HADITS KEDUA
2 -
" عن عمر رضي الله عنه أيضاً قال: " بينما نحن جلوس عند رسول
الله صلى الله عليه وسلم ذات يوم إذ طلع علينا رجل شديد بياض الثياب شديد سواد الشعر،
لا يُرى عليه أثر السفر، ولا يعرفه منا أحد، حتى جلس إلى النبي صلى الله عليه وسلم
فأسند ركبتيه إلى ركبتيه، ووضع كفيه على فخذيه وقال: يا محمد، أخبرني عن الإسلام، فقال
رسول الله صلى الله عليه وسلم: الإسلام أن تشهد أن لا إله إلا الله وأن محمداً رسول
الله، وتقيم الصلاة، وتؤتي الزكاة، وتصوم رمضان، وتحج البيت إن استطعت إليه سبيلاً.
قال: صدقت. فعجبنا له أن يسأله ويصدقه قال: فأخبرني عن الإيمان. قال: أن تؤمن بالله
وملائكته، وكتبه، ورسله، واليوم الآخر وتؤمن بالقدر خيره وشره. قال: صدقت. قال: فأخبرني
عن الساعة.قال: ما المسؤول عنها بأعلم من السائل. قال فأخبرني عن أماراتها. قال: أن
تلد الأمة ربتها، وأن ترى الحفاة العراة العالة رعاء الشاء يتطاولون في البنيان ثم
انطلق فلبثت ملياً، ثم قال: يا عمر، أتدري من السائل؟ قلت: الله ورسوله أعلم. قال:
فإنه جبريل أتاكم يعلمكم دينكم " رواه مسلم " .
Dari Umar bin Khaththab ra yang berkata,
“Ketika kami sedang
berada di samping Rasulullah saw pada suatu hari. Tiba-tiba muncullah pada kita
orang yang pakaiannya sangat putih, rambutnya sangat hitam, tidak terlihat padanya
bekas-bekas perjalanan, dan tidak ada seorangpun dan kami yang kenal dengannya.
orang tersebut duduk di dekat Rasulullah saw, menyandarkan kedua lututnya ke
lutut beliau dan meletakkan kedua tangannya ke kedua paha beliau. Orang tersebut
berkata, ‘Hai Muhammad, terangkan Islam kepadaku. ’
Rasulullah saw bersabda,
‘Islam ialah hendaknya engkau bersaksi bahwa tidak ada Tuhan yang berhak disembah
kecuali Allah dan bahwa Muhammad adalah utusan Allah, mendirikan shalat, membayar
zakat, berpuasa pada bulan Ramadhan, dan berhaji ke Baitu llah jika engkau mendapatkan
jalan kepadanya.’ orang tersebut berkata, ‘Engkau berkata benar ‘Kami heran padanya;
ia bertanya kepada Rasulullah saw, namun ia juga membenarkan beliau.
Orang tersebut
berkata lagi ‘Terangkan iman kepadaku.’ Rasulullah saw bersabda, ‘Hendaknya engkau
beriman kepada Allah, Malaikat-Malaikat-Nya, Kitab-kitab-Nya, Rasul-rasul-Nya,
Hari Akhir dan beriman kepada takdir; baik buruknya. ’
Orang tersebut berkata, ‘Engkau berkata
benar, terangkan ihsan kepadaku.’ Rasulullah saw bersabda, ‘Hendaknya engkau beribadah
kepada Allah seolah-olah engkau melihat-Nya. Jika engkau tidak dapat melihat-Nya,
sesungguhnya Dia melihatmu. ’
Orang tersebut
berkata, ‘Terangkan hari kiamat kepadaku.’ Rasulullah saw bersabda, ‘Orang yang
ditanya tentang hari kiamat tidak lebih tahu dari penanya.’
Orang tersebut
berkata, ‘Terangkan kepadaku tanda-tanda hari kiamat. ’
Rasulullah saw
bersabda, ‘Budak wanita melahirkan majikannya, engkau lihat orang yang telanjang
kaki, telanjang badan, fakir dan penggembala kambing saling meninggikan
bangunan.’
Setelah itu, orang tersebut
pergi dan aku tetap berada di tempat lama sekali hingga akhirnya Rasulullah saw
bersabda kepadaku, ‘Hai Umar tahukah engkau siapa penanya tadi?’ Aku menjawab ‘Allah
dan Rasul-Nya yang lebih tahu.’ Rasulullah saw bersabda, ‘Orang tadi adalah Jibril
yang datang kepada kalian untuk mengajarkan agama kepada kalian “ (Diriwayatkan
Muslim).
Hadits di atas diriwayatkan Muslim tanpa Al Bukhari.
Ia meriwayatkannya dari jalur Kahmas dari Abdullah bin Buraidah dari Yahya bin
Ya’mar yang berkata, “Orang yang pertama kali berbicara tentang bid’ah qadariyah
di Basrah ialah Ma’bad Al Juhari. Kemudian aku dan Humaid bin Abdurrahman Al
Himyari berangkat haji atau umrah. Aku berkata, ‘Jika kita bertemu salah seorang
sahabat saw, kita bertanya kepadanya tentang qadariyah.’ Kami bertemu
Abdullah bin Umar bin Khaththab yang ketika itu masuk Masjidil Haram kemudian aku
dan sahabatku merdekapnya; aku dan sebelah kanan Ibnu Umar sedang sahabatku di
sebelah kirinya. Aku kira sahabatku akan melimpahkan pembicaraan kepadaku. Aku
berkata, ‘Wahai Abu Abdurrahman (Ibnu Umar), di tengah-tengah kami muncul orang-orang
yang membaca Al Qur’an dan mencari ilmu, dan menyebutkan keutamaan lainnya, mereka
mengaku bahwasanya tidak ada takdir, dan bahwa segala sesuatu itu tidak didahului
takdir.’ lbnu Umar berkata, ‘Jika engkau bertemu mereka, katakan kepada mereka
bahwa aku berlepas diri dari mereka dan mereka berlepas diri dariku. Demi Dzat
yang dipakai sumpah oleh Ibnu Umar, seandainya salah seorang dari mereka
mempunyai emas sebesar gunung Uhud, maka tidak diterima darinya hingga ia
beriman kepada takdir.’ Ibnu Umar berkata lagi, ‘Bapakku, Umar bin Khaththab
berkata kepadaku bahwa ia berkata, ‘Ketika kami sedang berada di samping
Rasulullah saw pada suatu hari’ Ibnu Umar bin Khaththab menyebutkan hadits
tersebut dengan utuh. ”
Muslim juga meriwatkan hadits tersebut dari jalur lain;
sebagiannya merujuk kepada Abdullah bin Buraidah dan sebagian yang lain merujuk
kepada Yahya bin Ya’mar. Muslim menyebutkan bahwa di sebagian redaksi hadits
tersebut terdapat penambahan dan pengurangan.
Hadits tersebut juga diriwayatkan Ibnu Hibban di Shahih-nya
dari jalur Sulaiman At Taimi dan Yahya bin Ya’mar. Muslim juga meriwayatkan
hadits di atas dari jalur tersebut, namun ia tidak menyebutkan kalimatnya. Di
jalur tersebut terdapat banyak sekali penambahan, di antaranya tentang Islam,
Rasulullah saw bersabda,
وفي رواية ابن حبان أضاف إلى ذلك :
الاعتمار والغسل من الجنابة وإتمام الوضوء . وفي هذا تنبيه على أن جميع الواجبات
الظاهرة داخله في مسمى الإسلام.
وإنما ذكر ههنا أصول أعمال الإسلام التي
يبني الإسلام عليها .
وقوله
في بعض الروايات : فإذا فعلت فأنا مُسلم ؟قال : " نعم
“Dan engkau berhaji, berumrah, mandi jinabat, menyempurnakan
wudhu, (dan berpuasa Ramadhan). “Orang tersebut berkata, ‘Jika aku mengerjakan
hal-hal tersebut, apakah aku orang Muslim?” Rasulullah saw bersabda, “Ya. ”
Tentang
iman, Rasulullah saw bersabda, “Engkau beriman kepada surga, neraka, dan
timbangan. “Orang tersebut berkata, “Jika aku mengerjakan hal-hal tersebut, apakah
aku orang Mukmin ?” Rasulullah saw bersabda, “Ya. ”
Di akhir hadits di jalur tersebut dikatakan
bahwa Rasulullah saw bersabda, “Inilah Jibril datang kepada kalian untuk
mengajarkan agama kepada kalian. Karena itu, ambillah agama darinya. Demi Dzat Yang
jiwaku berada di Tangan-Nya, Jibril tidak pernah dijelmakan kepadaku sebelum
ini dan aku tidak mengenalnya hingga ia pergi”
Al Bukhari
dan Muslim meriwayatkan hadits tersebut di Shahih-nya masing-masing
dan Abu Hurairah ra yang berkata,
“Fada suatu hari Rasulullah saw keluar kepada
manusia kemudian didatangi seseorang yang berkata, ‘Apa iman itu ?’ Rasulullah saw
bersabda, ‘Iman ialah hendaknya engkau beriman kepada Allah, malaikat-malaikat-Nya,
Kitab-Nya, pertemuan dengan-Nya, Rasul-Rasul-Nya, dan beriman kepada kebangkitan
terakhir’
Orang tersebut berkata, ‘Wahai Rasulullah,
apa Islam itu ?’ Rasulullah bersabda, ‘Islam ialah hendaknya engkau menyembah Allah
tanpa menyekutukan-Nya dengan sesuatu apapun, mendirikan shalat yang diwajibkan,
membayar zakat yang diwajibkan, dan berpuasa Ramadhan.’ orang tersebut berkata,
‘Wahai Rasulullah, apa ihsan itu ?’
Rasulullah saw bersabda, ‘Ihsan ialah engkau
beribadah kepada Allah seolah-olah engkau melihat-Nya. Jika engkau tidak bisa
melihat-Nya, sesungguhnya Dia melihatmu. ’
Orang tersebut berkata, ‘Wahai Rasulullah,
kapan hari kiamat?’
Rasulullah saw bersabda,
‘Orang yang ditanya tentang hari kiamat tidak lebih tahu daripada penanya, namun
aku akan jelaskan kepadamu tentang tanda-tandanya, yaitu jika budak wanita melahirkan
majikannya. Itulah salah satu tanda-tandanya. Jika engkau lihat orang telanjang
badan, telanjang kaki menjadi pemimpin manusia, Itulah salah satu
tanda-tandanya. Jika para penggembala anak-anak kambing saling meninggikan
bangunan, Itulah salah satu tanda-tandanya di antara lima tanda yang tidak diketahui siapapun kecuali
oleh Allah.’
Setelah itu, Rasulullah saw membaca
firman Allah Ta’la,
‘Sesungguhnya Allah, hanya pada sisi-Nya
sajalah pengetahuan tentang hari kiamat; dan Dia-lah yang menurunkan hujan, dan
mengetahui apa yang ada dalam rahim. dan tiada seorangpun yang dapat mengetahui
(dengan pasti) apa yang akan diusahakannya besok dan tiada seorangpun yang
dapat mengetahui di bumi mana dia akan mati. Sesungguhnya Allah Maha mengetahui
lagi Maha Mengenal.’ (Luqman: 34).
Kemudian orang tersebut pergi, Rasulullah
saw bersabda, ‘Aku harus mendapatkan orang tersebut. orang-orang berusaha
mengembalikan orang tersebut kepada beliau, namun mereka tidak melihat apa-apa.
Rasulullah saw bersabda, ‘Inilah Jibril yang datang kepada kalian untuk mengajarkan
agama kepada manusia.
Tentang ihsan, Rasulullah saw
bersabda, “Engkau takut kepada Allah seperti melihat-Nya. ”
Hadits tersebut juga
diriwayatkan Imam Ahmad di Musnad -nya dan Syahr bin Husyab
dari Ibnu Abbas ra. Juga dan Syahr bin Husyab dari Ibnu Amir atau Ibnu
Umar atau Abu Malik dari Nabi saw. Di hadits tersebut, perawi (Ibnu Amir
atau Ibnu Umar atau Abu Malik) berkata, “Kami dengar jawaban Rasulullah saw,
namun tidak melihat orang yang diajak bicara oleh beliau dan kami juga tidak
mendengar suaranya.” Hadits ini bertentangan dengan hadits Umar bin
Khaththab yang diriwayatkan Muslim dan hadits Umar bin Khaththab tersebut lebih
shahih.
