Abdul Lathif, Yusuf Thal'at, Handawi Duwair, Ibrahim ath-Thayyib, Muhammad Farghali dan Abdul Qadir Audah, pada jam 8 pagi.
Mereka yang dijatuhi hukuman gantung itu berjalan menuju tiang gantungan dengan  gagah berani. Seraya memuji Allah Ta'ala atas apa yang akan mereka peroleh berupa kemuliaan mati syahid. Syeikh Muhammad Farghali berkata, "Saya sungguh siap menjemput kematian, bahagia menyambut pertemuan dengan Allah Ta'ala."
Seluruh negara-negara Arab dan Islam sangat marah dan murka mendengar eksekusi tersebut. Negeri-negeri Syam dan beberapa negara Arab mengumumkan sebagai hari berkabung atas kematian enam anggota Ikhwanul Muslimin. Salah satu komentar terkait eksekusi tersebut disampaikan oleh ustadz Ali Thanthawi di Damaskus dan disebarluaskan oleh media massa Arab Islam. Beliau berkata:
"Andai saja perkara ini milikku, niscaya saya takkan menjadikannya sebagai hari berkabung, tapi saya jadikan sebagai hari bahagia dan kegembiraan. Saya tidak menjadikannya sebagai tempat berkumpul orang yang berduka, tapi pesta pernikahan para syuhada dengan bidadari syurga. Saya juga takkan duduk bersama Ikhwan menerima ucapan duka cita dan belasungkawa, tapi ucapan selamat.
Adakah harapan seorang Muslim selain mati syahid? Dan adakah ia meminta kebaikan selain husnul khatimah? Sesungguhnya saya –dan Allah menjadi saksi atas apa yang saya ucapkan- sangat berharap kematianku berada di tangan orang yang zalim pendosa, lalu saya berjalan menuju syurga sebagai syahid, dan pembunuhku berjalan menuju neraka. Saya peroleh kebahagiaan sebagai ganjaran bagiku, dan ia dapatkan derita karena ia timpakan siksaan bagiku. Seperti itulah siksaan Allah dan bukan siksaanmu, wahai Jamal. Siksaan dari Yang Maha Penolong bagi para wali-Nya. Yang Maha Kuasa atas segala musuh-musuh-Nya.
Di hadapan-Nya kelak engkau akan berdiri tanpa seorang pun bersamamu. Tidak ada pasukan, tank lapis baja, senjata atau perbekalan bersamamu. Engkau akan digiring satu-persatu ke hadapan-Nya, agar Ia tanyakan kepadamu darah suci yang engkau tumpahkan itu. Tentang jiwa-jiwa suci mengapa engkau bunuh? Tentang wanita-wanita muslimah yang senantiasa taat dan sabar, mengapa engkau jadikan mereka sebagai janda? Tentang anak-anak tak berdosa, mengapa engkau jadikan mereka sebagai yatim? Tentang jamaah da'i yang menyeru kepada Allah Ta'ala, mengapa engkau jadikan mereka musuh Allah dan Rasul-Nya?
Bila engkau ingin membela diri, maka siapkanlah dari sekarang, agar engkau tunjukkan kelak di hadapan pengadilan Allah Yang Maha Perkasa. Yang tidak menghukum dengan hukuman gantung, tapi dengan kehidupan abadi di dalam neraka. Dimana hukuman gantung itu ribuan kali jauh lebih kecil daripada siksa di dalamnya walau sedetik saja. Hari dimana tidak bermanfaat lagi harta, anak-anak, kelompok, pembantu, pedang, atau kekuasaan. Hari dimana timbangan berganti dan standar penilaian berubah, dan keutamaan itu milik yang utama, kepemimpinan  untuk orang shaleh. Derajat para raja akan turun, dan kedudukan rakyat jelata dinaikkan. Hari dimana penyeru akan berseru, "Milik siapakah kekuasaan hari ini?" Apakah kekuasaan hari itu milik para tiran? Milik para mayor? Apakah ia milik istana Backingham, Gedung Putih dan Kremlin? Tidak! Kekuasaan hari itu adalah milik Allah Azza wa Jalla Yang Maha Perkasa.
Apakah engkau akan temukan jalan yang tidak membawamu ke Padang Mahsyar, atau tempat yang tiada hisab untukmu? Apakah engkau tahu ada penguasa lain tempat engkau kembali kelak? Negeri Mesir telah diperintah oleh orang sebelum engkau; Faruq dan raja-raja Mamalik[1]. Dan sebelum mereka, negeri ini diperintah oleh Fir'aun dan Haman. Sekarang, dimanakah kini Faruq, raja Mamalik dan Fir'aun?  Manakah gerangan orang yang telah berbuat zalim, melampaui batas dan berkata, "Saya adalah tuhanmu yang maha tinggi? Mereka semua telah berada dalam rombongan malaikat Izrail, diiringi doa dan kutukan orang-orang yang teraniaya."
Semoga Allah Ta'ala senantiasa mencurahkan rahmat-Nya kepada asy-syahid, Syeikh Muhammad Farghali bersama para syuhada yang dihukum gantung bersamanya, dan orang-orang yang telah mendahului mereka. Semoga Allah senantiasa merahmati kita dan mengumpulkan kita dengan mereka pada kedudukan  yang benar, di sisi Allah, Raja Yang Maha Perkasa. Al-hamdulillah Robbal 'Alamin.
[Catatan]
Beberapa kalimat yang membutuhkan padanan kata bahasa Arab untuk lebih memahami artinya:
1. hamba-hamba materi, hawa nafsu, syahwat dan syubhat
2. mujahid yang kelak akan menghadapi kaum kafir dengan berbagai cara tanpa rasa takut atau khawatir.
3. mobilisasi ribuan pemuda mukmin dari seluruh penjuru dunia Islam
4. orang-orang hina yang takkan mampu menghadapi semangat dan kekuatan tekad orang-orang yang beriman


