bintang


Kamis, 30 Juni 2011

Muhammad Farghali

Dai yang Mujahid, Asy-Syahid Muhammad Farghali
Awal perkenalan saya dengan Syaikh Muhammad Farghali terjadi pada akhir 1949, ketika saya tiba di Mesir untuk belajar di salah satu universitas. Saya bertemu beliau sebagai pembicara dan penasehat Ikhwan dalam acara katibah, perkemahan, usar dan acara wisata. Sejumlah tokoh Ikhwan juga turut memberi arahan dan nasehat dalam berbagai acara tersebut yang di antaranya adalah: al-Bahi al-Khuli, Abdul Aziz Kamil, Muhammad Farghali, Muhammad Abdul Hamid Ahmad, Muhammad al-Ghazali, Sayyid Sabiq dan lain sebagainya.
Saya melihat dalam diri Syaikh Farghali ketenangan dan kewibawaan, kemuliaan seorang mukmin, dan kefakihan sang mujahid. Ia berbicara dengan tenang, kalimatnya ringkas dan sederhana, makna dan tujuannya dalam. Mengandung kelembutan, kasih sayang dan cinta kepada Ikhwan. Ia sangat percaya dan yakin pada apa yang ada di sisi Allah berupa kemenangan bagi agama ini dan untuk hamba-hamba-Nya yang saleh apabila mereka jujur dengan Allah Ta'ala serta mengikhlaskan niat untuk-Nya.
Syaikh Farghali memandang enteng perkara musuh-musuh Allah yang datang dari Inggris, Yahudi, para pendukung mereka dan musuh-musuh bayaran. Menganggap mereka sebagai hamba-hamba materi, hawa nafsu, syahwat dan syubhat. Beliau juga menegaskan bahwa manhaj tarbiyah Ikhwan adalah jaminan yang dapat membentuk seorang Muslim yang hak. Karena manhaj itu bersumber dari Kitabullah, Sunnah Rasulullah saw dan ijma' ulama. Manhaj Tarbiyah Ikhwan juga adalah jaminan yang dapat mempersiapkan generasi mukmin mujahid yang kelak akan menghadapi kaum kafir dengan berbagai cara tanpa rasa takut atau khawatir.
Ia juga menekankan bahwa medan dakwah hari ini menuntut mobilisasi ribuan pemuda mukmin dari seluruh penjuru dunia Islam agar dapat mengisi medan dakwah sekaligus menghadapi orang-orang yang melakukan pengrusakan di muka bumi. Ketika mereka menemukan negeri-negeri ini kosong dari pemuda-pemuda mukmin, maka realitas itu akan membuat mereka semakin pongah dan leluasa melakukan pengrusakan, menebar kebatilan, suara mereka semakin tinggi, kian berani terhadap agama dan pemeluknya, serta merendahkan umat ini aib dan kehinaan [perlu dicek bahasa Arabnya seperti apa].
Semua itu terjadi karena umat kita dewasa ini berada di jurang keterpurukan. Tidak memiliki kekuatan dan pedang kebenaran, berada dalam cengkraman penguasa yang nota bene adalah kaki tangan penjajah yang berpihak pada musuh-musuh Islam. Mereka itulah yang memaklumatkan perang terhadap para dai, menghadang seruan kebenaran dan kebebasan, yaitu dakwah Islam yang agung yang telah diperbaharui urusannya di atas bumi Mesir oleh seorang tokoh pembaharu abad 14 hijriah, Imam Syahid Hasan al-Banna.
  Syeikh Muhammad Farghali adalah figur yang memiliki iman mendalam, keteguhan jiwa, dan tekad yang kuat dengan penampilan yang zuhud, lebih mengutamakan karya dari pada bicara, mencintai seluruh manusia, rela membantu mereka khususnya orang-orang yang lemah di antara mereka. Ia siap berada di samping mereka untuk mendapatkan hak-haknya, mengangkat keculasan dan kezaliman yang menimpa mereka.
Ustadz Muhammad Farghali juga senantiasa menghadang para pelaku kezaliman dan tiran yang berusaha menindas orang-orang lemah. Menghadapi mereka dengan penuh kekuatan penuh dan keteguhan. Itulah membuat mereka takut padanya dan menganggapnya memiliki kekuatan ribuan manusia. Bahkan hanya dengan menyebut namanya saja sudah cukup untuk menciptakan rasa takut dalam diri pasukan Inggris, Yahudi dan antek-anteknya. Mereka bahkan menjanjikan hadiah besar bagi siapa pun yang sanggup menangkap dan menyerahkannya kepada mereka hidup atau mati.