Hadits tersebut juga
diriwayatkan dan Nabi saw oleh Anas bin Malik, Jarir bin Abdullah Al Bajali, dan
lain-lain.
Tentang Islam, Nabi saw
menginterpretasikannya dengan perbuatan-perbuatan badan yang bisa dilihat seperti
perkataan dan perbuatan. Perbuatan pertama ialah bersaksi bahwa tidak ada
Tuhan yang berhak disembah kecuali Allah dan Muhammad adalah utusan Allah. Itu pekerjaan
lidah. Kemudian dilanjutkan mendirikan shalat, membayar zakat, berpuasa
Ramadhan, dan berhaji ke Baitu llah bagi siapa saja yang mendapatkan jalan kepada-Nya.
Perbuatan-perbuatan
yang bisa dilihat tersebut terbagi ke dalam aspek badani seperti shalat dan
puasa, aspek finansial seperti membayar zakat, dan aspek yang terdiri dari kedua
aspek tersebut seperti haji bagi orang yang rumahnya jauh dari Makkah.
Di
riwayat Ibnu Hibban terdapat penambahan umrah, mandi jinabat, dan menyempurnakan
wudhu. Itu menandakan bahwa seluruh kewajiban yang terlihat tersebut masuk dalam
definisi Islam.
Di
hadits Umar bin Khaththab ra, Rasulullah saw menyebutkan prinsip-prinsip
perbuatan Islam, dan Islam dibangun di atas prinsip-prinsip tersebut seperti yang
akan dijelaskan di syarah hadits Ibnu Umar ra, “Islam dibangun di atas lima,
”di tempatnya Insya Allah )
Di sebagian
riwayat disebutkan, ‘Jika aku mengerjakan hal-hal tersebut, apakah aku orang
Muslim?” Rasulullah saw bersabda, “Ya.“ Itu menunjukkan bahwa orang yang mengerjakan
prinsip-prinsip Islam tersebut dengan baik, ia menjadi Muslim sejati, kendati
orang yang mengakui dua kalimat syahadat bisa dikatakan Muslim secara hukum.
Jika ia masuk Islam dengan kedua kalimat syahadat tersebut, ia diwajibkan mengerjakan
ajaran-ajaran Islam lainnya. Barangsiapa tidak bersyahadat, ia keluar dari
Islam. Dalam masalah keluarnya orang tersebut dari Islam karena meninggalkan
shalat terdapat perbedaan pendapat di kalangan ulama seperti diketahui bersama .
Begitu juga karena meninggalkan sebagian prinsip-prinsip Islam lainnya, seperti
yang akan saya sebutkan pada tempatnya, Insya Allah.
Di
antara dalil yang menunjukkan bahwa seluruh perbuatan yang terlihat itu masuk dalam
definisi Islam ialah sabda Rasulullah saw,
" المسلم من سلم المسلمون من لسانه ويده " .
“Orang Muslim
ialah orang yang jika kaum Muslimin selamat dari lidah dan tangannya.”
Di Shahih Al Bukhari
dan Shahih Muslim disebutkan hadits dari Abdullah bin Amr ra bahwa
seseorang bertanya kepada Rasulullah saw,
أي الإسلام خير ؟ قال : " أن تُطعم الطعام
، وتقرأ السلام على من عرفت ومن لم تعرف " .
“Ajaran Islam manakah yang paling
baik?” Rasulullah saw bersabda, “Engkau memberi makan dan mengucapkan salam kepada
orang yang engkau kenal dan orang yang tidak engkau kenal.”
Di sebutkan di Shahih
Al Hakim hadits dari Abu Hurairah ra dari Nabi saw yang
bersabda,
وفي صحيح الحاكم عن أبي هريرة رضي الله
عنه عن النبي r قال :" إن
للإسلام ضوءاً ومناراً كمنار الطريق من ذلك : أن تعبد الله ولا تشرك به شيئاً ،
وتقيم الصلاة ، وتؤتي الزكاة ، وتصوم رمضان ، والأمر بالمعروف والنهي عن المنكر
وتسليمُك على بني آدم إذا لقيتهم ، وتسليمك على أهل بيتك إذا دخلت عليهم ؛ فمن
انتقص منهن شيئاً فهو سهم من الإسلام يدعه ومن تركهن فقد نبذ الإسلام وراء ظهره .
وكذلك ترك المحرمات داخل
في مسمى الإسلام أيضاً .
“Sesungguhnya Islam mempunyai tanda dan
menara seperti menara jalan, di antaranya ialah engkau menyembah Allah tanpa
menyekutukan-Nya dengan sesuatu apa pun, mendirikan shalat, membayar zakat, berpuasa
Ramadhan, amar ma’ruf nahi munkar salammu kepada manusia jika engkau bertemu
mereka, dan salammu kepada keluarga rumahmu jika engkau masuk kepada mereka. Barangsiapa
mengurangi sedikitpun daripadanya padahal hal-hal tersebut merupakan bagian
Islam, ia meninggalkan Islam. Barangsiapa meninggalkan semua hal di atas, sungguh
ia melemparkan Islam ke belakang punggungnya.”
Ibnu Mardawih meriwayatkan
hadits dan Nabi saw yang bersabda,
“Islam mempunyai cahaya dan menara seperti
menara jalan. Puncak dan intinya ialah bersaksi bahwa tidak ada Tuhan yang berhak
disembah kecuali Allah dan bahwa Muhammad adalah hamba Allah dan utusan-Nya, mendirikan shalat,
membayar zakat, menyempurnakan wudhu, berhukum dengan Kitabullah dan Sunnah Nabi-Nya,
taat kepada para pemimpin, salam kalian kepada diri kalian, salam kalian kepada
keluarga kalian jika kalian masuk ke rumah kalian, dan salam kalian kepada manusia
jika kalian bertemu mereka.“
Di sanad hadits
tersebut terdapat kelemahan. Bisa jadi, hadits tersebut mauquf. Ada
hadits shahih dari Abu Ishaq dari Shilah bin Zufan dari Hudzaifah yang berkata,
“Islam adalah delapan bagian; Islam adalah satu bagian, shalat adalah satu
bagian, zakat adalah satu bagian, haji ke Baitu llah adalah satu bagian, jihad
adalah satu bagian, puasa Ramadhan adalah satu bagian, amar ma’ruf adalah
satu bagian, dan nahi munkar adalah satu bagian. Sungguh rugi orang yang tidak mempunyai
bagian dari bagian-bagian di atas.” Diriwayatkan Al Bazzar secara marfu’
namun hadits tersebut lebih tepat mauquf.
Hadits di atas juga diriwayatkan
sebagian ulama dari Abu Ishaq dari Al Harits dari Ali bin Abu Thalib ra dan Nabi
saw. Hadits tersebut diriwayatkan Abu Ya’la Al Maushili, yang
paling benar, hadits tersebut mauquf dari Hudzaifah. Itu dikatakan Ad-Daruquthni
dan lain-lain.
Maksud perkataan, “Islam
adalah satu bagian, ” ialah dua kalimat syahadat, karena kedua kalimat syahadat
adalah simbol Islam dan dengan kedua kalimat tersebut seseorang menjadi Muslim.
Meninggalkan hal-hal yang diharamkan juga masuk dalam definisi Islam seperti diriwayatkan
dari Nabi saw bahwa beliau bersabda,
" من حُسن إسلام المرء تركه مالا يعنيه
“Di antara kebaikan keislaman seseorang
ialah ia meninggalkan sesuatu yang tidak berguna baginya.”
Pembahasan hadits
tersebut akan diletakkan di tempatnya, Insya Allah. Hal tersebut diperkuat
oleh hadits yang diriwayatkan Imam Ahmad, At Tirmidzi, dan An Nasai dari Al
Irbadh bin Sariyah dari Nabi saw yang bersabda,
خرجه الإمامُ أحمد والترمذي والنسائي من
حديث (النواس بن سمعان) رضي الله عنه عن النبي r قال : " ضرب الله مثلاً صراطاً مستقيماً وعلى جنبتي الصراط
سوران فيهما أبواب مفتحة ، وعلى الأبواب ستور مُرخاة ، وعلى باب الصراط داع يقول :
يا أيها الناس ! ادخلوا الصراط جميعاً ولا تعوجوا وداع يدعو من جوف الصراط فإذا
أراد [ أحدُ ] أن يفتح شيئاً من تلك الأبواب قال : ويحك ! لا تفتحه فإنك إن تفتحه
تلجهُ والصراط : الإسلام ، والسُّوران :
حدود الله عز وجل ، والأبواب المفتحة : محارم الله وذلك الدَّاعي على رأس الصراط :
كتابُ الله ، والدَّاعي من فوق واعظ الله في قلب كُلُ مسلم " .
“Allah membuat perumpamaan tentang jalan yang lurus. Di kedua sisi jalan tersebut terdapat dua tembok, di kedua tembok tersebut terdapat pintu-pintu yang terbuka, di atas pintu-pintu tersebut terdapat tirai-tirai yang diturunkan, dan di atas jalan yang lurus tersebut terdapat penyeru yang berkata, ‘Hal manusia, masuklah kalian semua ke jalan dan kalian jangan menyimpang. ‘Juga terdapat penyeru yang berseru dan dalam jalan. Jika seseorang ingin membuka salah satu dari pintu-pintu tersebut, penyeru tersebut berkata, ‘Celaka engkau, jangan buka pintu tersebut, jika engkau membukanya, engkau masuk ke dalamnya. ‘Jalan tersebut ialah Islam, kedua tembok ialah batasan-batasan Allah, pintu-pintu terbuka adalah hal-hal yang diharamkan Allah, penyeru di puncak pintu adalah Kitabullah, dan penyeru di atas pintu ialah penasihat Allah di hati setiap Muslim. “
At Tirmidzi menambahkan firman Allah Ta’ala,
زاد الترمذي : [ قوله تعالى ] } والله يدعوا إلى
دار السلام ويهدي من يشاء إلى صراط مستقيم .
‘Allah menyeru
(manusia) ke Darussalam (surga) dan menunjuki orang yang dikehendaki-Nya ke jalan
yang lurus (Islam). ‘(Yunus: 25). ”
Pada perumpamaan yang
dibuat Nabi saw di atas terdapat penjelasan bahwa Islam adalah jalan
lurus di mana Allah memerintahkan kaum Mukmin in istiqamah di atasnya, melarang
melanggar batasan-batasannya, dan siapa saja mengerjakan salah satu dari
hal-hal yang diharamkan maka ia melanggar batasan-batasannya.
Sedang iman, dalam
hadits di atas Nabi saw menafsirkannya dengan keyakinan-keyakinan batin
bersabda,
أن تُؤمن بالله وملائكته وكُتُبه ورُسُله
والبعث بعد الموت ،وتُؤمن بالقدر: خيره وشَّره " .
“Hendaknya engkau beriman kepada Allah, Malaikat-Malaikat-Nya, Kitab-Kitab-Nya, Rasul-Rasul-Nya, Hari Kebangkitan setelah kematian, dan engkau beriman kepada takdir; baik takdirnya. ”
Di Al Qur’an, Allah menyebutkan
iman dengan kelima prinsip tersebut di banyak tempat, misalnya firman-Nya,
“Rasul telah beriman
kepada Al Qur’an yang diturunkan kepadanya dari Tuhannya, demikian pula orang-orang
yang beriman; semuanya beriman kepada Allah, Malaikat-Malaikat-Nya, Kitab-Kitab-Nya
dan Rasul-Rasul-Nya; (mereka mengatakan), ‘Kami tidak membeda-bedakan antara seseorangpun
dari Rasul-Rasul-Nya.“ (Al Baqarah: 285).
“Bukanlah
menghadapkan wajah kalian ke arah timur dan barat itu suatu kebaikan, akan
tetapi sesungguhnya kebaikan itu ialah beriman kepada Allah, Hari Kemudian, malaikat-malaikat,
kitab-kitab, dan Nabi -Nabi “(Al Baqarah: 177).