[1] ) Raja yang berasal dari keturunan budak

Jumat, 17 Juni 2011

Abdul Qadir Audah

Asy-Syahid, Abdul Qadir Audah
(1324-1373H = 1906-1954M)



Perkenalanku yang pertama dengan tokoh dan pakar undang-undang, hakim yang fakih, ustadz Abdul Qadir Audah terjadi pada tahun 1949, ketika saya tiba di Mesir untuk kuliah di Universitas al-Azhar. Saya bertemu dengannya saat bersama kawan-kawan mahasiswa di sebuah pertemuan halaqah dan mabit yang diadakan di salah satu ruang pertemuan kantor Ikhwanul Muslimin. Kami pun mendengar ceramah dan pelajaran yang disampaikannya. Saya juga merasa bahagia dapat berkunjung di kantornya dan disana bertemu dengan al-Akh al-Mujahid, pengacara Ibrahim ath-Thib yang bekerja di kantornya.

Sebagaimana saya juga mendengar pembelaannya untuk ikhwan di hadapan pengadilan Mesir. Alasannya sangat kuat, penjelasannya jelas dan analisanya sangat akurat. Ketika buku karyanya yang monumental itu terbit berjudul "at-Tasyri' al-Jinaai fi al-Islam, Muqaranah bil Qanun al-Wadh'i" (Undang-undang Perdata dalam Islam, Perbandingannya dengan Hukum Positif), Ikhwan menyambut antusias buku tersebut dengan berlomba-lomba mengkajinya sehingga menjadi buku paling laris saat itu. Buku itu juga menciptakan perubahan sangat besar pada diri para cendekiawan Mesir, karena karya tersebut memaparkan kemuliaan syariat Islam terhadap hukum positif yang berlaku, dan juga pernah digunakan sebagai solusi untuk menyelesaikan masalah kemanusiaan, problematika masyarakat dan hak-hak umat dan negara.
Buku ini juga dijadikan rujukan bagi para ulama, fuqaha, pakar undang-undang, dosen-dosen di berbagai perguruan tinggi, para hakim dan pengacara serta seluruh lapisan masyarakat. Sehingga buku tersebut telah cetak ulang lebih dari 13 kali, dan diterjemahkan ke dalam berbagai bahasa. Misalnya bahasa Inggris, Prancis, Turki, Urdu, Indonesia dan sebagainya.

Ketika ustadz Hasan al-Hudhaibi diangkat sebagai Mursyid 'Aam Ikhwanul Muslimin lalu ustadz Abdul Qadir Audah dipilih sebagai Wakil Ketua Umum Ikhwan, ia lalu mundur sebagai hakim dan memfokuskan diri dalam kerja dakwah sebagai bentuk tanggung jawab manajemen dan organisasi Jamaah Ikhwanul Muslimin hingga ia bertemu dengan Tuhannya sebagai syuhada di tiang gantungan pada tanggal 7/12/1954 atas perintah Jamal Abdul Nasser yang selama ini dendam kepada Abdul Qadir Audah karena kedudukan dan kekuatan kepribadiannya. Keputusan hukum gantung itu juga dijatuhkan kepada beberapa sahabat dekatnya: Muhammad Farghali, Yusuf Thal'at, Ibrahim ath-Thib, Mahmud Abdul Lathif dan Handawi Duwair.
Eksekusi hukuman gantung terhadap enam sahabat itu pun berakhir satu persatu di dalam penjara Mesir hanya dalam waktu 3 jam. Dan pada hari itu, murka dan amarah berdatangan dari berbagai negara Arab dan Islam kepada pemerintah Mesir yang tetap bergeming dengan keputusannya. Tak bermanfaat sedikit pun rekomendasi dan permintaan maaf yang disampaikan para raja, pemimpin dan tokoh-tokoh dunia serta ulama dan kaum Muslimin agar Abdul Nasser yang tiran membatalkan keputusan itu. Ia bahkan mengakui kejahatan dan dosa atas pembunuhan mereka—sebagai bentuk kezaliman dan permusuhan—dan kelak ia pasti menuai siksaan dan hukuman dari Yang Maha Esa pada hari tak bermanfaat lagi harta dan anak-anak.

Kedudukannya yang Penting
Ustadz Abdul Qadir Audah adalah salah satu tokoh pergerakan Islam kontemporer. Salah satu da’i Islam pada masa kini dan pemimpin besar Ikhwanul Muslimin. Kalimat-kalimat yang diucapkannya didengar dengan sangat baik, posisinya penting, khususnya bagi Ikhwanul Muslimin dan seluruh masyarakat Mesir pada umumnya. Dia juga memiliki peran sangat menentukan dalam perjalanan berbagai peristiwa yang terjadi di Mesir, setelah kematian Imam Syahid Hasan al-Banna pada 12/2/1949M. Ia memikul beban dakwah ini bersama bersama Ustadz Hasan al-Hudhaibi, Mursyid kedua Ikhwanul Muslimin.