Kawan-kawan saya di universitas menceritakan padaku tentang sosok lelaki unik ini, dai dan mujahid yang menjadi kecintaan dan kepercayaan Imam Syahid Hasan al-Banna, ketergantungannya kepada Allah lalu kepada dirinya sendiri dalam menghadapi berbagai perkara dan peristiwa-peristiwa besar. Dia adalah sosok sahabat terbaik dalam setiap situasi dan kondisi.
Syaikh Farghali adalah bagian penting dalam sejarah perjalanan gerakan Ikhwanul Muslimin internasional sejak berdirinya, dan keterlibatan beliau di awal berdirinya Jamaah ini hingga Allah memuliakannya melalui syahadah di tangan Fir'aun Mesir; Abdul Nasser. Anggota jamaah Ikhwanul Muslimin dari kalangan orang tua dan pemuda melihat pada diri lelaki ini dengan pandangan hormat, cinta dan kesetiaan. Karena sifat-sifat kebaikan dan kewiraan yang lekat pada dirinya.
Ceramah-ceramah ia sampaikan dalam acara perkemahan, katibah, dan usar Ikhwan dapat merebut hati pendengarnya, karena mereka menemukan kejujuran, kejelasan, kesederhanaan, manisnya iman dan keikhlasan. Kalimat-kalimatnya keluar dari kedalaman relung hati dan merasuk ke dalam jiwa pendengarnya, dialog antara ruh untuk ruh, menggugah jiwa dan menggerakkan nurani, menyeru untuk beramal serius dan sungguh-sungguh di atas jalan Allah demi orang-orang lemah di muka bumi.
Ia juga menjelaskan untuk seluruh Ikhwan bahwa musuh-musuh Islam dari kalangan Yahudi, Salibis dan para penjajah adalah orang-orang hina yang takkan mampu menghadapi semangat dan kekuatan tekad orang-orang yang beriman. Pengalaman saat menghadapi mereka dalam perang Palestina membuktikan sifat penakut dan pengecut, serta lemahnya kekuatan mereka. Mereka bahkan kabur meninggalkan medan perang, bagai tikus buduk yang sangat ketakutan di hadapan mujahid Ikhwanul Muslimin. Andai bukan karena konspirasi internasional, dan lemahnya sebagian negara-negara Arab dan Islam, niscaya Palestina takkan jatuh di tangan mereka. Bukan itu saja. Bahkan Inggris, Prancis atau Amerika takkan pernah menancapkan eksistensinya di atas negeri Islam.
Ustadz Abbas as-Siisi berkata dalam bukunya "Fi Qafilatil Ikhwan", Syeikh Muhammad Farghali adalah salah satu dai Islam, dan pionir pertama Ikhwanul Muslimin. Beliau bekerja bersama Imam Syahid Hasan al-Banna sejak memulai dakwahnya di kota Ismailiyah. Imam Syahid lalu memilihnya dengan memberi beberapa tanggung jawab besar, dan ia pun menunaikan tugasnya dengan baik. Ia senantiasa berbaik sangka kepada Allah dan bersiap siaga di tengah kota dengan melakukan perlawanan, walau berada dalam kepungan penjajah Inggris. Namun ia berhasil menjadikan bumi Mesir guncang di bawah tapak kaki mereka.
Dalam bukunya "Mudzakkiraat ad-Dakwah wa ad-Da'iyah", Imam Syahid Hasan al-Banna berkata tentang Syeikh Muhammad Farghali, "Ketika pembangunan masjid yang diminta oleh pekerja perusahaan pengolahan kurma di Ismailiyah telah selesai, kami menugaskan Syeikh Muhammad Farghali yang ketika itu bekerja sebagai guru di Ma'had Hira untuk menjadi imam dan guru di masjid tersebut. Syeikh Muhammad Farghali pun tiba di sana dan menerima penyerahan masjid yang akan berada di bawah tanggung jawabnya. Sebuah tempat tinggal lalu disiapkan di samping masjid itu. Dan selanjutnya, spirit dan jiwanya pun dapat merasuk dalam diri para pekerja itu. Dalam beberapa minggu saja, pengetahuan, wawasan keislaman, spiritual dan jiwa sosial para pekerja itu mengalami peningkatan menakjubkan. Mereka telah mengetahui nilai diri mereka masing-masing, kemuliaan tugas mereka dalam kehidupan, dan keagungan diri mereka sebagai manusia.
Rasa takut, cemas, kehinaan dan kelemahan pun lenyap dari dalam diri mereka. Berganti dengan kemuliaan iman kepada Allah Ta'ala dan pengetahuan tentang tugas mulia mereka dalam kehidupan ini –Khalifah di muka bumi-. Mereka pun bersungguh-sungguh menunaikan tugasnya mengikuti sabda Rasulullah saw.,
إن الله يحبإذا عمل أحدكم عملاً أن يتقنه
"Sesungguhnya Allah Azza wa Jalla cinta bila seorang dari kalian bekerja lalu menyempurnakannya."