“(Yaitu ) mereka
yang beriman kepada yang ghaib, mendirikan shalat dan menafkahkan sebagian rezki
yang Kami anugerahkan kepada mereka. Dan mereka yang beriman kepada Kitab (Al Qur’an)
yang telah ditu runkan kepadamu dari Kitab-Kitab yang telah ditu runkan sebelummu,
serta mereka yakin akan adanya akhirat.“ (Al Baqarah: 3-4).
Iman kepada Para Rasul
menghendaki beriman kepada seluruh apa yang mereka jelaskan, misalnya
penjelasan mereka tentang para Malaikat, Para Nabi, Al Kitab, Hari Kebangkitan,
takdir, dan detail apa yang mereka jelaskan misalnya tentang sifat-sifat Allah Ta’ala
dan sifat-sifat Hari Akhir seperti timbangan, titian (shirath), surga,
dan neraka.
Beriman kepada takdir; baik
takdirnya, juga dimasukkan ke dalam iman. Karena permasalahan takdir Itulah, Ibnu
Umar meriwayatkan hadits bab di atas dan berhujjah dengannya terhadap orang yang
tidak mempercayai takdir dan menyangka segala sesuatu itu tidak didahului oleh
takdir dari Allah Azza wa Jalla . Ibnu
Umar bersikap keras terhadap orang-orang yang berpendapat seperti itu, berlepas
diri dari mereka, dan menjelaskan bahwa amal perbuatan mereka tidak diterima
tanpa beriman kepada takdir.
Beriman kepada
takdir mempunyai dua tingkatan;
Pertama, beriman
bahwa Allah Ta’ala mengetahui apa saja yang akan dikerjakan hamba- hamba-Nya; kebaikan, maksiat, dan
ketaatan, jauh sebelum menciptakan mereka. Allah juga mengetahui siapa saja di
antara mereka yang akan menjadi penghuni surga dan penghuni neraka. Allah juga
menyiapkan pahala dan hukuman bagi mereka sebagai balasan bagi amal perbuatan
mereka jauh sebelum menciptakan mereka. Allah menulis itu semua di sisi-Nya dan
merincinya. Seluruh amal perbuatan hamba
berlangsung sesuai dengan apa yang telah diketahui-Nya dan sesuai dengan
Kitab-Nya.
Kedua, Allah Ta’ala menciptakan
seluruh amal perbuatan manusia, kekafiran, ketaatan, dan kemaksiatan, dan
menghendakinya untuk mereka. Tingkatan kedua ini diakui para Ahlus Sunnah dan
seluruh kaum Muslim, namun diingkari Al Qadiriyah. Sedang tingkatan pertama, diakui
banyak orang dari Al Qadariyah dan ditolak orang-orang radikal di antara mereka
seperti Ma’bad Al Juhani dimana Ibnu Umar pernah ditanya tentang perkataan
Ma’bad Al Juhani tersebut, atau seperti Amr bin Ubaid, dan lain-lain.
Banyak sekali ulama
generasi salaf berkata, “Debatlah orang-orang Al Qadariyah dengan ilmu. Jika mereka
mengakuinya, mereka dikalahkan. Jika mereka membantahnya, mereka menjadi kafir.”
Maksudnya, barangsiapa mengingkari ilmu azali tentang seluruh
perbuatan manusia, bahwa Allah telah membagi mereka ke dalam orang bahagia dan
orang celaka jauh sebelum menciptakan mereka, dan menulis hal tersebut di
Kitab yang ada di sisi-Nya, sungguh ia telah mendustakan Al Qur’an dan ia
menjadi kafir. Namun jika mereka mengakui hal tersebut, membantah Allah
menciptakan seluruh perbuatan manusia, menghendakinya, dan menginginkannya
terjadi pada mereka sebagai keinginan yang bersifat Alami dan takdir, sungguh
mereka dihalalkan, karena apa yang mereka yakin itu menjadi hujjah bagi mereka
atas apa yang mereka bantah. Tentang kekafiran Al Qadariyah terdapat perbedaan
pendapat di kalangan ulama seperti diketahui bersama .
Sedang orang yang tidak
mengakui pengetahuan Allah terhadap segala hal sejak zaman azali, Imam Syafi’i
dan Ahmad memvonisnya kafir. Begitu juga imam-imam Islam lainnya.
Jika dikatakan, di hadits di atas, Nabi saw
membedakan antara Islam dengan iman dan memasukkan seluruh amal perbuatan
ke dalam Islam dan bukan kepada iman? Pendapat terkenal dari para imam dan
pakar hadits bahwa iman ialah perkataan, perbuatan, serta seluruh amal
perbuatan masuk dalam definisi iman. Imam Syafi’i menyebutkan bahwa itu konsensus
bersama panasahabat, tabi’in, dan orang-orang
sepeninggal mereka yang ia temui.
Generasi salaf mengecam
keras orang yang mengeluarkan amal perbuatan dari iman. Di antara ulama salaf
yang mengecam keras dan mengategorikan pendapat seperti itu sebagai bid’ah ialah
Sa’id bin Jubair, Maimun bin Mibran, Qatadah, Ayyub as Sakhtiyani, Ibrahim An-Nakhai , Az
Zuhni, Yahya bin Abu Katsir, dan lain-lain. Ats Tsauri berkata, “Pendapat seperti
itu (mengeluarkan amal perbuatandari iman) adalah pendapat bid’ah. Saya bertemu
dengan banyak orang yang tidak berpendapat dengan pendapat seperti itu.” Al
Auzai berkata, “Generasi salaf sebelum ini tidak pernah membedakan antara iman
dengan amal perbuatan.”
Umar bin Abdul Aziz pernah menulis surat kepada rakyatnya di
seluruh pelosok negeri,
:
أما بعد ، فإن الإيمان : فرائض وشرائع ، فمن استكملها استكمل الإيمان ، ومن لم
يستكملها لم يستكمل الإيمان.
sesungguhnya iman mempunyai kewajiban-kewajiban, syariat-syariat (hukum-hukum) dan Sunnah-Sunnah. Barangsiapa menyempurnakan kewajiban-kewajiban, syariat-syariat, dan Sunnah -Sunnah tersebut, ia menyempurnakan iman. Dan Barangsiapa tidak menyempurnakannya, ia tidak menyempurnakan iman.” (Diriwayatkan Al Bukhari di Shahihnya).
“Sesungguhnya orang-orang yang beriman
adalah mereka yang apabila disebut nama Allah gemetarlah hati mereka dan
apabila dibacakan kepada mereka ayat-ayat-Nya bertambahlah iman mereka dan kepada
Tuhanlah mereka bertawakkal. (Yaitu ) orang-orang yang mendirikan shalat dan
yang menafkahkan sebagian dari rizki Yang Kami berikan kepada mereka. Itulah orang-orang
yang beriman dengan sebenar-benarnya.“ (Al Anfal: 2-4).
Di Shahih Al Bukhari dan Shahih Muslim disebutkan
hadits dari Ibnu Abbas ra bahwa Nabi saw bersabda kepada delegasi Abdul
Qais,
عن ابن عباس ، رضي الله عنهما : أن النبي r : قال لوفد عبد
القيس : آمُركُم بأربع : الإيمان بالله وحده . وهل تدرون ما الإيمان بالله ؟ شهادة
أن لا إله إلا الله ، وإقام الصلاة ، وإيتاء الزكاة ، وصوم رمضان ، وأن تُعطوا من
المعنم الحُمُس " .
“Aku perintahkan empat hal kepada kalian; beriman kepada Allah. Tahukah kalian apa iman kepada Allah? Yaitu kesaksian bahwa tidak ada Tuhan yang berhak disembah kecuali Allah, mendirikan shalat, membayar zakat, berpuasa Ramadhan, dan kalian menyerahkan seperlima rampasan perang kalian.“
Di Shahih Al Bukhari dan Shahih Muslim
juga disebutkan hadits dari Abu Hurairah ra dari Nabi saw yang
bersabda,
([1]):
عن أبي هريرة ، رضي الله عنه ، عن النبي r قال : "الإيمان بَع وسبعون ، أو بضعٌ وستون ، شُعبة ،
قأفضلُها : قول : لا إله إلا الله ، وأدناها إماطة الأذى عن الطريق ، والحياء
شُعبة من الإيمان " .
“Iman
adalah tujuh puluh lebih cabang atau enam puluh lebih cabang. Cabang iman yang
paling utama ialah perkataan tidak ada Tuhan yang berhak disembah kecuali Allah
dan cabang iman terendah ialah menyingkirkan gangguan dari jalan. Malu termasuk
salah satu cabang iman.“
Redaksi hadits di atas menurut riwayat
Muslim.
Di Shahih Al Bukhari dan Shahih Muslim juga
disebutkan hadits dari Abu Hurairah ra dari Nabi saw yang
bersabda,
عن أبي هريرة ، رضي الله عنه ، عن النبي r قال : "لا
يزني الزاني حين يزني وهو مؤمنٌ ، ولا يَسرقُ السارق حين يَسرقُ وهو مؤمنٌ ،ولا
يشربُ الخمر حين يشربها وهو مؤمنُ "
‘Pezina tidak berzina ketika ia berzina
sedang ia dalam keadaan Mukmin.
Pencuri tidak mencuri ketika ia mencuri
sedang ia dalam keadaan Mukmin.
Orang tidak minum minuman keras pada
saat ia meminumnya sedang ia dalam keadaan Mukmin.”
Jika meninggalkan dosa-dosa besar di hadits
di atas tidak masuk dalam definisi iman, maka nama iman pasti tidak dihilangkan
dari pelaku salah satu dan dosa tersebut, karena sebuah nama tidak hilang kecuali
dengan hilangnya sebagian rukun atau kewajiban cakupan nama tersebut.
Adapun penggabungan antara nash-nash hadits
di atas dengan hadits pertanyaan malaikat Jibril kepada Rasulullah saw tentang
Islam dan iman, pemisahan oleh Nabi saw antara Islam dengan iman, dan
dimasukkannya seluruh amal perbuatan ke dalam definisi Islam dan bukannya
definisi iman, maka itu akan menjadi jelas dengan statement bahwa di
antara nama-nama ada yang mengandung definisi yang banyak sekali jika nama
tersebut disebutkan secara sendiri (menyendiri). Dan jika nama tersebut disertakan
pula dengan nama lainnya maka nama tersebut menunjukkan sebagian definisi-definisi
tersebut, sedang nama lain yang menyertainya menunjukkan kepada sebagian lain definisi-definisi
tersebut. Misalnya kata fakir dan miskin. Jika salah satu dari kedua kata
tersebut disebutkan secara sendiri, maka baik fakir maupun miskin
mempunyai pengertian semua orang yang kekurangan. Jika keduanya disebutkan
secara bersamaan, maka salah satu dari keduanya menunjukkan sebagian jenis orang-orang
yang berkekurangan dan kata lainnya menunjukkan sisanya. Begitu juga kata Islam
dan iman, jika salah satu dari kedua kata tersebut disebutkan menyendiri, maka
definisi kata satunya masuk ke dalamnya. Jika salah satu dan kedua kata
tersebut disebutkan secara terpisah, maka kata tersebut menunjukkan apa
yang ditunjukkan kata lainnya yang disebutkan secara terpisah. Namun jika kedua
kata tersebut disebutkan secara bersamaan, maka salah satu dari keduanya
menunjukkan sebagian yang ditunjukkan olehnya secara terpisah dan kata yang
satunya menunjukkan sisanya.
Makna di atas ditegaskan sejumlah imam. Abu
Bakr Al Ismaili berkata di suratnya kepada penduduk gunung, “Banyak
sekali Ahlus Sunnah wal Jama’ah berkata bahwa iman ialah perkataan dan
perbuatan, sedang Islam ialah mengerjakan apa saja yang diwajibkan kepada manusia.
Jika kedua nama tersebut disebutkan secara terpisah, maka mengandung makna kata
yang satunya. Ada
yang mengatakan bahwa kata Mukmin dan Muslimin adalah kata yang sama di mana salah
satu dari keduanya dimaksudkan kepada makna yang tidak dimaksudkan kata satunya.