Ustadz Abdul Qadir Audah adalah intelektual cakap, hakim berpengalaman, pakar undang-undang yang brillian, apalagi setelah diterbitkannya buku-buku beliau lainnya setelah bukunya yang monumental "at-Tasyri' al-Jinaa'I fi al-Islam". Di antara karyanya yang lain itu adalah, al-Islam wa Aodha'una al-Qaanuniyah, al-Islam wa Aodha'una as-Siayasiah, al-Islam baena Jahli abnaaihi wa 'Ajzi Ulamaaihi, al-Maalu wa al-Hukmu fi al-Islam, dan buku-buku lainya, disertasi, penelitian, dan makalah yang sudah beberapa kali cetak ulang dan diterjemahkan ke dalam banyak bahasa. Bahkan banyak mahasiswa Islam di berbagai dunia Arab dan Islam yang mengajukan program S1 dan S2 melalui karya-karya asy-Syahid Abdul Qadir Audah, karena dianggap sebagai pakar dalam bidang tersebut.

Dalam bukunya, at-Tasyri' al-Jinai fi al-Islam, Ustadz Abdul Qadir Audah menulis, "Ketika saya membandingkan antara undang-undang yang kita gunakan pada masa ini dengan syariat, maka saya sesungguhnya sedang membandingkan antara undang-undang yang berubah, berkembang dan berjalan sangat cepat menuju kesempurnaan sehingga nyaris sampai pada batas kesempurnaan—sebagaimana yang mereka katakan—dengan syariat yang turun sejak 13 abad silam dan tidak mengalami perubahan sejak dahulu dan takkan berubah atau tergantikan hingga masa yang akan datang. Syariat yang pada tabiatnya takkan mengalami perubahan dan revisi, karena ia datang dari Allah, dan tidak ada perubahan pada kalimat Allah. Karena syariat itu juga berasal Kalam Allah yang menyempurnakan segala sesuatu. Dan segala sesuatu yang diciptakannya tidak lagi membutuhkan penyempurnaan dari ciptaan-Nya.

Ketika kita sedang membandingkan kedua hal itu, maka kita sesungguhnya sedang membandingkan antara pendapat dan teori terbaru dalam undang-undang dengan yang lama dalam syariat. Atau kita sedang membandingkan antara yang baru yang dapat berubah dan direvisi dengan yang lama yang tidak dapat menerima perubahan dan revisi.


Saat itulah kita akan melihat dan merasakan perbandingan tersebut, bahwa yang lama dan tetap lebih baik daripada yang baru tapi berubah. Antara syariat sebagai aturan yang telah lama, lebih baik daripada ketika kita membandingkan dengan hukum positif masa kini. Adapun hukum posistif, walau mencakup berbagai pendapat disertai prinsip dan teori-teori baru, namun ia tetap jauh lebih rendah derajatnya daripada syariat Allah Ta'ala.

Kesadaran terhadap Tanggung Jawab
Ustadz Abdul Qadir Audah berkata, "Saya merasa memiliki kewajiban yang harus saya tunaikan segera, demi syariat, demi kawan-kawanku yang terdiri dari para tokoh undang-undang dan demi mereka yang mempelajarinya melalui riset lapangan. Kewajiban itu adalah memaparkan kepada manusia hukum-hukum syariat dalam masalah pidana dengan bahasa yang dipahami dan akrab bagi mereka. Sekaligus berusaha memperbaiki informasi dan pengetahuan yang dimiliki oleh pakar undang-undang tentang syariat, lalu menyebarluaskan di tengah manusia hakikat yang menghalangi mereka untuk mengetahui semua itu sejak dahulu disebabkan oleh kebodohan.

Undang-undang yang ada adalah buatan manusia, sementara syariat adalah ciptaan Allah. Hukum dan undang-undang yang berlaku dewasa ini sesungguhnya mempresentasikan kelemahan, kekurangan dan ketidakmampuan manusia. Dengan demikian, undang-undang tersebut sangat mungkin mengalami perubahan dan revisi, atau apa yang kita sebut dengan perkembangan. Ketika terjadi perkembangan pada sebuah jamaah atau lembaga ke arah yang tidak terduga, atau menemukan sebuah kondisi yang tidak pernah diprediksi kemunculannya, maka undang-undang itu akan selalu kurang dan takkan mungkin mencapai derajat kesempurnaan selama pembuat dan penyusunnya tidak mendapat predikat sempurna dan tidak memiliki kemampuan mengetahui apa yang akan terjadi berikutnya, walau ia sangat memahami apa yang telah terjadi.
Adapun syariat, maka pembuatnya adalah Allah Azza wa Jalla, yang di dalamnya mempresentasikan kemampuan Sang Pencipta, kesempurnaan, keagungan dan penguasan-Nya atas apa telah dan sedang terjadi. Dengan demikian syariat tersebut diciptakan Allah Yang Maha Mengetahui segala sesuatu yang terjadi sekarang dan akan datang. Demikian pula ilmu-Nya yang meliputi segala sesuatu. Ini adalah perkara mulia yang tidak akan tergantikan. Firman-Nya:

"Dan tidak ada pergantian pada kalimat Allah." Karena itu, ia tidak butuh perubahan dan revisi walau pun waktu terus berjalan, negeri ini mengalami perubahan dan manusia berjalan menuju kemajuannya."
Ustadz Mahmud Abdul Halim menceritakan kepada kami tentang Ustadz Abdul Qadir Audah dan hubungannya yang erat serta kedekatannya dengan Imam Syahid Hasan al-Banna dan ustadz Hasan al-Hudhaibi. Dalam bukunya "Al-Ikhwan al-Muslimun, Ahdats Shana'at at-Tarikh", Ustadz Abdul Halim Mahmud berkata, "Pada awalnya, Ustadz Abdul Qadir Audah memimpin sekelompok Ikhwan yang tetap berprasangka baik kepada Abdul Nasser, menyikapinya prilakunya dengan baik sebagai anggapan bahwa dia adalah salah satu perwira Ikhwan yang harus diberi dukungan."
Tidak dapat diragukan lagi bahwa ustadz Abdul Qadir Audah mampu menempati hati Ikhwan dengan cinta, penghormatan dan penghargaan. Bahkan saya merasa paling cinta, menghargai dan mengormatinya. Dia adalah kawan tercinta yang paling dekat pada hatiku di antara Ikhwan lainnya, dan paling saya kagumi dan cintai.