Mereka tidak menuntut sesuatu yang bukan milik mereka. Tidak ditawan oleh ketamakan yang hina, dan tidak terbelenggu oleh syahwat yang rendah. Maka seorang dari mereka berdiri dihadapan pimpinannya dengan kepala tegak penuh etika dan sopan santun. Mereka berbicara kepada atasannya dengan alasan dan logika yang kuat. Tidak mengucapkan kata-kata kotor, kasar, atau menampakkan sesuatu dengan maksud menghina atau merendahkan. Mereka juga bersatu dalam ukhuwah yang kuat, menyatu dalam cinta, kesungguhan dan amanah.
Namun cara seperti itu ternyata tidak menyenangkan para pemimpin perusahaan itu. Mereka akhirnya sepakat bahwa bila situasi seperti ini berjalan terus, maka kekuasaan perusahaan akan berpindah ke tangan Syeikh  Muhammad Farghali, dan setelah itu, tidak seorang pun yang mampu mengendalikannya dan mengendalikan [perlu dicek bahasa Arabnya seperti apa] para pekerja itu. Persepsi seperti itulah yang muncul dalam kepala para pimpinan perusahaan tersebut. Mereka kemudian berfikir untuk menyingkirkan Syaikh yang kuat dan teguh pendirian ini dari pekerjaannya.
Kepala bagian lalu diutus untuk menemuinya, dan berkata kepadanya, "Bapak Direktur memberitahukan padaku bahwa perusahaan ini sudah tidak membutuhkan tenaga dan pengabdianmu, dan berfikir untuk mengangkat pegawai lain yang dapat menggantikan pekerjaanmu di masjid. Ini gajimu sampai hari ini sesuai perintah direktur."
Dengan tenang Syeikh Farghali menjawab, "Saya tidak pernah menganggap diriku sebagai pegawai di perusahaan pengolahan kurma ini. Andai saya mengetahui hal itu, niscaya saya takkan bekerja disini. Tapi yang saya tahu adalah, bahwa saya karyawan Ikhwanul Muslimin Ismailiyah yang ditempatkan di perusahaan ini, dan saya menerima gajiku dari mereka yang kemudian dialihkan kepada kalian. Saya sendiri melakukan perjanjian kerja dengan mereka dalam tugas ini dan bukan dengan kalian. Karena itu, saya tidak dapat menerima gaji yang kalian berikan, dan takkan meninggalkan pekerjaan ini, walau dengan kekuatan sekalipun. Kecuali bila ketua Jamaah Ikhwan memerintahkanku meninggalkan tugas ini, lalu mengangkat yang lain sebagai penggantiku. Beliau ada di hadapan kalian di Ismailiyah. Bersepakatlah dengannya sesuai keinginan kalian." Ia lalu minta izin dan pulang.

Argumentasi yang Logis
Imam Syahid Hasan al-Banna menambahkan dalam memoarnya, "Masalah tersebut akhirnya sampai di tangan manajemen perusahaan. Mereka akhirnya hanya dapat bersabar selama beberapa hari, seraya berharap semoga Syeikh Farghali meminta gajinya. Namun sebelum itu, ia telah menghubungiku di Ismailiyah. Kami lalu menyarankan padanya agar tetap dengan pekerjaannya dan tidak meninggalkan tempat tersebut saat ini.”
Alasan kuat dan rasional yang dikatakan syeikh Farghali memaksa perusahaan mendatangi pihak manajemen. Direktur perusahaan itu lalu menghubungi Gubernur Terusan Suez, yang selanjutnya menghubungi pejabat di Ismailiyah dan berpesan kepadanya agar segera mengirim pasukan untuk mengatasi masalah yang terjadi di perusahaan itu. Pejabat Distrik Ismailiyah lalu datang bersama pasukannya di kantor direktur perusahaan. Ia kemudian mengutus bawahannya memanggil Syaikh menghadap kepadanya. Tapi Syeikh Farghali berkata kepada utusan tersebut, "Saya tidak punya kepentingan dengan pejabat itu, juga tidak kepada direktur perusahaan, karena pekerjaan saya di masjid ini. Bila salah seorang dari mereka memiliki kebutuhan, maka ia bisa datang kepadaku."