Jika hanya salah satu saja dari kedua kata tersebut yang disebutkan, maka
mencakup semua arti kedua kata tersebut. ”
Makna di atas juga disebutkan
Al Khathabi di Ma’alimus Sunan dan diikuti sejumlah ulama
sepeninggalnya. Kebenaran tersebut ditunjukkan oleh Nabi saw yang
menafsirkan iman ketika menyebutkannya secara sendiri di hadits delegasi Abdul
Qais dengan penafsiran Islam yang menyertai kata iman di hadits pertanyaan Malaikat
Jibril. Di hadits lainnya, beliau menafsirkan Islam dengan penafsiran iman, seperti
terlihat di hadits di Musnad Imam Ahmad dari Amr bin Abasah
yang berkata,
“Seseorang datang kepada
Nabi saw kemudian berkata, ‘Wahai Rasulullah, apa Islam itu ?’ Nabi saw
bersabda, ‘Islam ialah engkau mengislamkan hatimu untuk Allah dan kaum Muslimin
selamat lidah dan tanganmu. ‘Orang tersebut berkata, ‘Apakah yang paling utama
dari Islam?’ Nabi saw bersabda, iman.’ orang tersebut berkata, ‘Apa iman itu ?’Nabi
saw bersabda, ‘Iman ialah engkau beriman kepada Allah, malaikat-malaikat-Nya, Kitab-kitab-Nya,
Rasul-Rasul-Nya, dan kebangkitan setelah kematian.’ Orang tersebut berkata, ‘Manakah
yang paling utama dari iman tersebut?’ Nabi saw bersabda, Hijrah.’ orang tersebut
berkata, ‘Apa hijrah itu ?’Nabi saw bersabda, hijrah ialah engkau meninggalkan
ketakdiran.’ orang tersebut berkata, ‘Manakah yang paling utama dan hijrah tersebut?’Nabi
saw bersabda, jihad’
Pada hadits di atas, Nabi saw menjadi
kan iman
lebih utama daripada Islam dan memasukkan seluruh amal perbuatan ke dalamnya. Dengan
rincian seperti itu, terlihat kesimpulan pembahasan tentang Islam dan iman; apakah
keduanya satu paket atau berbeda?
Ahlus Sunnah wal Jama ‘ah serta
ahli hadits berbeda pendapat dari mereka menulis sejumlah buku tentang masalah ini.
Di antara mereka ada yang mengaku bahwa jumhur Ahlus Sunnah berpendapat kedua
kata tersebut adalah satu paket. Di antara mereka yang berpendapat seperti
itu ialah Muhammad bin Nashr Al Marwazi dan Ibnu Abdul Bahr.
Pendapat tersebut diriwayatkan dari Sufyan
bin Ats Tsauri dan riwayat Ayyub bin Suwaid Ar Ramli darinya, namun Ayyub bin
Suwaid Ar Ramli termasuk perawi lemah. Di antara mereka, seperti Abu Bakr as Sam’ani
dan lain-lain, menyebutkan bahwa Ahlus Sunnah memisahkan kedua kata tersebut. Pendapat
yang memisahkan kedua kata tersebut diriwayatkan dari banyak sekali generasi
salaf, di antaranya Qatadah, Daud bin Abu Hindun, Abu Ja’far AlBaqi r, Az-Zuhni,
Hammad bin Zaid, Ibnu Mahdi, Syunaik, Ibnu Abu Dzi’bu, Ahmad bin Hanbal, Abu
Khaitsamah, Yahya bin Mum, dan lain-lain, kendati mereka juga berbeda pendapat tentang
sifat pemisahan kedua tersebut. Sementara Al Hasan dan Ibnu Sinin mengatakan, “Muslim”
dan memanggilnya dengan sebutan “Mu’min”.
Dengan penjelasan di atas, perbedaan
pendapat menjadi tuntas. Oleh karena itu, dapat dikatakan bahwa jika masing-masing
kata Islam dan iman disebutkan secara terpisah, maka tidak ada perbedaan arti
di antara keduanya saat itu. Namun jika kedua kata tersebut disebut secara bersama
an, maka kedua kata tersebut mempunyai perbedaan arti.
Bentuk konkrit perbedaan arti antara kata
Islam dan iman ialah bahwa iman ialah pembenaran, pengakuan dan pengetahuan
oleh hati. Sedang Islam ialah penyerahan diri seorang hamba, kerendahan dan ketundukannya kepada Allah
dengan amal perbuatandan Itulah agama, sebagaimana Allah Ta’ala menamakan
Islam di Kitab-Nya sebagai agama, sedang Nabi saw di hadits menamakan Islam,
iman, dan ihsan, sebagai agama. Ini juga menunjukkan bahwa jika salah satu dari
kedua kata tersebut disebutkan secara terpisah tanpa disertai kata yang
satunya, maka makna kata yang satunya tersebut masuk ke dalam maknanya dan arti
kedua nama tersebut dibedakan jika keduanya disebutkan secara bersama an. Jadi,
jika iman dan Islam disebutkan secara bersama an, maka yang dimaksud iman pada
saat itu ialah jenis pembenaran oleh hati, sedang Islam ialah jenis amal
perbuatan.
Di Musnad Imam Ahmaddisebutkan
hadits dan Anas bin Malik ra dari Nabi saw yang bersabda,
“Islam adalah terang-terangan, sedang iman
berada dihati “
Itu karena amal perbuatan itu terlihat
terang-terangan, sedang pembenaran di hati tidak terlihat. Jika menyalati mayit,
Nabi saw berkata dalam doa beliau,
“Ya Allah, siapa saja dari kami yang
Engkau hidupkan, maka hidupkan dia dalam keadaan Islam. Dan siapa saja di
antara kami yang Engkau matikan, maka matikan dia dalam keadaan iman.“
Itu karena amal perbuatan
dengan organ tubuh itu bisa dimantapkan semasa hidup. Sedang pada saat kematian,
maka tidak ada yang tersisa selain pembenaran dengan hati. Dan sini, para ulama
berkata bahwa setiap orang Mukmin adalah orang Muslim dan barangsiapa merealisir
iman dan memantapkannya di hatinya, ia telah melakukan amalan-amalan Islam, seperti
disabdakan Nabi saw:
“Ketahuilah bahwa di tubuh terdapat
segumpal darah. Jika segumpal darah tersebut baik, seluruh tubuh menjadi baik.
Jika segumpal darah tersebut rusak, seluruh tubuh menjadi rusak. Ketahuilah
bahwa segumpal darah tersebut adalah hati. “
Iman di hati akan
terealisasi dengan sempurna jika anggota badan tergerak mengerjakan amalan-amalan
Islam. Para ulama juga berkata bahwa tidak seluruh
orang Muslim itu orang Mukmin, karena bisa jadi iman orang tersebut lemah. Jadi,
hati dengan iman seperti itu tidak bisa merealisasikan keimanan secara sempurna
kendati organ tubuh mengerjakan amalan-amalan Islam. Ia menjadi Muslim namun tidak
beriman dengan keimanan yang sempurna, seperti difirmankan Allah Ta’ala,
“Orang-orang Arab Badui berkata, ‘Kami
telah beriman, ‘katakanlah, ‘Kalian belum beriman, tetapi katakan, kami telah berislam,
karena iman belum masuk ke dalam hati kalian.“ (Al Hujurat: 14).
Kendati demikian, orang-orang
Arab Badui tidak menjadi orang-orang munafik secara umum menurut penafsiran
yang paling benar. Itulah pendapat Ibnu Abbas dan lain-lain. Namun iman mereka
lemah. Itu ditunjukkan oleh firman Allah Ta’ala,
“Jika kalian taat kepada
Allah dan Rasul-Nya, Dia tidak akan mengurangi sedikitpun (pahala) amalan
kalian.” (Al Hujurat: 14).
Maksudnya, pahala amal perbuatan kalian tidak
dikurangi. Itu menandakan bahwa mereka memiliki iman dan karena keimanan mereka
tersebut, amal perbuatan mereka diterima. Begitu juga sabda Nabi saw kepada
Sa’ad bin Abu Waqqash ketika Sa’ad bin Abu Waqqash berkata kepada beliau, “Kenapa
engkau tidak memberikan sesuatu kepada si Fulan, padahal ia orang Mukmin ?”, “Bukankah
ia orang Muslim?” Sabda Nabi saw tersebut mengisyaratkan
bahwa orang tersebut belum menduduki posisi iman, namun baru menduduki
posisi Islam yang memang bisa dilihat. Tidak diragukan bahwa jika iman di batin
seseorang lemah, maka lemah pula perbuatan-perbuatan organ tubuh yang bisa dilihat,
namun nama iman dihapus dan orang yang meninggalkan salah satu dari kewajibannya,
seperti terlihat di sabda Rasulullah saw, “Pezina tidak berzina ketika ia
berzina sedang ia dalam keadaan Mukmin.”
Ahlus Sunnah berbeda
pendapat, apakah orang seperti itu dikatakan Mukmin yang kurang iman, ataukah
bukan Mukmin, namun Muslim? Ada
dua pendapat dalam masalah ini dan kedua riwayat tersebut diriwayatkan
dari Imam Ahmad.
Sedang nama Islam, maka tidak
hilang dengan tidak dikerjakannya sebagian kewajibannya, atau pelanggaran
terhadap sebagian hal-hal yang diharamkannya. Nama Islam baru akan hilang
dengan mendatangkan apa saja yang bisa meniadakan/ membatalkan Islam secara
keseluruhan. Dalam hadits yang shahih tidak ada dalil yang menyebutkan
penghapusan nama Islam dan orang yang tidak mengerjakan salah satu dari kewajiban-kewajibannya,
sebagaimana iman dihapus dan orang yang tidak mengerjakan salah satu dari kewajibannya,
kendati terdapat vonis kafir secara mutlak terhadap orang yang mengerjakan salah
satu hal yang diharamkan dan vonis munafik secara mutlak.
Begitu juga diriwayatkan dan Umar bin
Khaththab tentang orang-orang yang mampu berhaji, namun ia tidak berhaji, maka
Umar bin Khaththab mengatakannya bukan Muslim. Yang terlihat bahwa Umar bin
Khaththab meyakini kekafiran orang seperti itu. Oleh karena itu, Umar bin
Khaththab mewajibkan pembayaran jizyah kepada orang-orang yang mampu berhaji
namun tidak berhaji, “Mereka belum masuk Islam.” Mereka terus-menerus dikenakan
pembayaran jizyah.
Jika sudah jelas bahwa nama Islam tidak hilang
kecuali dengan keberadaan sesuatu yang bisa membatalkan/meniadakannya dan seseorang
dikeluarkan dari agama secara total, jika nama Islam dimutlakkan atau disatukan
dengan pujian, maka seluruh arti iman masuk ke dalamnya, seperti pembenaran
oleh hati dan lain sebagainya seperti terlihat di hadits Amr bin Abasah.
An-Nasai meriwayatkan hadits dari
Uqbah bin Malik bahwa Nabi saw mengirim sariyyah (detasemen) kemudian
sariyyah tersebut menyerang salah satu kaum. Salah seorang dari kaum
tersebut berkata, “Aku Muslim,” orang tersebut dibunuh salah seorang dari
anggota sariyyah. Kejadian tersebut dilaporkan kepada Rasulullah saw kemudian
beliau bersabda dengan keras mengenai kejadian tersebut. Pembunuh orang tersebut
berkata, “Orang tersebut berkata seperti itu untuk menghindar dari
pembunuhan.” Nabi saw bersabda, “Sesungguhnya Allah tidak menghendakiku
membunuh orang Mukmin.” Beliau bersabda seperti itu hingga tiga kali.
Jika iman dan pembenaran
terhadap lima prinsip tidak masuk ke dalam kata Islam yang diucapkan seseorang,
maka orang yang berkata, “Aku Muslim,” tidak bisa menjadi Mukmin hanya sekedar
dengan perkataan tersebut, padahal Allah Ta’ala menjelaskan tentang
Ratu Saba’ yang masuk Islam dengan kalimat berikut ini, “Ya Tuhanku, sesungguhnya
aku telah berbuat dzalim terhadap diriku dan aku berserah diri bersama Sulaiman kepada Allah, Tuhan semesta Alam.” (An-Naml:
44). Allah Ta’ala menyebutkan bahwa Yusuf berdoa agar beliau dimatikan
dalam keadaan Muslim. Ini semua menunjukkan bahwa makna yang dicakup iman berupa
pengakuan/pembenaran juga masuk ke dalam Islam yang mutlak.