Ustadz Abdul Qadir Audah adalah sosok yang sangat dicintai oleh Imam Syahid Hasan al-Banna di kalangan Ikhwan. Ia terkadang menyebutnya penuh kebanggaan dan kemuliaan. Ketika Ustadz Hasan al-Hudhaibi diangkat sebagai Mursyid 'Aam Ikhwanul Muslimin, maka Ustadz Abdul Qadir Audah juga adalah sosok yang dekat dengannya. Dan mungkin saja Ustadz Hasan al-Hudhaibi yang menyarankan padanya agar meninggalkan jabatannya sebagai hakim agar ia dapat lebih fokus sebagai wakil ketua Ikhwanul Muslimin.
Mengenai usahanya dalam memerangi Inggris di Terusan Suez dan pengangkatan pimpinan Ikhwanul Muslimin untuk amal jihad melawan mereka, Ustadz Kamil Syarif menulis dalam bukunya, al-Muqawamah as-Sirriyah fi Qanaat as-Suwaeis (Perlawanan Rahasia di Terusan Suez), "Di tengah malam buta, Oktober 1951, saya menerima selembar telegram yang di dalamnya terdapat tanda tangan Ustadz Abdul Qadir Audah, wakil ketua Umum Ikhwanul Muslimin, yang memintaku agar datang menemuinya di Kairo untuk membahas sebuah perkara yang sangat penting. Dengan kereta api, saya segera berangkat ke Kairo. Di dalam rumahnya pembicaraan berkisar tentang situasi genting dan berbagai kebutuhan yang terkait dengannya. Ia juga menyampaikan padaku bahwa Ikhwanul Muslimin telah memutuskan untuk memasuki peperangan di Qanat (terusan) Suez, dan menugaskanku untuk mempelajari situasi dan kondisi di wilayah Qanat sekaligus mempersiapkan laporan yang lengkap.


Beberapa hari kemudian saya menerima informasi melalui telepon yang memintaku agar menghadiri sebuah rapat penting di Zaqazik yang juga akan dihadiri oleh ustadz Abdul Qadir Audah, Ustadz Mahmud Abduh dan sejumlah jenderal Nizham Khash. Dalam pertemuan itu saya diberitahu oleh ustadz Abdul Qadir Audah bahwa ustadz Mahmud Abduh telah ditunjuk sebagai panglima perang yang akan kami terima instruksi dan perintahnya.


Ketika perselisihan semakin berkobar antara Ikhwan dengan Perwira Revolusi, Abdul Nasser segera menampakkan dusta dan permusuhannya, mengingkari seluru janji dan kesepakatan yang pernah ia buat, mengkhianati amanah dan Ikhwanul Muslimin. Ustadz Abdul Qadir Audah sebagai wakil ketua umum Ikhwan lalu menerbitkan manifesto bersejarah yang membantah berbagai tuduhan dusta dan kebohongan yang dilontarkan Abdul Nasser terhadap Ikhwan. Adapun judul manifesto tersebut adalah Hadza Bayaan li an-Naas "Ini adalah Penjelasan bagi manusia." Sebagian cuplikan dari penjelasan tersebut sebagai berikut:
"Sesungguhnya dakwah kita telah melalui hari-hari yang sarat dengan berbagai peristiwa besar yang akan memiliki pengaruh terhadapnya pada masa yang akan datang, dan juga terhadap generasi yang akan datang. Adalah hak kalian untuk mengetahui berbagai peristiwa yang dihadapi dakwah ini, beragam situasi dan kondisi yang meliputi kalian dan dakwah ini agar semakin tampak jelas, sehingga sikap dan prilaku kita berada di atas kebenaran dan realita.

Apabila hak kalian terhadap pemimpin kalian adalah mencerahkan dan mengarahkan kalian, maka hak dakwah ini adalah ketika kalian melekatkan etika dakwah ini pada diri disertai batasan-batasannya. Pikiran kalian tunduk pada kekuasaannya, sehingga kalian tidak berfikir selain melalui Islam, tidak mengatakan sesuatu kecuali Islam menyukainya, dan kalian tidak beramal kecuali dalam bingkai Islam. Apabila kalian melakukan itu, maka sesungguhnya kalian telah mengikat diri-diri kalian dengan kitab Tuhan kalian, dengan Sunnah Rasullah dan menyempurnakan iman kalian. Ketahuilah bahwa tidak sempurna iman seorang mukmin sehingga ia berkata dan bekerja karena Allah dalam ridha dan amarah-Nya, cinta dan murka-Nya, dan dalam seluruh perbuatannya:

مَنْ أَحَبَّ للهِ وَأَبْغَضَ للهِ وَأَعْطَى للهِ وَمَنَعَ للهِ فَقَدِ اسْتَكْمَلَ الإِيْمَانِ رواه أبو داود، قال الألباني صحيح

Barang siapa yang cinta karena Allah, marah karena Allah, memberi karena Allah, menolak karena Allah, maka sungguh telah sempurna imannya [HR. Abu Dawud, Berkata al-Bani hadits ini shahih]
[Kalau disini ditulis juga teks Arabnye cakep nih]
Wahai Ikhwan sekalian, kita bukanlah pelaku kezaliman karena Islam melarang kezaliman. Kita juga bukan penyeru fitnah, karena itu lebih kejam dari pembunuhan. Dan tidaklah pantas bagi seorang mukmin bila ia menjadi tukang fitnah dan tukang laknat. Tapi kita kita berjalan di atas jejak Rasulullah saw.; mengajak kepada kebaikan dengan cara yang hikmah dan nasehat yang baik. Kita selalu menghindar dari menyampaikan nasehat yang buruk, dan berusaha membela dan membalas dengan cara yang lebih baik dengan mengutamakan adab seorang mukmin, kesabaran, dan keyakinannya pada pertolongan Allah Azza wa Jalla.