Karena Syaikh menolak, pejabat Ismailyah akhirnya datang dan memintanya memenuhi permintaan direktur perusahaan; meninggalkan pekerjaannya dan kembali ke Ismailiyah. Namun Syaikh Farghali hanya mengatakan kepadanya kalimat yang sama seperti yang dikatakannya kepada direktur perusahaan. Ia lalu menambahkan, "Engkau bisa mendatangiku di Ismailiyah dengan sebuah kalimat agar saya meninggalkan tempat ini. Bila engkau ingin menggunakan kekuatan, maka terserah engkau saja. Tapi ketahuilah,  bahwa saya takkan pernah keluar meninggalkan tempat ini kecuali bila saya telah menjadi mayat."
Berita itu pun terdengar di telinga para karyawan perusahaan yang segera meninggalkan pekerjaan mereka untuk mendatangi kantor perusahaan penuh amarah. Karena takut terjadi sesuatu yang tidak dikehendaki, pejabat segera meninggalkan tempat itu dan kembali ke Ismailiyah. Ia lalu menghubungiku untuk menegosiasikan hal tersebut. Tapi saya menolak dan berkata bahwa saya harus memikirkan perkara ini dahulu, lalu mengadakan pertemuan dengan Dewan Pengurus Yayasan untuk selanjutnya memberi jawaban tentang hal ini.
Satu hal yang sangat menyedihkan dan harus saya katakan terkait dengan  kasus ini, adalah bahwa saya akhirnya ke Kairo untuk menemui satu-satunya anggota Dewan Direksi Perusahaan berkebangsaan Mesir dengan harapan memberi dukungan. Namun ternyata ia menolak berpihak pada kemaslahatan karyawan, ia hanya berpihak pada pandangan perusahaan, direkturnya, dan sangat jauh dari perasaan yang dapat menunjukkan solidaritas atau nasionalisme kebangsaan.
Setelah itu, saya menemui direktur perusahaan dan bertanya kepadanya faktor apa saja yang ia benci dari Syeikh Muhammad Farghali. Dan saya tidak menemukan jawaban lain darinya selain bahwa mereka menghendaki seseorang yang mampu menerima seluruh tuntutan mereka. Saya masih ingat kalimat yang diucapkannya, "Saya memiliki banyak kawan yang berasal dari para pemimpin kaum Muslimin. Saya pernah tinggal di Aljazair selama 20 tahun. Tapi saya tidak pernah menemukan seorang pun dari mereka seperti sosok Syaikh ini, yang memberlakukan kebijakan militer terhadap kami. Ia seperti seorang jendral."
 Saya lalu menyanggah ucapannya dan berusaha memberinya pemahaman bahwa bahwa kata-katanya itu salah, karena perusahaan inilah sesungguhnya yang bersifat keras terhadap para karyawan, mengurangi hak-hak mereka, merendahkan sifat kemanusiaan mereka, kikir terhadap mereka dan upah mereka yang minim. Sementara pada saat yang sama, perusahaan memperoleh keuntungan besar berlipat ganda, dan semakin bertumpuk. Sehingga sudah seharunya bila manajemen perusahaan seperti itu diperbaiki, dan perlu juga diyakinkan bahwa perusahaan ini merasa cukup dengan keuntungan yang sewajarnya.
Akhirnya kami sepakat bahwa Syaikh Muhammad Farghali tetap tinggal di masjid tersebut selama dua bulan bila ia menghendakinya, dan perusahaan harus tetap menghormati keberadaannya hingga masa tugasnya berakhir, serta meminta secara resmi kepada Ikhwanul Muslimin seseorang yang dapat menggantikan posisinya. Syeikh pengganti beliau juga harus digaji lebih besar dari sebelumnya, disediakan tempat dan seluruh kebutuhannya. Pada akhir bulan kedua, syeikh Farghali lalu meninggalkan perusahaan itu dan digantikan oleh Ustadz Syafi'i Ahmad. Dakwah ini terus berlalu, meretas jalannya di atas sahara nan tandus dengan menyebut asma Allah saat berlayar dan berlabuh.

Jihad di Palestina
Syaikh Muhammad Farghali termasuk orang yang bersegera menyambut seruan jihad Palestina pada tahun 1948. Ia memasuki wilayah perang itu memimpin pasukan mujahidin Ikhwanul Muslimin. Imam Syahid Hasan al-Banna telah memaklumatkan bahwa pembebasan tanah Palestina yang dilakukan oleh Mujahidin Ikhwan lebih dekat daripada melalui pasukan pemerintah yang nota bene berada di bawah kendali penjajah asing. Walau pemerintahan an-Naqrasyi mengawasi dengan sangat ketat perbatasan untuk menghalangi para Mujahidin Ikhwan menyelusup ke wilayah Palestina, dan walau pun penjajah Inggris berhasil menutup seluruh perbatasan Palestina agar tidak dapat ditembus oleh para mujahidin Ikhwan, namun mereka berhasil menyelusup dan menerobos setiap rintangan memasuki wilayah Palestina untuk membantu saudara-saudara mereka di sana.