Di Sunan Ibnu Majah disebutkan
hadits dari Adi bin Hatim yang berkata, Rasulullah saw bersabda kepadaku, “Hai
Adi masuk Islamlah, niccaya engkau selamat. “Aku berkata, “Apa Islam itu ?”Rasulullah
saw bersabda, “Yaitu engkau bersaksi bahwa tidak ada Tuhan yang berhak disembah
kecuali Allah, bensaksi bahwa aku utusan Allah, dan beriman kepada seluruh
takdir; baik takdirnya dan manis pahitnya.”
Hadits di atas
menegaskan bahwa beriman kepada takdir termasuk Islam. Mengucapkan dua kalimat
syahadat juga termasuk muatan-muatan Islam tanpa perdebatan di dalamnya. Pengucapan
dua kalimat syahadat yang dimaksud bukanlah sekedar pengucapan tanpa diiringi
dengan pembenaran terhadap keduanya. Dari sini, bisa diketahui bahwa pembenaran
terhadap dua kalimat syahadat juga masuk ke dalam Islam. Tentang kata Islam di
firman Allah Ta’ala,
“Sesungguhnya agama
(yang diridhai) di sisi Allah hanyalah Islam.“ (Ali Imran: 19).
Sejumlah generasi salaf, misalnya
Muhammad bin Ja’far bin Az Zubair, menafsirkannya dengan kata tauhid dan
pembenaran. Sedang jika iman tidak diakui dari seseorang dan Islam ditetapkan
padanya, seperti orang-orang Arab Badui yang dijelaskan Allah Ta’ala, maka
yang dimaksud ialah iman tidak kuat di hati orang tersebut dan
keterlibatannya dalam amalan-amalan Islam yang terlihat diakui bersama an
dengan adanya suatu jenis iman yang mensahkan amal perbuatannya. Sebab jika tanpa
keberadaan sejumlah/kadar iman tersebut, ia tidak menjadi orang Muslim. Iman
dihapus darinya, karena tidak merasakan iman yang hakiki dan mengurangi
sebagian kewajibannya. Ini didasarkan oleh kenyataan bahwa pembenaran di hati itu
bertingkat- tingkat. Itulah yang benar dan merupakan dua riwayat dari Ahmad yang
paling benar, karena keimanan orang-orang yang benar (Ash shiddiqin) dimana
keghaiban terlihat di hati mereka seperti Alam nyata dan mereka tidak mempan
oleh upaya peragu-raguan itu tidak sama dengan keimanan orang-orang selain mereka yang tidak sampai pada tingkatan mereka
dan jika ia dibuat keragu-raguan maka ia pasti ragu-ragu. Oleh karena itu, Nabi
saw meletakkan posisi ihsan ialah ibadahnya seorang hamba kepada Allah seolah-olah melihat-Nya. Itu
tidak terjadi pada keumuman kaum Mukmin in. Oleh karena itu, sebagian ulama
berkata, “Abu Bakar tidak mengungguli kalian dengan puasa dan shalat yang
banyak, namun dengan sesuatu yang bersemayam di hatinya.”
Ibnu Umar ra pernah
ditanya, “Apakah para sahabat juga tertawa?” Ibnu Umar menjawab, “Ya, dan iman
di hati mereka seperti gunung.” Bagaimana keimanan seperti itu bisa dibandingkan
dengan keimanan orang di hatinya yang hanya sebenar biji sawi atau sehelai
nambut, misalnya orang-orang bertauhid yang keluar dari neraka? Orang-orang seperti
itu bisa dikatakan sebagai orang-orang yang iman tidak masuk ke hati mereka
karena lemahnya iman pada mereka.
Permasalahan ini, maksudnya
permasalahan tentang Islam, iman, kekafiran, dan kemunafikan adalah permasalahan
yang amat urgen, karena Allah Ta’ala mengaitkan kebahagiaan, kecelakaan,
masuk surga, dan neraka dengan kata-kata tersebut. Perbedaan pendapat tentang definisi
kata-kata tersebut adalah perbedaan pendapat yang pertama kali terjadi di tubuh
umat ini, yaitu penentangan kaum Khawarij terhadap panasahabat. Kaum Khawarij
mengeluarkan orang-orang bertauhid yang bermaksiat dari Islam secara total, memasukkan
mereka ke lingkaran kafir, memperlakukan mereka seperti orang-orang kafir, menghalalkan
darah dan harta mereka. Sepeninggal kaum Khawarij, terjadi penentangan kaum
Mu’tazilah dari pendapat mereka tentang posisi di antara dua posisi, dilanjutkan
penentangan kaum Murji’ah dari pendapat mereka bahwa orang fasik itu sempurna
imannya.
Banyak sekali ulama dulu
dan sekarang yang menulis buku-buku tentang masalah mi. Di antara imam-imam dan
generasi salaf yang menulis buku tentang iman ialah Imam Ahmad, Abu Ubaid Al
Qasim bin Salam, Abu Bakr bin Abu Syaibah, dan Muhammad bin Aslam Ath Thusi. Sepeninggal
mereka, banyak sekali buku-buku tentang tema tersebut ditu lis oleh
berbagai Aliran. Di sini, saya sebutkan titik yang menghimpun prinsip-prinsip
tema tersebut dan perbedaan pendapat di dalamnya. Itu sudah cukup, insya
Allah.
Sebelumnya telah dibahas
bahwa amal perbuatan masuk dalam definisi Islam dan definisi iman. Saya juga
telah menyebutkan amal-amal perbuatan tubuh yang terlihat yang masuk dalam
definisi tersebut dan amal-amal perbuatan tubuh yang tidak terlihat yang masuk dalam
definisi amal perbuatan yang terlihat.
Yang termasuk dalam amal-amal
Islam ialah mengikhlaskan agama karena Allah, memberi nasihat karena Allah kepada
hamba- hamba-Nya, membersihkan hati untuk
mereka dan tipu-daya, dengki, iri, dan jenis-jenis gangguan yang lain.
Yang termasuk dalam
definisi iman ialah ketakutan hati karena dzikir kepada Allah, kekhusyukan hati
ketika mendengar dzikir kepada-Nya dan Kitab-Nya, penambahan iman dengan
mendengar dzikir kepada-Nya dan Kitab-Nya, merealisasikan tawakkal kepada-Nya,
takut kepada-Nya pada saat sendirian atau ramai, meridhai Allah sebagai Rabb, meridhai
Islam sebagai agama, meridhai Muhammad saw sebagai Rasul, memilih
kerusakan badan dengan benbagai siksaan daripada kekafiran, merasakan kedekatan
Allah dengan hamba, terus-menerus
merasakan kehadiran Allah, mengutamakan mencintai Allah dan Rasul-Nya daripada
mencintai selain keduanya, cinta dan
benci karena Allah, memberi karena Allah, tidak memberi karena-Nya, bergerak
dan diam karena-Nya, merelakan diri taat dengan harta dan badannya, senang
mengerjakan kebaikan dan bahagia dengannya, tidak suka mengerjakan dosa dan
sedih karenanya, kaum Mukmin in lebih mengutamakan Rasulullah saw daripada
diri dan harta mereka, pemalu, berakhlak mulia, mencintai apa yang ia cintai untuk
saudara-saudaranya sesama kaum Mukmin in, membantu kaum Mukmin in terutama
tetangga, membela dan menolong mereka, serta sedih dengan apa saja yang membuat
mereka sedih.
Sekarang saya sebutkan nash-nash
tentang hal-hal di atas. Tentang masuknya perbuatan-perbuatan ke dalam definisi
Islam. Di Al Musnad Imam Ahmad dan An rasai diriwayatkan
hadits dari Muawiyah bin Haidah yang berkata, aku berkata,
ففي مسند الإمام أحمد والنسائي عن معاوية
بن حيدة قال قلت: يا رسول الله بالذي بعثك بالحق ما الذي بعثك به ؟ قال :
"الإسلام " . قُلت : وما الإسلام ؟قال : " أن تُسلم قلبك لله تعالى
، وأن تُوجه وجهك إلى الله تعالى ، وتُصلي الصلاة المكتوبة ، وتؤدي الزكاة
المفروضة " ([2]) .
وفي رواية [ له ] قلت : وما آية الإسلام ؟
قال : " أن تقول أسلمت وجهي لله ، وتخلَّيتُ وتقيم الصلاة ، وتُؤتي الزكاة
وكل مسلم على مسلم حرامٌ " .
“Wahai
Rasulullah, demi Dzat yang mengutusmu dengan kebenaran, apa yang engkau diutus untuk
membawanya?”Nabi saw bersabda, “Islam.“ Aku bertanya, “Apa Islam itu ?” Nabi
saw bersabda, “Islam ialah hendaknya engkau menyerahkan hatimu kepada Allah, menghadapkan
wajahmu kepada-Nya, mengerjakan shalat wajib, dan membayar zakat. “Di riwayat lain,
aku bertanya, “Apa tanda -tanda Islam?” Nabi saw bersabda, “Engkau berkata, ‘Aku
serahkan wajahku kepada Allah dan melepaskan dia, mendirikan shalat, membayar zakat,
dan setiap Muslim adalah haram atas Muslim lainnya.”
Di Sunan-sunan
disebutkan hadits dari Jubair bin Muth’im ra dari Nabi saw bahwa
beliau bersabda di khutbah di Al Khaif di Mina,
وفي السنن عن جُبير بن
مُطعم عن النبي r أنَّه قال في
خُطبته بالخَيْف من مِنى : "ثلاث لا يُغلٌّ عليهن قَلْبُ مُسْلِم : إخلاصُ
العمل لله ، ومناصحة ولاة الأمور ، ولزوم جماعة المسلمين ؛ فإن دعوتهم تُحبط من
ورائهم "
“Ada
tiga hal yang membuat orang Muslim tidak dengki dengannya, yaitu mengikhlaskan amal
karena Allah, menasihati para pemimpin, dan selalu berada di jama’ah kaum Muslimin,
karena doa mereka menjaga/memagari dari belakang mereka.”
Di
Shahih Al Bukhari dan Shahih Muslim disebutkan hadits dari Abu Musa Al
Asy’ari ra dari Nabi saw yang ditanya,
وفي الصَّحيحين عن أبي
مُوسى عن النبي r أنَّهُ سُئل أيُّ
المسلمين أفضل ؟ قال : " من سلم المسلمون من لسانه ويده " .
“Siapakah kaum Muslimin yang paling
baik?” Nabi saw bersabda, “Yaitu orang Muslim yang kaum Muslimin selamat dari
lidah dan tangannya.”
Di
Shahih Muslim disebutkan hadits dari Abu Hurairah ra dari Nabi saw yang
bersabda,
وفي صحيح مسلم عن أبي
هريرة رضي الله عنه عن النبي r قال : " المُسلمُ أخو المسلم ؛ فلا يظلمُهُ ولا يَخذلُه ،
ولا يحقرٌهٌ ، بحسب امرئُ من الشَّرَّ أن يحقر أخاه المسلم ، كُلٌّ المسلم على
المسلم حرام : دمُهُ ومالُهُ وعِرضُهُ ([3]).
“Seorang Muslim adalah saudara bagi
Muslim lainnya; ia tidak boleh mendzaliminya, menelantarkannya, dan menghinanya.
Cukuplah ketakdiran bagi seseorang jika ia menghina saudaranya yang Muslim. Setiap
orang Muslim terhadap Muslim lainnya adalah haram darah, harta, dan kehormatannya.”
Sedang
contoh masuknya amal perbuatan ke dalam definisi iman ialah firman Allah Ta’ala,
تعالى : } إنما المؤمنون الذين إذا ذُكر الله وجلت قُلُوبُهُم وإذا تُليت
عليهم آياته زادتهم إيماناً وعلى ربهم يتوكلون{ إلى قوله تعالى } أولئك هم المؤمنون حق
“Sesungguhnya orang-orang yang beriman
adalah mereka yang apabila disebut nama Allah gemetarlah hati mereka dan
apabila dibacakan kepada mereka ayat-ayat-Nya bertambahlah iman mereka dan kepada
Tuhanlah mereka bertawakkal. (Yaitu ) orang-orang yang mendirikan shalat dan
yang menafkahkan sebagian dari rizki yang Kami berikan kepada mereka. Itulah orang-orang
yang beriman dengan sebenar-benarnya.“ (Al Anfal: 2-4).