Untuk kedua kalinya Jamaah Ikhwanul Muslimin dibubarkan. Sebagian besar anggotanya di tangkap dan dipenjara dengan berbagai tuduhan dusta yang dakwakan kepada mereka, dan dimusuhi oleh media massa. Ini adalah ujian yang baru dan cobaan yang mendatangkan kabar gembira berupa keridoan Allah terhadap jamaah ini. Sudah menjadi sunatullah dalam jamaah ini bahwa akan terjadi proses seleksi dengan memisahkan yang baik dari yang buruk. Firman-Nya:

ما كان الله ليذر المؤمنين على ما أنتم عليه حتى يميز الخبيث من الطيب وما كان الله ليطلعكم على الغيب ولكن الله يجتبي من رسله من يشاء فآمنوا بالله ورسله وإن تؤمنوا وتتقوا فلكم أجر عظيم

Allah sekali-kali tidak akan membiarkan orang-orang yang beriman dalam keadaan kamu sekarang ini[*], sehingga dia menyisihkan yang buruk (munafik) dari yang baik (mukmin). dan Allah sekali-kali tidak akan memperlihatkan kepada kamu hal-hal yang ghaib, akan tetapi Allah memilih siapa yang dikehendaki-Nya di antara rasul-rasul-Nya[**]. Karena itu berimanlah kepada Allah dan rasul-rasulNya; dan jika kamu beriman dan bertakwa, Maka bagimu pahala yang besar. [Ali Imran, 3: 179]

[*] yaitu: keadaan kaum muslimin bercampur baur dengan kaum munafikin.
[**] di antara rasul-rasul, nabi Muhammad s.a.w. dipilih oleh Allah dengan memberi keistimewaan kepada beliau berupa pengetahuan untuk menanggapi isi hati manusia, sehingga beliau dapat menentukan siapa di antara mereka yang betul-betul beriman dan siapa pula yang munafik atau kafir.

Dan hari esok, jamaah ini kembali berada di tengah manusia dengan cahaya lebih terang, tekad lebih kuat, dan dahan yang lebih kokoh. Karena cobaan dan ujian yang terjadi berulang-ulang atasnya menjadi bukti kekuatan iman jamaah ini, kedekatannya kepada Allah Azza wa Jalla dan bukti kebenaran sabda Rasulullah saw.,
أَشَدُ النَّاسِ بَلاَءً الأَنْبِيَاءُ ثُمَّ الصَّالِحُوْنَ ثُمَّ الأَمْثَلُ فَاْلأَمْثَلُ ، يُبْتَلَى الرَّجُلُ عَلَى حَسْبِ دِيْنِهِ ، فَإِنْ كَانَ فِيْ دِيْنِهِ صَلاَبَةً زِيْدَ فِي البَلاَءِ رواه أحمد والبخاري والنساء وابن ماجه

"Manusia yang paling berat cobaannya adalah para nabi, kemudian orang-orang shaleh, lalu orang-orang yang mendekati mereka, kemudian orang yang mendekati mereka. Seseorang diuji sesuai dengan kadar agamanya. Apabila dalam agamanya terdapat keteguhan pada agamanya, maka akan semakin bertambah pula ujian pada dirinya."[HR.Ahmad, Bukhari, Nasai, dan Ibnu Majah]

Sabar menghadapi Cobaan
Setiap Ikhwan harus mampu menghadapi berbagai cobaan dan ujian dengan penuh kesabaran. Karena kesabaran, sebagaimana sabda Rasulullah saw. adalah setengah iman. Hendaklah mereka belajar dari orang-orang sebelum mereka yang tertimpa cobaan dan penderitaan sehingga mereka nyaris putus asa, dan pertolongan Allah pun datang kepada mereka. Sebagian sahabat Rasullah saw. datang kepadanya dan berkata, "Wahai Rasulullah, tidakkah engkau meminta pertolongan untuk kami, tidakkah engkau berdoa untuk kami?" beliau lalu berkata,

إِنَّ مَنْ كَانَ قَبْلَكُمْ،كَانَ أَحَدُهُمْ يُوْضَعُ المِنْشَارُ عَلَى مفرقة فَيَخْلِصُ إِلىَ قَدَمَيْهِ، لاَيَصْرِفُهُ ذَلِكَ عَنْ دِيْنِهِ، وَيُمْشِطُ بِأَمْشَاطِ الحَدِيْدِ، مَا بَيْنَ لَحْمِهِ وَعِظَمِهِ، لاَيَصْرِفُهُ ذَلِكَ عَنْ دِيْنِهِ، وَاللهِ لَيَتَمَنَّ اللهُ هَذَا الأَمْرُ، حَتىَّ يَسِيْرَ الرَاكِبُ مِنْ صَنْعَاءِ إِلَى حَضَرِمَوْتِ لاَ يَخَافُ إِلاَّ اللهِ وَالذِئْبُ عَلَى غَنَمِهِ وَلَكِنَّكُمْ قَوْمٌ تَسْتَعْجِلُوْنَ رواه أحمد والبخاري والنساء وابن ماجه