Syeikh Muhammad Farghali adalah salah satu pimpinan Ikhwanul Muslimin paling menonjol yang mengharuskan adanya latihan perang untuk saudara-saudara mereka di Palestina. Merekalah yang kemudian turut menyerang pos-pos Yahudi dan koloni-koloni mereka.

Kepahlawanannya
Salah satu karya kepahlawanan Syaikh Farghali di Palestina adalah, ketika ia keluar bersama delapan orang Ikhwan Mujahidin ke belakang garis perbatasan Yahudi. Mereka lalu menyelusup memasuki ke wilayah jajahan Yahudi sebelum fajar menjelang. Syeikh Muhammad Farghali naik ke tempat paling tinggi lalu mengumandangkan adzan subuh. Mendengar kumandang adzan tersebut, pasukan Yahudi mengira bahwa Ikhwanul Muslimin telah menguasai wilayah mereka sejak malam hari, sehingga mereka segera lari tunggang-langgang meninggalkan benteng pertahanan mereka.
Pagi keesokan harinya, Mujahidin Ikhwan lalu menyerahkan wilayah jajahan tersebut kepada pasukan Mesir tanpa harus menggunakan senjata atau tetesan darah. Seperti itulah keberanian Syaikh Muhammad Farghali. Ditambah lagi dengan ketakutan Yahudi terhadap pasukan Ikhwanul Muslimin.
Pada tahun 1951, pemerintahan Mesir menghapuskan perjanjian dengan Inggris yang disepakati pada tahun 1936. Namun Inggris memandang rendah pembatalan perjanjian itu. Syaikh Farghali bersama Ikhwan kembali memasuki medan perang dengan penuh semangat, ketulusan dan keberanian melawan musuh di atas pesisir Terusan Suez, hingga membuat Presiden Prancis [seharusnya ini adalah Perdana Menteri Inggris] ketika itu, Winsthon Churchil mengeluarkan statemen dan pernyatannya yang terkenal di London. Ia berkata, "Ada satu elemen baru yang sekarang turut terlibat dalam peperangan."
Peperangan hebat terus berkecamuk antara relawan Mesir dengan pasukan imperialis Inggris di atas Terusan Suez, kamp-kamp at-Tal al-Kabir, di barak-barak pasukan Inggris, di Port Sa'id, Ismailiyah, dan Suez. Disinilah darah para syuhada mengalir dan ruh mereka kembali ke haribaan Tuhannya.
Realitas ini membuat Inggris semakin yakin bahwa mereka takkan mungkin berdiam semakin lama di hadapan unsur baru yang terdiri dari relawan Ikhwanul Muslimin. Keberanian dan kepahlawanan yang tampak pada diri Syeikh Muhammad Farghali sungguh menciptakan rasa takut dalam diri pasukan Inggris. Sehingga mereka mengeluarkan sayembara dengan hadiah sangat besar bagi siapa pun yang dapat menangkap Syeikh Farghali, hidup atau mati. Tapi usaha mereka sia-sia belaka.
Dai yang sarat pengalaman ini, Syaikh Muhammad Farghali adalah ketua Ikhwanul Muslimin di Distrik Ismailiyah, dan didukung oleh tangan kanannya yang senantiasa membantunya, mujahid pemberani Yusuf Thal'at. Kedua orang inilah yang menjadi sumber ketakutan bagi kekuatan pasukan imperialis Inggris di Terusan Suez.

Abdul Nasser Berusaha Menciptakan Fitnah Perpecahan.
Hal ini dinyatakan oleh ustadz Kamil Syarif di dalam bukunya 'al-Muqowamah as-Sirriyah fii Qanaat Suez' (Perlawanan Rahasia di Terusan Suez), "Pertama kali saya mengenal Syaikh Muhammad Farghali pada hari dimana ia menemani Imam Syahid Hasan al-Banna dalam perjalanannya di wilayah pertempuran di Palestina. Saat itulah hubungan kami menjadi erat, apalagi ketika kami bekerja bersama-sama dalam perang Palestina, dan pengetahuanku yang kian dalam tentang dirinya membuatku semakin kagum padanya.”
Sisi kebaikan yang dimilikinya membuat Anda harus menghormati dan menghargainya, yang juga menjadi kunci kepribadiannya adalah kebersihan diri dari dosa-dosa kecil, dari berbagai permusuhan [perlu dicek bahasa Arabnya seperti apa], dan kebersihan diri dari dari segala sesuatu yang mengandung aib. Dia memiliki perhatian sangat besar pada reputasi dakwah dan sistemnya, serta memiliki kecemburuan besar terhadap kewibawaan dan kehormatan dakwah.