Atau
firman Allah Ta’ala,
ألم
يأن للذين أمنوا أن تخشع قلوبهم لذكر الله وما نزل من الحق ولا يكونوا كالذين
أوتوا الكتاب من قبل فطال عليهم الأمد فقست قلوبهم وكثير منهم فاسقون
“Belumkah datang waktunya bagi orang-orang
yang beriman untuk tunduk hati mereka mengingat Allah dan kepada kebenaran yang
telah turun, dan janganlah mereka seperti orang-orang yang sebelumnya telah diturunkan
Al Kitab kepadanya, kemudian berlalulah masa yang panjang atas mereka lalu hati
mereka menjadi keras.“ (Al Hadiid: 16).
Atau firman Allah Ta’ala, ‘Dan kepada Allah,
hendaknya orang-orang beriman bertawakkal.“ (Ali Imran: 122).
Atau firman Allah Ta’ala, ‘Dan hanya kepada
Allah hendaknya kalian bertawakkal, jika kalian benar benar orang yang beriman.“
(Al Maidah: 23). Atau firman Allah Ta’ala, “Tetapi takutlah kepadaku,
jika kalian benar-benar orang yang beriman.” (Ali Imran: 175).
Di Shahih Muslim disebutkan hadits
dari Al Abbas bin Abdul Muththalib ra dari Nabi saw yang bersabda,
وفي صحيح مسلم عن العباس بن عبد المطلب عن
النبي r قال : " ذاق
طعم الإيمان من رضي بالله رباً وبالإسلام ديناً ، وبمحمد رسولاً
“Akan merasakan kelezatan iman orang yang meridhai Allah sebagai Rabb, Islam sebagai agama, dan Muhammad sebagai Rasul.”
Meridhai kerububiyahan Allah Ta’ala mengandung
ridha untuk menyembah-Nya tanpa menyekutukan-Nya dengan sesuatu apapun, meridhai
pengaturan-Nya terhadap hamba, dan
pilihan yang Allah tetapkan untuknya. Meridhai Islam sebagai agamanya, menuntut
untuk memilih Islam atas seluruh agama yang ada. Meridhai Muhammad saw sebagai
Rasul menuntut untuk ridha terhadap seluruh apa yang beliau bawa dari sisi Allah
Ta’ala dan menerimanya dengan pasrah dan lapang dada, seperti difirmankan
Allah Ta’ala,
“Maka demi Tuhanmu, mereka
tidak beriman hingga mereka men jadikan kamu hakim dalam perkara yang mereka
perselisihkan, kemudian mereka tidak merasa keberatandalam hati mereka terhadap
putusan yang kamu berikan dan mereka menerima dengan sepenuhnya.“ (An
Nisa’: 65).
Di Shahih Al Bukhari dan
Shahih Muslim disebutkan hadits dari Anas bin Malik ra dari Nabi saw yang
bersabda,
وفي الصحيحين عن أنس عن النبي r قال : ثلاث من كن
فيه وجد بهن حلاوة الإيمان : من كان الله ورسوله أحب إليه مما سواهما ، وأن يُحب
المرء على يحبه إلا لله ، وأن يكره أن يعود إلى الكفر ـ بعد إذا أنقذه الله منه ـ
كما يكر أن يُلقى في النَّار ".
“Ada tiga hal; Barangsiapa
ketiga hal tersebut ada padanya, ia menemukan kemanisan iman dengannya, yaitu orang
yang Allah dan Rasul-Nya lebih ia cintai daripada selain keduanya, ia tidak mencintai seseorang melainkan
karena Allah, dan benci kembali kepada kekafiran setelah Allah menyelamatkannya
darinya sebagaimana ia benci dilemparkan ke neraka. “Di riwayat lain disebutkan,
“Ia menemukan rasa iman dengannya.“Di sebagian riwayat disebutkan, “Ia menemukan
rasa iman dan kemanisannya.”
Di
Shahih Al Bukhari dan Shahih Muslim disebutkan hadits dari Anas
bin Malik ra dari Nabi saw yang bersabda,
وفي الصحيحين عن أنس رضي الله عنه عن
النبي r قال : " لا
يُؤمن أحدكم حتى أكون أحبَّ إليه من ولده ووالده والناس أجمعين " .
“Seseorang dari kalian tidak beriman
hingga aku menjadi lebih dicintai daripada anak dan orang tuanya, serta seluruh
manusia. ‘Di riwayat lain disebutkan, ‘Daripada keluarga dan hartanya, serta
seluruh manusia.”
Di
Musnad Imam Ahmad disebutkan hadits dari Abu Razin Al Uqaili
yang menyatakan, aku berkata,
وفي
مسند الإمام أحمد عن أبي رزين العُقيلي ، قال : قلت يا رسول الله ما الإيمان ؟
قال : " أن تشهد أن لا إله إلا الله وحده لا شريك له ، وأن محمداً عبده
ورسوله ، وأن يكون الله ورسوله أحبَّ إليك مما سواهما ، وأن تُحرَق في النَّار
أحَبُّ إليك من أن تشرك بالله ، وأن تُحبَّ غير ذي نَسَب لا تُحبُّه إلا لله [ عز
وجل ] فغذا كنت كذلك فقد دخل حُبُّ الإيمان في قلبك كما دخل حُبٌّ الماء للظمآن في
اليوم القائظ " . قلت : يا رسول الله كئفَ لي بأن أعلم أني مُؤمِنُ ؟ قال :
" ما من أمتي أو هذه الأمة عبدُ يعمل حسنة فيعلم أنها حسنةٌ وأنَّ الله عز
وجل جازيه بها خيراً ، ولا يعمل سيئة فيعلم أنها سيئة ويستغفره الله منها ويعلم
أنه لا يغفرها إلا هو ؛ إلا هو مؤمن
“Wahai Rasulullah, apa
iman itu ?” Nabi saw bersabda, “Yaitu engkau bersaksi bahwa tidak ada Tuhan
yang berhak disembah kecuali Allah saja yang tidak ada sekutu bagi-Nya dan
bahwa Muhammad adalah hamba dan Rasul-Nya,
Allah dan Rasul-Nya lebih engkau cintai daripada selain keduanya, engkau terbakar di neraka itu lebih engkau
cintai daripada engkau menyekutukan Allah, dan engkau tidak mencintai selain nasab melainkan karena Allah. Jika engkau berada
dalam keadaan seperti itu, biji iman telah masuk ke hatimu sebagaimana air masuk
kepada orang yang kehausan di Hari Yang panas. “Aku berkata, “Wahai Rasulullah,
bagaimana cara aku mengetahui bahwa aku orang Mukmin ?” Nabi saw bersabda, “Tidak
lah seorang hamba di antara umatku atau
umat ini yang mengerjakan kebaikan kemudian ia mengetahui bahwa hal tersebut
adalah kebaikan, dan bahwa Allah Azza wa Jalla akan membalasnya dengan balasan
yang baik dan tidak lah hamba yang mengerjakan
kesalahan kemudian ia mengetahui bahwa hal tersebut adalah kesalahan, lalu meminta
ampunan kepada Allahlah kesalahan tersebut dan mengetahui bahwa tidak ada yang
bisa memberi ampunan kecuali, melainkan ia orang Mukmin.”
Di
Musnad Imam Ahmad dan lain-lain disebutkan hadits dari Umar
bin Khaththab ra dari Nabi saw yang bersabda,
عن عمر بن الخطاب رضي الله عنه عن النبي r قال : " من
سرَّته حسنتُهُ وساءتهُ سيئتُه فهُو
مُؤمنٌ "([4]) .
“Barangsiapa
dibuat senang oleh kebaikannya dan dibuat susah oleh kesalahannya, ia orang mukmin.”
Di Musnad Baqi bin
Mukhallad disebutkan hadits dari seseorang yang mendengar Rasulullah
saw bersabda,
وفي مسند بقيِّ بن مخلد عن رجل سمع رسول
الله r قال : " صريح
الإيمان إذا أسأت أو ظلمت أحداً : عَبْدكَ أو أمَتَكَ أو أحداً من النَّاس صُمت أو
تَصَدَّقْتَ ، وإذا أحسنت استبشرت " .
“Kemurnian iman jika engkau berbuat salah
atau mendzalimi seseorang, budak laki-lakimu, atau budak wanitamu, atau salah seorang
dari manusia, lalu engkau berpuasa atau bersedekah, jika engkau berbuat baik, engkau
senang.”
Di Musnad Imam Ahmad
disebutkan hadits dari Abu Sa’id ra dan Nabi saw yang bersabda,
وفي مسند الإمام أحمد عن أبي سعيد عن
النبي r قال : "
المؤمنون في الدنيا على ثلاثة أجزاء : الذين آمنوا بالله ورسوله ثم لم يرتابوا
وجاهدوا بأموالهم وأنفسهم في سبيل الله ، والذي يأمنه الناس على أموالهم وأنفسهم ،
ثم الذي إذا أشرف على طمع تركه لله عز وجل "
“Kaum Mukmin in di dunia itu terbagi
ke dalam tiga bagian; orang-orang yang beriman kepada Allah dan Rasul-Nya kemudian
mereka tidak ragu-ragu dan berjihad dengan harta dan jiwa mereka, dan orang yang
manusia merasa aman dengannya terhadap harta dan jiwa mereka, kemudian orang yang
jika ingin tamak maka ia meninggalkannya karena Allah Azza wa Jalla.”
Di Musnad Imam Ahmad juga
disebutkan hadits dari Amr bin Abasah ra yang berkata, aku berkata,
وفيه أيضاً عن عمرو بن عبسة قال : قلت :
يا رسول الله ما الإسلام ؟ قال : " طيب الكلامُ ، وإطعامُ الطعام "
فقلت : ما الإيمان ؟ قال : " الصبر والسماحة " قلت : أيُّ الإسلام أفضلُ
؟ قال : " من سلم المسلمون من لسانه ويده " .قلت : أيّ الإيمان أفضل ؟
قال : خُلُقٌ حسنٌ "
“Wahai Rasulullah, apa Islam itu ?” Rasulullah
saw bersabda, “Yaitu perkataan yang baik dan memberi makan. “Aku berkata, “Apa iman
itu ?” Rasulullah saw bersabda, “Sabar dan tolerans. ‘Aku berkata, “Apakah yang
terbaik dari Islam?’ Nabi saw bersabda, “Yaitu orang yang kaum Muslimin selamat
dari lidah dan tangannya.“ Aku berkata, “Apakah yang terbaik dari iman?” Nabi saw
bersabda, “Akhlak yang baik. ”
Tentang
sabar dan tolerans tersebut, Hasan Basri menafsirkan, “Yaitu sabar dari hal-hal
yang diharamkan Allah dan tolerans dengan mengerjakan hal-hal yang diwajibkan Allah
Azza wa Jalla.”
Di
At Tirmidzi dan lain-lain disebutkan hadits dari Aisyah ra dan
Nabi saw yang bersabda,
وفي الترمذي وغيره عن عائشة رضي الله عنها
عن النبي r قال : " أكمل
المؤمنين إيماناً أحسنُهُم خُلقاً
“Kaum Mukminin yang paling sempurna imannya
ialah siapa yang paling baik akhlaknya di antara mereka. ”
Hadits
tersebut juga diriwayatkan Abu Daud dan lain-lain dari Abu Hurairah ra. Al
Bazzar meriwayatkan di Musnadnya hadits dari Abdullah bin Muawiyah Al
Chadhiri dari Nabi saw yang bersabda,
وخرج البزار في مسنده من حديث عبد الله بن
معاوية الغاضري عن النبي r قال : " ثلاث من فعلهن فقد طعم الإيمان : من ع ند الله وحدهُ
وأنَّه لا إله الا الله . وأعطى زكاة مالة طيبة بها نفسُه ، رافدة عليه فثي كل عام
. وذكر الحديث ([5]) وفي
آخره : فقال رجلُ : فما تزكية المرء نفسهُ يا رسول الله ؟ قال : " أن يَعَلمَ
أنَّ الله معه حيث كان " .
“Tiga hal barangsiapa mengerjakannya, ia
merasakan rasa iman; Barangsiapa menyembah Allah saja bahwa tidak ada Tuhan
yang berhak disembah kecuali Allah, memberikan zakat hartanya dengan hati ridha
setiap tahun, dan seterusnya. Di akhir hadits disebutkan bahwa seseorang berkata,
“Apa yang dimaksud dengan pembersihan seseorang terhadap dirinya, Wahai Rasulullah?”