"Sesungguhnya di antara orang-orang sebelum kalian, ada yang diletakkan gergaji di atas tubuhnya lalu digergaji hingga terbelah sampai kedua kakinya, namun itu tidak membuatnya berpaling dari agamanya. Ada pula yang tubuhnya disisir dengan sisir besi, sehingga terpisah antara daging dan tulangnya semua itu tidak membuatnya berpaling dari agamanya. Demi Allah, niscaya Allah akan sempurnakan perkara ini sehingga setiap musafir yang berjalan dari Shan'a ke Hadramaut tidak takut kepada apapun selain Allah dan terkaman srigala terhadap kambing miliknya, tapi kalian adalah kaum yang sangat tergesa-gesa".[ HR.Ahmad, Bukhari, Nasai, dan Ibnu Majah]

Wahai Ikhwan, janganlah kalian berputus asa dari rahmat Allah. Berbaik sangkalah kalian kepada-Nya. Karena sesungguhnya rahmat-Nya lebih dekat dari dugaan kalian, dan lebih cepat dari penantian kalian. Simaklah hadits yang diriwayatkan darinya,

عَنْ أَبِى هُرَيْرَةَ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- قَالَ « لَوْ يَعْلَمُ الْمُؤْمِنُ مَا عِنْدَ اللَّهِ مِنَ الْعُقُوبَةِ مَا طَمِعَ بِجَنَّتِهِ أَحَدٌ وَلَوْ يَعْلَمُ الْكَافِرُ مَا عِنْدَ اللَّهِ مِنَ الرَّحْمَةِ مَا قَنِطَ مِنْ جَنَّتِهِ أَحَدٌ ».رواه مسلم

Seandainya seorang mukmin tahu hukuman yang berada di sisi Allah dia tidak berfikir dia masuk surga dan seandainya orang kafir tahu rahmat yang berada di sisi Allah, dia tidak putus asa dari surga-Nya [HR. Muslim]
Nasehat terakhir untuk Ikhwan adalah, agar mereka memperbaiki hubungannya dengan Allah Ta'ala dan saudara-saudaranya, saling meneguhkan diri dalam ketaatan kepada-Nya, tolong menolong dalam kebaikan dan takwa, bersiap siaga dan saling menasehati dalam kesabaran. Mereka juga harus mengetahui bahwa sesungguhnya Jamaah Ikhwanul Muslimin tidak dapat dibubarkan karena kertas-kertas miliknya disita, atau kantornya ditutup. Tapi Jamaah ini bubar bila hubungan mereka runtuh, jiwa mereka kosong dari cinta kepada saudara-saudara dan kepada dakwah ini. Dakwah ini tidak akan pernah lenyap bila di dalam hati mereka tumbuh cinta kepadanya, jiwa mereka senantiasa berzikir kepada Allah, dan selama mereka mempersembahkan jiwa-jiwa mereka untuk dakwah; hidup di dalamnya, hidup dengannya dan untuknya, serta berkorban di atas jalannya.

[Kalau di sini—sebelum paragraf selanjut berikut—dikasih arabnye bagus abis]
Bukan sesuatu yang berbahaya bagi dakwah ini bila kantor atau mimbarnya ditutup, selama setiap orang di antara kalian menjadikan hatinya sebagai ruang bagi dakwah, jiwanya sebagai benteng pertahanan. Selama ia mampu berbicara, maka tempat yang ia tempati adalah mimbar baginya.
Dakwah ini akan tetap hidup dan kuat, dia tetap memiliki kehormatan dan kemuliaan selama kalian berpegang teguh, saling mengikat, saling mencintai, bersabar dan saling menasehati dalam kesabaran. Allah berfirman:


 يا أيها الذين آمنوا اصبروا وصابروا ورابطوا واتقوا الله لعلكم تفلحون

Hai orang-orang yang beriman, Bersabarlah kamu dan kuatkanlah kesabaranmu dan tetaplah bersiap siaga (di perbatasan negerimu) dan bertakwalah kepada Allah, supaya kamu beruntung. [Ali Imran, 3: 200]

Allah Maha Besar dan untuk-Nya segala pujian. (Saudara kalian, Abdul Qadir Audah, Wakil ketua Umum Ikhwanul Muslimin).
Dengan keyakinan penuh kepada Allah, senantiasa bersandar kepada-Nya, melalui nasehat mulia dan metode yang menarik, ustadz Abdul Qadir Audah berbicara kepada Ikhwan dan mengingatkan apa yang harus mereka lakukan menghadapi cobaan yang meliputi mereka oleh Fir'aun yang tiran, sebagai realisasi dari apa yang diperintahkah oleh majikan mereka; Yahudi, kaum Salib, Zionis dan para penjajah.

Dalam bukunya, "Fi Qafilatil Ikhwan" , Ustadz Abbas as-Siisi berkata, "Yang layak disebutkan di sini bahwa faktor utama diadilinya ustadz Abdul Qadir Audah karena balas dendam dan untuk melepaskan diri darinya, karena posisinya yang sangat menakutkan ketika ia berada di samping Presiden Muhammad Najib di balkon Istana Abidin. Saat itu, Presiden Muhammad Najib meminta ustadz Abdul Qadir Audah naik ke atas balkon untuk menyambut ribuan massa yang menyemut di lapangan yang sangat luas di depan istana kepresidenan, dan meminta mereka agar kembali ke rumah mereka masing-masing. Tidak lama kemudian setelah Ustadz Abdul Qadir Audah memerintahkan massa yang sangat banyak itu bubar, mereka segera membubarkan diri dengan tenang, tertib dan teratur. Apa yang diperlihatkan oleh ustadz Abdul Qadir ketika itu menciptakan amarah dan kebencian dalan diri Abdul Nasser, namun ia hanya menyembunyikannya dalam hati. Saat itu pula ia mengetahui betapa sangat berbahayanya lelaki yang kalimat dan perintahnya dipatuhi dan ditaati ribuan massa."