Saya masih ingat, ketika saya bersama Syaikh Muhammad Farghali mewakili Ikhwan mengikuti pertemuan di kantor Mayor Abdul Nasser yang ketika itu menjabat sebagai menteri Luar Negeri  dalam kabinet Muhammad Najib. Pertemuan itu juga dihadiri sejumlah Perwira Revolusi, antara lain adalah: Abdul Hakim Amir, Shalah Salim, dan Husain Kamaluddin. Para perwira revolusi itu rupanya ingin mengadu domba antara Syaikh Farghali dengan Mursyid 'Aam, Hasan al-Hudhaebi dengan menyebutkan jihad Syaikh Farghali di Palestina, Terusan Suez dan Nil, [ada kata yang hilang, perlu dicek bahasa Arabnya seperti apa] ketimbang pribadi al-Hudhaebi.
Mendengar puja-puji yang ditujukan kepadanya, Syaikh Farghali segera memutuskan pembicaraan mereka dan berkata penuh amarah, "Kalian harus mengetahui bahwa orang yang kalian bicarakan itu adalah pemimpin kita, dan pimpinan jamaah ini sekaligus. Karena itu saya menganggap bahwa pembicaraan kalian ini adalah penghinaan terhadap jamaah seluruhnya, dan kepada diriku secara khusus. Kalau cara kalian seperti ini, niscaya kalian takkan sampai pada tujuan yang dikehendaki sedikit pun." Kalimat itu sudah cukup untuk meyakinkan mereka bahwa mereka berada di hadapan sosok laki-laki yang pendirian teguh, dan pribadi yang kuat. Mereka akhirnya beralih pada pembicaraan yang lain.
Syaikh Muhammad Farghali bukan dari jenis tokoh agama yang hanya bergantung pada formalitas sambil mencari kedudukan dan jabatan. Tapi dia adalah mujahid sejati. Cukup bagi kita saat ia rela meninggalkan pekerjaan dan keluarganya menuju Palestina bersama mujahidin Ikhwan. Dan ketika perang Suez berkecamuk, sekali lagi ia rela tinggalkan keluarganya dan bergabung dengan para mujahidin.
Kamil Syarif melanjutkan tulisannya dalam buku yang sama, "Ketika Inggris mulai memprovokasi penduduk Terusan Suez dan melakukan kezaliman terhadap manusia, demonstrasi massa pun terjadi di seluruh distrik. Sehingga digelar sebuah kongres besar di Ismailiyah dipimpin oleh Syaikh Muhammad Farghali yang memutuskan untuk melakukan perlawanan dan penyerangan terhadap pasukan Inggris dengan kekuatan yang mereka miliki. Menggebah mereka di tempat persembunyian dan di tangsi-tangsi militer mereka.”
Syaikh Farghali dalam kapasitasnya sebagai ketua kongres, lalu membawa keputusan tersebut ke kantor sekretariat Umum Ikhwanul Muslimin di Kairo. Sekaligus memaklumatkan kepada seluruh pegawai yang bekerja di Terusan Suez agar melakukan pemogokan umum. Juga kepada para pedagang yang selama ini mensuplai bahan makanan dan perbekalan untuk pasukan Inggris agar menghentikan pengiriman barang. Semuanya bersatu bersama mujahidin Ikhwanul Muslimin untuk melawan dan memerangi Inggris.
Dalam peperangan tersebut, pasukan Mujahidin Ikhwan berhasil menewaskan prajurit Inggris dan melukai mereka dalam jumlah besar, selain menghancurkan tangsi-tangsi militer, jembatan-jembatan, tank, dan kendaraan lapis baja. Serangan tersebut membuat pasukan Inggris ketakutan dan mengumumkan keadaan darurat, serta melarang para prajuritnya keluar dari kediaman mereka setelah matahari tenggelam. Wibawa mereka segera runtuh di hadapan rakyat Mesir. Sehingga anak-anak kecil pun melempari mereka dengan bebatuan. Sebagian dari pasukan militer Mesir mulai bersemangat dan bergabung bersama Ikhwan dengan melatih para pemuda cara menggunakan peralatan perang dan mengajari mereka strategi peperangan.
Secara pribadi, saya juga berkesempatan menghadiri beberapa kali pertemuan yang di antaranya berlangsung di rumah Syaikh Muhammad Farghali, dan dihadiri sejumlah perwira Mesir dan pemimpin Ikhwanul Muslimin. Sementara Syaikh Farghali dan Yusuf Thal'at bersama bebeberapa orang kawan mereka dianggap oleh Inggris sebagai orang yang paling berbahaya. Kedua orang ini diawasi gerak-geriknya oleh intelejen dan mata-mata bayaran Inggris.