Nabi saw bersabda, “Ia mengetahui bahwa Allah bersama dirinya dimanapun ia berada.”
Abu
Daud meriwayatkan hanya permulaan hadits tersebut dan tidak meriwayatkan akhir
darinya. Ath Thabrani meriwayatkan hadits dari Ubadah bin Ash Shamit ra dari Nabi
saw yang bersabda,
وخرج
الطبراني من حديث عُبادة بن الصَّامت عن النبي r قال : " إن أفضل الإيمان أن تعلم أن الله معك حيث كنت "
“Iman yang paling baik
ialah engkau mengetahui bahwa Allah bersama mu di mana saja engkau berada.’
Di Shahih Al Bukhari dan
Shahih Muslim disebutkan hadits dari Abdullah bin Umar ra dari Nabi saw yang
bersabda,
وفي الصحيحين عن عبد الله
بن عمر رضي الله عنهما ؛ عن النبي r قال : " الحياء شُعبةٌ من الإيمان .
“Malu termasuk dan iman.“
Imam Ahmad dan Ibnu Majah
meriwayatkan hadits dari Al Inbadh bin Saniyah dari Nabi saw yang bersabda,
: " إنما المؤمن كالجمل الأنِفِ حيثُما قيد انقاد " .
“Sesungguhnya orang Mukmin
itu seperti unta yang patuh, dimanapun ia diikat, maka ia tunduk (penurut).”
Allah Azza wa Jalla berfirman, “Sesungguhnya
orang-orang Mukmin itu bersaudara, karena itu damaikan antara dua saudara
kalian.“ (Al Hujurat: 10).
Di Shahih Al Bukhari dan Shahih Muslim
disebutkan hadits dari An Nu’man bin Basyir ra dari Nabi saw yang
bersabda,
وفي الصحيحين عن النعمان بن بشير رضي الله
عنه عن النبي r قال : " مثلُ
المؤمنين في توادّهم وتعاطفهم وتراحُمهم كمثل الجسد إذا اشتكى منه عضو تداعى له
سائر الجسد بالحُمى والسهر "
“Perumpamaan orang-orang Mukmin dalam
cinta, simpati, dan kasih sayang mereka seperti satu tubuh; jika salah satu dari
organ tubuh ada sakit, seluruh tubuh mengeluh panas dan tidak bisa tidur karenanya.“
Diriwayat Muslim disebutkan, “Orang-orang mukmin itu seperti satu orang. ‘Di
riwayat Muslim juga disebutkan, “Kaum Muslimin itu seperti satu orang ; Jika
matanya sakit maka seluruh tubuhnya sakit dan jika kepalanya sakit maka seluruh
tubuhnya sakit.”
Di Shahih Al Bukhari dan Shahih Muslim
juga disebutkan hadits dari Abu Musa Al Asy’ari ra dari Nabi saw yang
bersabda,
" المسلمون
كرجُل واحد إذا اشتكى عَيْنُهُ اشتكى كُلُّه ، وإن اشتكى رأسُهُ اشتكى كله "
‘Orang Mukmin terhadap orang Mukmin lainnya
adalah seperti satu bangunan yang sebagiannya menguatkan sebagian lainnya. ‘Rasulullah
saw bersabda seperti itu sambil merapatkan jari-jari beliau.”
Di Musnad Imam Ahmad disebutkan
hadits dari Sahl bin Sa’ad ra dari Nabi saw yang bersabda,
وفي مُسند الإمام أحمد عن سهل بن سعد رضي
الله عنه عن النبي r قال :
" المؤمن من أهل الإيمان بمنزلة
الرأس من الجسد ، يألمُ المؤمن لأهل الإيمان كما يألم الجسدُ لما في الرأس
“Orang Mukmin terhadap golongan kaum beriman
adalah seperti kepala dengan tubuh orang Mukmin merasa sakit untuk golongan
kaum beriman seperti seluruh tubuh merasa sakit karena apa yang diderita kepala.”
Di Sunan Abu Daud disebutkan hadits
dari Abu Hurairah ra dari Nabi saw yang bersabda,
وفي سنن أبي داود عن أبي هريرة رضي الله
عنه عن النبي r قال : "
المؤمن مرآةُ المؤمن ، المؤمن يكفُّ عليه ضيعته ، ويحوطه من ورائه " ([6])
.
“Orang
Mukmin adalah cermin bagi Mukmin lainnya dan orang Mukmin adalah saudara orang Mukmin.
Orang Mukmin itu menjaga pekarangan saudaranya dan melindunginya dari belakang.
Di Shahih
Al Bukhari dan Shahih Muslim disebutkan hadits dari Anas bin Malik ra dan Nabi
saw yang bersabda,
وفي الصحيحين عن أنس رضي
الله عنه عن النبي r قال : " لا
يؤمن أحدكم حتى يحبَّ لأخيه ما يُحبُّ لنسه
“Salah seorang dari kalian tidak beriman
hingga ia mencintai untuk saudaranya sesuatu yang ia cintai untuk hatinya.”
Di Shahih Al Bukhari
disebutkan hadits dari Abu Syuraih Al Ka’bi dari Nabi saw yang
bersabda,
وفي صحيح البخاري عن أبي شريح الكعبي رضي
الله عنه عن النبي r قال: " والله
لا يؤمن ! والله لا يؤمن ! والله لا يؤمنُ ! " قالوا : من ذاك ؟ يا رسول
الله! قال: " من لا يأمن جاره بوائقه "
“Demi Allah tidak beriman, demi Allah tidak
beriman, dan demi Allah tidak beriman. “Para sahabat bertanya, “Siapa wahai
Rasulullah?” Rasulullah saw bersabda, “Yaitu orang yang tetangganya tidak merasa
aman dari kejahatannya.”
Al Hakim meriwayatkan
hadits dan Ibnu Abbas ra dan Nabi saw yang bersabda,
وخرَّج الحاكم من حديث ابن عباس رضي الله
عنهما عن النبي r قال : " ليس
المؤمن الذي يشبع وجاره جائع
“Bukan orang Mukmin orang
yang kenyang, sedang tetangganya kelaparan.”
Imam Ahmad dan At Tirmidzi
meriwayatkan hadits dan Sahl bin Muadz Al Juhami dari ayahnya dari Nabi saw
yang bersabda,
وخرَّج الإمام أحمد والترمذي من حديث سهل
بن معاذ الجهني عن النبي r قال : " من أعطى لله ، ومنع لله ، وأحبَّ لله ، وأبغض لله ـ
زاد الإمام أحمد ـ وأنكحَ لله فقد استكمل إيمانه
“Barangsiapa memberi karena Allah, tidak
member karena-Nya, mencintai karena-Nya, membenci karena-Nya. Imam Ahmad
menambahkan, “Menikahkan karena Allah sungguh ia telah menyempurnakan
imannya.”
Di riwayat Imam Ahmad dikatakan bahwa
ayah Sa’ad bin Muadz Al Juhari bertanya kepada Nabi saw tentang iman
yang paling baik, kemudian beliau bersabda, ;
وفي رواية للإمام أحمد أنَّهُ سأل النبي r عن أفضل الإيمان
فقال : " أن تُحبُّ لله وتبغض لله ، وتُعمل لسانك في ذكر الله " فقال :
وماذا ؟ يا رسول الله ! قال : " وأن تُحِبَّ للنَّاس ما تُحِبُّ لنفسك ،
وتكرّةَ لَهُمْ ما تكْرهُ لنفسك
“Engkau mencintai karena Allah, membenci
karena-Nya, dan menggunakan lidahmu untuk dzikir kepada Allah. “Ayah Sahl bin
Muadz berkata, “Apa lagi wahai Rasulullah?” Nabi saw bersabda, “Engkau mencintai
untuk manusia apa yang engkau cintai untuk dirimu dan membenci untuk mereka apa
yang engkau benci untuk dirimu. ‘Di riwayat Imam Ahmad disebutkan, “Engkau berkata
baik atau diam.”
Di hadits di atas disebutkan bahwa banyak
berdzikir kepada Allah termasuk iman yang paling baik.
Imam
Ahmad juga meriwayatkan hadits dari Amr bin Al Jamuh ra bahwa ia mendengar
Rasulullah saw bersabda,
من حديث عمرو بن الجمُوح : أنَّه سمع
النبي r يقول : لا يُحق
العبدُ صريح الإيمان حتى يُحبَّ لله ويُبغض لله ، فإذا أحبَّ لله وأبغض لله فقد
استحق الولاية من الله تعالى
“Seorang hamba tidak berhak atas kemurnian iman hingga ia
mencintai karena Allah dan membenci karena-Nya. Jika ia mencintai karena Allah dan
membenci karena-Nya, ia berhak atas perlindungan (kewalian) dari Allah Ta’ala.”
Imam
Ahmad juga meriwayatkan hadits dari Al Banna’ bin Azib ra dari Nabi saw
yang bersabda,
من
حديث البراء بن عازب رضي الله عنه عن النبي r قال : " إن أوثَقَ عُرَى الإيمان أن تُحِبَّ في الله ،
وتُبغض في الله
“Sesungguhnya tali iman yang paling kokoh
ialah engkau mencintai karena Allah dan membenci karena-Nya.”
Ibnu
Abbas ra berkata,
وقال
ابن عباس رضي الله عنهما : " أحب في الله ، وأبغض في الله ووال في الله وعاد
في الله فإنما تُنال ولايةُ الله بذلك ، ولن يجد عبدُ طعم الإيمان وإن كثرت صلاتُه
وصومُه ؛ حتَّى يكون كذلك وقد صارت عامَّةُ مؤاخاة الناس على أمر الدنيا ، وذلك لا
يجدي على أهله شيئاً
“Cintailah
di jalan Allah, bencilah di jalan-Nya, bertemanlah di jalan-Nya, dan musuhilah
di jalan-Nya, karena perlindungan Allah didapatkan dengan itu semua. Seorang hamba tidak akan merasakan rasa iman kendati
shalat dan puasanya banyak hingga keadaannya sebagaimana yang telah disebutkan tadi.
Umumnya persaudaraan manusia sekarang terjadi karena kepentingan dunia padahal itu
tidak bermanfaat sedikitpun bagi orang-orang yang bensangkutan.” Diriwayatkan
Ibnu Jarir Ath Thabari dari Muhammad bin Nashr Al Marwazi.
Ihsan
Sedang
Ihsan, kata ini seringkali disebutkan di Al Qur’an di banyak tempat ; terkadang
disebutkan bersama dengan iman, terkadang
disebutkan bersama dengan Islam, dan
terkadang disebutkan bersama dengan
takwa atau amal perbuatan.
Penyebutan
ihsan bersama dengan iman, misalnya
firman Allah Ta’ala,
“Tidak
ada dosa bagi orang-orang yang beriman dan mengerjakan amalan yang shalih
karena memakan makanan yang telah mereka makan dahulu, apabila mereka bertakwa
serta beriman, dan mengerjakan amalan-amalan yang shalih, kemudian mereka tetap
bertakwa dan beriman, kemudian mereka bertakwa dan berbuat kebaikan dan Allah menyukai
orang-orang yang berbuat kebajikan.” (Al Maidah: 93).
Atau firman Allah Ta’ala,
“Sesungguhnya mereka
yang beriman dan beramal shalih, tentulah Kami tidak akan menyia-nyiakan pahala
orang-orang yang mengerjakan amalan dengan baik.“ (Al Kahfi: 30).
Contoh penyebutan ihsan
dengan Islam, misalnya firman Allah Ta’ala,
“(Tidak demikian)
bahkan barangsiapa menyerahkan diri kepada Allah, sedang ia berbuat kebajikan,
maka baginya pahala di sisi Tuhannya dan tidak ada kekhawatiran terhadap mereka
dan mereka tidak bersedih hati.“ (Al Baqarah: 112)
Atau firman Allah Ta’ala,
“Dan
barangsiapa menyerahkan dirinya kepada Allah, sedang dia orang yang berbuat
kebaikan, maka sesungguhnya ia telah berpegang kepada buhul tali yang kokoh.“
(Luqman: 22).