Komentar Mursyid ketiga:
Mursyid 'Aam ketiga jamaah Ikhwanul Muslimin, Ustadz Umar Tilmisani berkata tentang ustadz asy-Syahid Abdul Qadir Audah, "Sesungguhnya Abdul Qadir Audah adalah seorang tokoh yang namanya akan selalu disebut, jejak kehidupannya tidak akan sirna, namanya takkan pernah dilupakan melalui kemuliaan karya-karyanya dan sikapnya dalam kebenaran dan kebaikan. Dia adalah sosok lelaki dengan berbagai keistimewaan dan keunikan yang menyatu dalam dirinya, dan hidup dengan nilai-nilai kebaikan dan keteladanan. Ia retas jalan kehidupan di atas prinsip-prinsip dan ushul, Ia temui kematian di atas jalannya, atau memikul berbagai jenis cobaan dan siksaan untuk semu itu.

Ustadz Abdul Qadir Audah rela berdiri di hadapan tiang gantungan dan semakin teguh memegang kebenaran. Dia melihat kematian dengan kedua matanya dan bersegera menyambut kedatangannya. Tak ada kejahatan yang ia lakukan selain karena kalimat yang ia katakan sejak berada di atas jalan itu, "Tuhanku Allah". Tak ada kejahatan yang ia perbuat selain karena ia mengingkari kezaliman yang dilakukan orang-orang zalim kepada manusia. Dan ia tidak dapat berdiam diri atas berbagai kezaliman dan kehinaan yang terjadi terhadap umat ini. Ia pun membayar semua itu dengan syahadah setelah menggoreskan di atas lembar sejarah kehidupannya dengan tinta emas yang tidak akan pernah pudar. Menanam dalam hati dan pikiran manusia kebaikan yang akan selalu dikenang di sepanjang hari yang akan terus berlalu.

Ketika Abdul Qadir Audah diangkat sebagai hakim, maka dia adalah mercusuar paling mencorong di antara hakim lainnya. Karena ia menolak menerapkan undang-undang lain kecuali undang-undang langit selama ia sanggup melaksanakannya. Ia menolak bila dirinya diikat dengan undang-undang bumi yang tidak sanggup memberikan rasa aman bagi manusia, ketenangan yang mereka cari dan cinta yang mereka dambakan.
Ia sosok pemberani dalam membela dan mempertahankan kebenaran, walau dunia dan segala isinya menentangnya. Karena yang ia inginkan adalah meraih ridha Tuhannya sebelum membuat seluruh manusia menjadi puas.

Ia berdiri di samping gerakan 23 Juli 1952, karena ia menduga bahwa Abdul Nasser akan mengimplementasikan beberapa point kebaikan yang selama ini ia kumandangkan di hadapan khalayak ramai. Apa yang dilakukannya membuat marah sebagian besar kawan-kawannya dan para pencintanya. Dan ketika kedok Abdul Nasser terbongkar dan mulai tampak hakikat yang sebenarnya, ia pun mengambil jalan yang ia haruskan untuk dirinya dalam kehidupannya selama ini—jalan kebenaran dan kejujuran—ketika Abdul Nasser berkata kepadanya, "Saya akan membunuh setiap orang yang coba menghalangi jalanku." Ustadz Abdul Qadir Audah berujar tegas, "Tapi siapa saja yang tersisa di antara mereka (tidak terbunuh olehmu) akan menghabiskan usianya untuk memberangus para tiran dan orang-orang zalim sepertimu".
Pada tanggal 28 Pebruari 1954, ribuan massa melakukan aksi menuntut agar pemerintah meninggalkan berbagai bentuk kezaliman dan menyingkirkan orang-orang zalim. Ribuan massa itu memenuhi lapangan Abidin, menuntut Presiden Muhammad Najib agar membebaskan para tahanan, dan menyingkirkan aparat yang kejam serta menghukum mereka yang telah membunuh beberapa demonstran ketika mereka menggelar aksi di Istana Nil, sekaligus menuntut agar pemerintah melaksanakan syariat Allah, Tuhan semesta alam.
Para penguasa negeri hari itu sadar betapa sangat gentingnya situasi saat itu. Mereka lalu meminta kepada para demonstran agar kembali ke rumah mereka masing-masing. Tapi para demonstran itu seakan tidak mendengar. Muhammad Najib lalu meminta bantuan asy-Syahid Abdul Qadir Audah agar menenangkan situasi, dan ia berjanji akan memenuhi tuntutan massa.

Dari atas balkon istana Abidin, asy-Syahid Abdul Qadir Audah meminta massa agar kembali ke kediaman mereka dengan tenang dan tertib, karena Presiden Muhammad Najib telah berjanji akan memenuhi permintaan mereka. Seketika itu juga, lautan massa yang memenuhi lapangan Abidin beranjak meninggalkan tempat itu. Melalui logika diktator yang menguasai negeri Mesir ketika itu, sudah seharusnya bagi mereka mengeluarkan keputusan menentukan terkait dengan Abdul Qadir Audah. Karena bila ia mampu memulangkan ribuan massa yang datang dari berbagai penjuru yang menuntut dibebaskannya belenggu kemerdekaan, melapangkan ruang kehidupan yang konstitusional, lurus dan bijaksana, memenuhi janji dan menunaikan amanah, maka asy-Syahid telah mempresentasikan dirinya sebagai petaka dan marabahaya bagi pemerintah sebagaimana dipahami oleh mereka, bahwa ia telah menekan lonceng yang seruannya akan segera didengar dan dipatuhi, sehingga umat pun bergerak untuk berdiri atau duduk.