Majalah 'Rauz al-Yusuf' mempublikasikan sebuah wawacara panjang antara Syaikh Farghali dengan reporter majalah tersebut, dan menggambarkan syeikh Farghali sebagai sosok misterius yang sangat diperhitungkan oleh Inggris. Dalam wawancara yang dengan majalah tersebut, Syeikh Farghali berkata, "Ikhwanul Muslimin tidak bisa menghentikan serangannya terhadap Inggris sehingga kekuatan militer Inggris hengkang dari bumi Mesir. Maka cara terbaik yang dapat dilakukan Inggris untuk melindungi prajuritnya adalah menarik mereka dari wilayah Terusan Suez."
Itulah Syeikh Muhammad Farghali yang saya kenal sejak saya duduk di tahun pertama Universitas Al-Azhar hingga menamatkan pendidikanku di sana. Inilah sang pahlawan pemberani itu yang berhasil menggentarkan nyali orang-orang Yahudi dan Inggris. Demikianlah sejarah perjalanan hidupnya yang wangi semerbak tercatat dengan tinta emas.
Saksikan pula sang tiran, Abdul Nasser yang dengan sukarela menyerahkan kepala Syaikh Muhammad Farghali ke tiang gantungan untuk memenuhi dahaga majikannya; Yahudi, Inggris, Amerika dan Rusia, sebagai hadiah gratis bersama lima sahabatnya yang lain yang mereka hukum gantung pada tanggal 7 Desember 1954.
Namun di atas tiang gantungan itu, kepala Syeikh Al-Mujahid, Muhammad Farghali tetap tegak, tersenyum dalam keberanian, gembira dengan iman, sembari mengulang-ulang ucapan para pendahulunya yang juga telah menuai syahadahnya, "Dan aku bergegas kembali kepada-Mu, Tuhanku, agar Engkau ridha." Salah satu ucapannya yang terkenal adalah, "Sesungguhnya saya selalu siap menghadapi kematian, bahagia berjumpa dengan Allah Ta'ala". Benarlah firman Allah Azza wa Jalla yang mengatakan:
من المؤمنين رجال صدقوا ما عاهدوا الله عليه فمنهم من قضى"نحبه ومنهم من ينتظر وما بدلوا تبديلا
" Di antara orang-orang mu'min itu ada orang-orang yang menepati apa yang telah mereka janjikan kepada Allah; maka di antara mereka ada yang gugur. Dan di antara mereka ada (pula) yang menunggu-nunggu dan mereka tidak merubah (janjinya),." (QS. Al-Ahzab: 23)
Salah satu majalah Prancis 'Bari Matish', terbit pada tanggal 8 Desember 1954, menulis catatan peristiwa berikut ini: "Pada jam 6 pagi kemarin, 7 Desember 1954, bendera hitam dikibarkan di dalam penjara Kairo, dimana para terdakwa yang akan dijatuhi hukuman mati digiring ke tiang gantungan dengan kaki telanjang dan baju eksekusi berwarna merah. Hukuman gantung itu dijatuhkan kepada enam orang Ikhwanul Muslimin, mereka adalah: Mahmud Abdul Lathif, Yusuf Thal'at, Handawi Duwair, Ibrahim ath-Thayyib, Muhammad Farghali dan Abdul Qadir Audah, pada jam 8 pagi.
Mereka yang dijatuhi hukuman gantung itu berjalan menuju tiang gantungan dengan  gagah berani. Seraya memuji Allah Ta'ala atas apa yang akan mereka peroleh berupa kemuliaan mati syahid. Syeikh Muhammad Farghali berkata, "Saya sungguh siap menjemput kematian, bahagia menyambut pertemuan dengan Allah Ta'ala."
Seluruh negara-negara Arab dan Islam sangat marah dan murka mendengar eksekusi tersebut. Negeri-negeri Syam dan beberapa negara Arab mengumumkan sebagai hari berkabung atas kematian enam anggota Ikhwanul Muslimin. Salah satu komentar terkait eksekusi tersebut disampaikan oleh ustadz Ali Thanthawi di Damaskus dan disebarluaskan oleh media massa Arab Islam. Beliau berkata:
"Andai saja perkara ini milikku, niscaya saya takkan menjadikannya sebagai hari berkabung, tapi saya jadikan sebagai hari bahagia dan kegembiraan. Saya tidak menjadikannya sebagai tempat berkumpul orang yang berduka, tapi pesta pernikahan para syuhada dengan bidadari syurga. Saya juga takkan duduk bersama Ikhwan menerima ucapan duka cita dan belasungkawa, tapi ucapan selamat.
Adakah harapan seorang Muslim selain mati syahid? Dan adakah ia meminta kebaikan selain husnul khatimah? Sesungguhnya saya –dan Allah menjadi saksi atas apa yang saya ucapkan- sangat berharap kematianku berada di tangan orang yang zalim pendosa, lalu saya berjalan menuju syurga sebagai syahid, dan pembunuhku berjalan menuju neraka. Saya peroleh kebahagiaan sebagai ganjaran bagiku, dan ia dapatkan derita karena ia timpakan siksaan bagiku. Seperti itulah siksaan Allah dan bukan siksaanmu, wahai Jamal. Siksaan dari Yang Maha Penolong bagi para wali-Nya. Yang Maha Kuasa atas segala musuh-musuh-Nya.
Di hadapan-Nya kelak engkau akan berdiri tanpa seorang pun bersamamu. Tidak ada pasukan, tank lapis baja, senjata atau perbekalan bersamamu. Engkau akan digiring satu-persatu ke hadapan-Nya, agar Ia tanyakan kepadamu darah suci yang engkau tumpahkan itu. Tentang jiwa-jiwa suci mengapa engkau bunuh? Tentang wanita-wanita muslimah yang senantiasa taat dan sabar, mengapa engkau jadikan mereka sebagai janda? Tentang anak-anak tak berdosa, mengapa engkau jadikan mereka sebagai yatim? Tentang jamaah da'i yang menyeru kepada Allah Ta'ala, mengapa engkau jadikan mereka musuh Allah dan Rasul-Nya?
Bila engkau ingin membela diri, maka siapkanlah dari sekarang, agar engkau tunjukkan kelak di hadapan pengadilan Allah Yang Maha Perkasa. Yang tidak menghukum dengan hukuman gantung, tapi dengan kehidupan abadi di dalam neraka. Dimana hukuman gantung itu ribuan kali jauh lebih kecil daripada siksa di dalamnya walau sedetik saja. Hari dimana tidak bermanfaat lagi harta, anak-anak, kelompok, pembantu, pedang, atau kekuasaan. Hari dimana timbangan berganti dan standar penilaian berubah, dan keutamaan itu milik yang utama, kepemimpinan  untuk orang shaleh. Derajat para raja akan turun, dan kedudukan rakyat jelata dinaikkan. Hari dimana penyeru akan berseru, "Milik siapakah kekuasaan hari ini?" Apakah kekuasaan hari itu milik para tiran? Milik para mayor? Apakah ia milik istana Backingham, Gedung Putih dan Kremlin? Tidak! Kekuasaan hari itu adalah milik Allah Azza wa Jalla Yang Maha Perkasa.
Apakah engkau akan temukan jalan yang tidak membawamu ke Padang Mahsyar, atau tempat yang tiada hisab untukmu? Apakah engkau tahu ada penguasa lain tempat engkau kembali kelak? Negeri Mesir telah diperintah oleh orang sebelum engkau; Faruq dan raja-raja Mamalik[1]. Dan sebelum mereka, negeri ini diperintah oleh Fir'aun dan Haman. Sekarang, dimanakah kini Faruq, raja Mamalik dan Fir'aun?  Manakah gerangan orang yang telah berbuat zalim, melampaui batas dan berkata, "Saya adalah tuhanmu yang maha tinggi? Mereka semua telah berada dalam rombongan malaikat Izrail, diiringi doa dan kutukan orang-orang yang teraniaya."
Semoga Allah Ta'ala senantiasa mencurahkan rahmat-Nya kepada asy-syahid, Syeikh Muhammad Farghali bersama para syuhada yang dihukum gantung bersamanya, dan orang-orang yang telah mendahului mereka. Semoga Allah senantiasa merahmati kita dan mengumpulkan kita dengan mereka pada kedudukan  yang benar, di sisi Allah, Raja Yang Maha Perkasa. Al-hamdulillah Robbal 'Alamin.
[Catatan]
Beberapa kalimat yang membutuhkan padanan kata bahasa Arab untuk lebih memahami artinya:
1. hamba-hamba materi, hawa nafsu, syahwat dan syubhat
2. mujahid yang kelak akan menghadapi kaum kafir dengan berbagai cara tanpa rasa takut atau khawatir.
3. mobilisasi ribuan pemuda mukmin dari seluruh penjuru dunia Islam
4. orang-orang hina yang takkan mampu menghadapi semangat dan kekuatan tekad orang-orang yang beriman


[1] ) Raja yang berasal dari keturunan budak

Tidak ada komentar:

Posting Komentar