Aksi ribuan massa di lapangan Abidin adalah konsideran pertama dan paling penting bagi penguasa untuk menjatuhkan hukuman gantung terhadap asy-Syahid Abdul Qadir Audah. Karena itu, tidak aneh bila ia dan sebagian besar sahabatnya ditangkap sore hari itu juga, lalu di tahan di penjara al-Harby dari jam 4 sore hingga pukul 7 pagi. Algojo dan petugas penjara bergantian memukulinya dengan buas dan kejam.
Ustadz Abdul Qadir Audah kemudian didakwa dengan berbagai tuduhan tidak mendasar. Mereka akhirnya menjatuhkan hukuman mati kepada asy-Syahid seraya menduga bahwa pembunuhan atas diri beliau akan berlalu begitu saja tanpa seorang pun akan peduli pada kematiannya. Tapi penguasa saat itu adalah Abdul Nasser, yang ketika intelejennya melaporkan padanya pengaruh dari hukuman mati yang dijatuhkan kepada Abdul Qadir Audah dalam jiwa manusia, intelejennya menulis kalimat Abdul Nasser yang dipublikasikan oleh beberapa media massa, "Sikap masyarakat terhadap kasus ini sangat aneh. Mereka tidak menyukai kejahatan. Tapi ketika pelaku kejahatan dihukum mati, maka mereka akan berbelas kasih kepadanya." Namun revolusi belas kasih dalam diri masyarakat tidak diperuntukkan bagi pelaku kejahatan, karena Abdul Qadir Audah bukan satu dari mereka. Tapi belas kasih itu muncul pada diri masyarakat karena kebencian terhadap kezaliman dan kesetiaan mereka terhadap orang-orang yang tak berdosa."

Ustadz kita Abdul Qadir Audah berdiri di hadapan pengadilan lolucon yang sengaja dibuat oleh penguasa. Di sana ia berkata, "Saya didakwa dengan berbagai dakwaan—yang apabila itu dianggap benar—maka sayalah penjahat itu, dan kalian adalah korban kejahatan. Saya sungguh tidak tahu hak korban kejahatan dalam pengadilan yang menjadikannya sebagai korban. Karena itu pula saya tidak pernah menemukan di dunia ini undang-undang yang memperbolehkan adanya pengadilan ini. Dan bagaimana mungkin dapat diterima oleh akal manusia bila seorang hakim di pengadilan sekaligus sebagai musuh dan penguasa?"

Di Tiang Gantungan
Ketika para algojo membawanya bersama sahabat-sahabatnya untuk dieksekusi mati, dengan penuh keberanian asy-Syahid Abdul Qadir Audah maju ke tali gantungan, seraya menyerahkan segala urusannya kepada Allah Ta'ala. Adapun kalimat terakhir yang diucapkannya sebelum eksekusi itu adalah, "Sesungguhnya tetes darahku akan menjadi laknat bagi setiap Perwira Revolusi (Abdul Nasser cs.)."
Dan Allah Ta'ala mengabulkan doanya; tetes darah Abdul Qadir Audah menjadi laknat atas mereka semua. Sehingga tak seorang pun dari pelaku kezaliman itu terlepas dari balasan Allah di dunia. Berbagai siksa dan penderitaan tak putus-putusnya menimpa mereka. Adapun Jamal Salim, ketua pengadilan terkena penyakit saraf. Saudaranya, Shalah Salim, ginjalnya tidak berfungsi, air kencingnya tertahan dan mati keracunan. Syamsu Badran, ia dihukum seumur hidup. Marsekal Abdul Hakm 'Amir mati bunuh diri atau keracunan. Hamzah Basuni ditabrak truk gandeng sehingga dagingnya cerai berai di tempat terbuka. Prajurit Ghanim ditemukan sudah jadi mayat di areal perkebunan. Mayor Yasin diserang oleh untanya sendiri, lalu menginjak lehernya hingga mati. Dan masih sangat banyak di antara pelaku kezaliman atau pembantu terjadi kezaliman terhadap Ikhwanul Muslimin, yang Allah Ta'ala perlihatkan kepada kita semua keajaiban kekuasaan-Nya.
Adapun pemimpin besar mereka, komandan kejahatan mereka, Abdul Nasser, maka kehidupannya dipenuhi dengan kecemasan dan ketakutan, saat dia tersadar atau dalam keadaan tidur. Bahkan aliran air menggenang di atas kuburannya sehingga menjadi pelajaran bagi orang-orang yang berakal. Dan Allah Ta'ala akan selalu memenangkan perkara-Nya.

Kita sudah melihat tanda-tanda kekuasaan Allah Azza wa Jalla pada diri orang-orang zalim yang telah melakukan kejahatan terjadap Ikhwanul Muslimin. Faruq menggebah Ikhwan pada tahun 1948, lalu ia disingkirkan sebagai raja dan diasingkan pada tahun 1952. Abdul Nasser melakukan kejahatan terhadap Ikhwan tahun 1954, lalu muncul agresi tiga negara terhadap Mesir, dan invasi Israel atas Sinai dan Port Sa'id. Ia lalu menggebahnya kembali pada 1965, dan Abdul Nasser mengalami kekalahan pada tahun 1967, dan tewas setelah kematian Abdul Hakim Amir. Maha suci Allah yang menunda balasan-Nya namun tidak pernah lalai.
Semoga rahmat Allah Ta'ala senantiasa tercurah kepada asy-Syahid Abdul Qadir Audah, dan semoga Allah mengumpulkan kita dengannya bersama para nabi, orang-orang shaleh, ash-shiddiqin dan para syuhada. Amin.