Contoh penyebutan ihsan
dengan takwa, misalnya firman Allah Ta’ala,
“Sesungguhnya
Allah beserta orang-orang yang bertakwa dan orang-orang yang berbuat kebaikan.“
(An Nahl: 128)
Terkadang Allah Ta’ala menyebutkan
kata ihsan secara sendiri tanpa kata lain, misalnya firman Allah Ta’ala,
“Bagi
orang-orang yang berbuat baik, ada pahala yang terbaik (surga) dan tambahannya.“(Yunus:
26).
Di Shahih
Muslim disebutkan hadits dari Nabi saw yang menafsirkan bahwa yang
dimaksud dengan kata tambahan di ayat di atas ialah melihat wajah Allah Azza
wa Jalla di surga. Itu tepat sebagai balasan bagi orang yang berbuat ihsan,
karena ihsan ialah orang Mukmin menyembah Tuhannya di dunia dengan merasa diawasi
Allah. Ia seperti melihat Allah dengan hatinya dan melihat-Nya pada saat ia
beribadah kepada-Nya. Maka balasan baginya ialah melihat Allah dengan terang-terangan
di akhirat.
Kebalikannya ialah penjelasan
Allah tentang balasan bagi orang-orang kafir di akhirat,
“Sekali-kali
tidak , sesungguhnya mereka pada hari itu benar-benar terhalang dan (melihat) Tuhan
mereka.“ (Al Muthaffifin: 15)
Itu sebagai balasan atas
keadaan mereka di dunia, yaitu akumulasi kekaratan di hati mereka hingga
akhirnya hati mereka terhalang tidak bisa mengenal Allah dan tidak merasa diawasi
Allah di dunia. Untuk itu, balasan mereka karena keadaan mereka seperti itu ialah
mereka dihalang-halangi dari melihat Allah di akhirat.
Sabda Rasulullah saw ketika
beliau mendefinisikan kata ihsan, “Engkau menyembah Allah seolah-olah melihat-Nya,
dan seterusnya,” mengisyaratkan bahwa seorang hamba menyembah Allah dalam keadaan seperti itu,
berarti merasakan kedekatan Allah dan bahwa ia berada di depan Allah seolah-olah
melihatnya. Hal ini menghasilkan rasa takut, segan, dan mengagungkan Allah, seperti
terlihat di riwayat Abu Hurairah ra,
" أن تخشى الله كأنَّك تراهُ
“Hendaknya engkau takut
kepada Allah seolah-olah Engkau melihatnya.”
Ibadah seperti itu juga
menghasilkan ketulusan dalam ibadah dan berusaha keras untuk memperbaiki dan menyempurnakannya.
Itu pula yang diwasiatkan Rasulullah saw kepada sejumlah sahabat seperti
diriwayatkan Ibrahim Al Hijri dari Abu Al Ahwash dari
Abu Dzar ra yang
berkata,
وقد وصى النبي r جماعة من أصحابه بهذه الوصية كما روى إبراهيمُ الهجري ، عن أبي
الأحوص ، عن أبي ذر رض الله عنه قال : " أوصاني خليلي r أن أخشى الله كأنِّي أراهُ ، فإن لم أكن أراه فإنَّهُ يراني
" .
“Orang yang aku cintai
Rasulullah saw, berwasiat kepadaku agar aku takut kepada Allah seolah-olah aku
melihat-Nya dan jika aku tidak melihat-Nya Maka Dia melihatku.”
Diriwayatkan dari Abdullah bin Umar ra
yang berkata,
وروى عن ابن عمر رضي الله عنهما قال :
" أخذ رسول الله r ببعض جسدي فقال : أعبُد الله كأنَّك تراهُ "
“Rasulullah saw memegang salah satu tubuhku
kemudian bersabda, ‘Sembahlah Allah seolah-olah engkau melihatnya.“
Diriwayatkan dari Zaid bin Arqam secara marfu’
dan mauqul
من حديث زيد بن أرقمَ مرفوعاً وموقوفاً :
" كُن كأنَّك ترى الله فإن لم تكن تراهُ فإنه يراك
‘jadilah engkau seolah-olah melihat Allah,
jika engkau tidak melihatnya, sesungguhnya Dia melihatmu.”
Ath Thabrani meriwayatkan hadits dari
Anas bin Malik ra bahwa seseorang berkata,
وخرج الطبراني من حديث
أنس رضي الله عنه : " أن رجلاً قال : يا رسول الله ! حدَّثني بحديث واجعله
مؤجزاً ؟ فقال : " صلٍّ صلاة موَدِّعٍ ؛ فإنَّك إن كُنت لا تراه فإنه يراك
“Wahai Rasulullah, berikan
hadits kepadaku dan jadikan hadits tersebut ringkas.“ Nabi saw bersabda, “Shalatlah
seperti shalat orang yang akan berpisah. Sesungguhnya jika engkau tidak melihat
Allah, Dia melihatmu.”
Di hadits Haritsah yang terkenal
hadits tersebut diriwayatkan secara mursal dan muttashil (tidak terputus),
namun yang benar hadits tersebut diriwayatkan secara mursal Nabi saw bersabda
kepadanya,
أن النبي r قال له : " كيف أصبححت يا حارثة ؟ قال : أصبحت مؤمناً حقاً
قال : أنظر ما تقول ؛ فإن لكل قول حقيقة ؟ قال : يا رسول الله عزفت نفسي عن
الدنيا فأسهرت ليلي واظمأت نهاري ، وكأني انظر إلى عرش ربي بارزاً وكأني أنظر
أهل الجنة كيف يتزاورون فيها وكأنِّي أنظر إلى أهل النار كيف يتعاوون ([7])
فيها قال : " أبصرت فألزم ؛ عبدٌ نَوَّرَ الله الإيمان في قلبه " ([8]).
“Bagaimana khabarmu pada
pagi ini hal Haritsah?” Haritsah berkata, “Pagi ini aku dalam keadaan Mukmin sejati“
Nabi saw bersabda, “Pikirlah apa yang engkau ucapkan, karena setiap
ucapan mempunyai hakikat.” Haritsah berkata, “Wahai Rasulullah, jiwaku lari
dari dunia kemudian aku tidak tidur di malamku dan melaparkan siangku. Aku seperti
melihat Arasy Tuhanku terlihat. Aku seperti melihat penghuni surga di surga
bagaimana mereka saling mengunjungi di dalamnya. Aku juga seperti melihat
penghuni neraka di neraka bagaimana mereka saling minta tolong di dalamnya. “Nabi
saw bersabda, “Engkau telah tahu maka jagalah. hamba yang Allah menyinari iman di hatinya.“
Diriwayatkan dari Abu Umamah ra bahwa Nabi
saw menasihati seseorang dan bersabda kepadanya,
وروى من حديث أبي أمامة رضي الله عنه أن
النبي r وصى رجلاً فقال له
: " استحي من الله استحياءك من رجُلين من صالحي عشيرتك لا يفارقانك
“Malulah kepada Allah seperti engkau malu
kepada dua orang di antara orang-orang shalih keluargamu yang tidak pernah
meninggalkanmu.”
Hadits di atas juga diriwayatkan dari jalur
lain secara mursal. Diriwayatkan dari Muadz bin Jabal ra bahwa Nabi saw
berwasiat kepadanya ketika beliau mengutusnya ke Yaman.
Beliau bersabda,
عن معاذ أن النبي r وصاه لما بعثه إلى اليمن فقال : " استحي من الله كما تستحي
من رجُل ذي هيبة من أهلك
“Malulah kepada Allah sebagaimana engkau
malu kepada orang yang berwibawa di antara keluargamu.“
Nabi saw pernah ditanya tentang membuka
aurat ketika menyendiri hingga telanjang, kemudian beliau bersabda,
وسئل النبي r عن كشف العورة خالياً فقال " الله أحقُّ أن يُستحيا منه
“Allah lebih layak disikap malu karenanya.”
Abu Ad Darda’ memberi
wasiat kepada seseorang dengan berkata kepadanya, “Sembahlah Allah seolah-olah engkau
melihatnya.”
Urwah bin Az Zubair melamar
putri Ibnu Umar pada saat keduanya sedang thawaf, namun Ibnu Umar tidak memberikan
jawaban kepadanya. Pada kesempatan lain, Ibnu Umar bertemu Urwah bin Az Zubair kemudian
ia meminta maaf kepadanya sambil berkata, “Dulu kita sedang thawaf dan pada
saat itu kita membayangkan Allah ada di depan kita.” (Diriwayatkan Abu Nu’aim
dan lain-lain).
Tentang sabda Nabi saw,
‘Jika engkau tidak dapat melihatnya, sesungguhnya Dia melihatmu,“ ada yang
mengatakan bahwa sabda tersebut merupakan penjelasan sabda sebelumnya bahwa
jika seorang hamba diperintahkan merasa diawasi
Allah dalam ibadah dan merasakan kedekatan Allah dengan hamba-Nya hingga hamba tersebut seolah-olah melihatnya, maka
bisa jadi hal tersebut sulit baginya. Untuk itu, hamba tersebut menggunakan imannya bahwa Allah
melihat dirinya, mengetahui rahasianya, yang diperlihatkannya, batinnya, luarnya,
dan tidak ada sedikitpun dari dirinya yang tidak diketahui-Nya. Jika hamba tersebut merealisasikan posisi seperti itu,
maka mudah baginya untuk beranjak ke posisi kedua yaitu terus-menerus melihat kedekatan
Allah dengan hamba-Nya dan kebersama an-Nya
dengan hamba-Nya, hingga hamba tersebut seperti melihatnya.
Orang arif lainnya
berkata, “Takutlah kepada Allah sebesar kodrat-Nya terhadapmu dan malulah kepada-Nya
sebesar kedekatan-Nya denganmu.” Salah seorang wanita arif dari generasi
salaf berkata, “Barangsiapa beramal karena Allah seperti melihatnya, ia
orang arif. Barangsiapa beramal dengan menyadari dilihat Allah, ia orang ikhlas.
” Wanita arif tersebut menyebutkan dua kedudukan yang telah disebutkan
sebelumnya, yaitu ;
1.
Ikhlas, yaitu seorang hamba beramal dengan menyadari dilihat Allah, dipantau
oleh-Nya, dan Dia dekat dengannya. Jika seorang hamba menghadirkan itu semua dalam amalnya
dan beramal seperti itu, ia orang ikhlas, karena jika ia menghadirkan itu semua
dalam amalnya, maka itu semua akan bisa mencegahnya dari keberpalingan kepada selain
Allah dan dari yang ditujukan kepada selain
-Nya melalui amal perbuatannya.
2.
Musyahadah, yaitu seorang hamba beramal dalam keadaan seperti menyaksikan
Allah dengan hatinya, maksudnya hatinya bersinar dengan iman dan mata hatinya
menembus ke dalam ma’rifah hingga sesuatu yang ghaib seolah-olah terlihat.
Itulah hakikat
kedudukan ihsan yang diisyaratkan di hadits Malaikat Jibril as. Orang-orang
yang berada di kedudukan ihsan itu berbeda antara satu orang dengan yang lainnya
sesuai dengan kadar kekuatandaya tembus mata hatinya. Tentang firman Allah Ta’ala,
“Dan
bagi-Nya sifat Yang Maha Tinggi di langit dan di bumi “ (Ar Rum: 27).
Sejumlah ulama menafsirkan
kata Al matsalul a‘la seperti makna di atas. Perumpamaan yang sama ialah
firman Allah Ta’ala,
“Perumpamaan cahaya Allah
adalah seperti sebuah lubang Yang tak tembus, yang di dalamnya ada pelita besar
“(An-Nun: 35).
Maksudnya, perumpamaan
cahaya Allah di hati orang Mukmin. Itu dikatakan Ubai bin Ka’ab dan lain-lain
dan generasi salaf.
Sebelumnya telah disebutkan
hadits, “Iman yang paling baik ialah engkau mengetahui bahwa Allah bersama mu
di mana saja engkau berada. “Juga hadits, “Apa yang dimaksud dengan pembersihan
seseorang terhadap dirinya, Wahai Rasulullah?”Nabi saw bersabda, “Ia mengetahui
bahwa Allah bersama dirinya dimanapun ia
berada. ”
Ath Thabrani meriwayatkan
hadits dari Abu Umamah ra dari Nabi saw yang bersabda,
“Tiga orang berada
dalam naungan Allah pada hari tidak ada naungan kecuali naungan-Nya; orang yang
dimana saja ia berada mengetahui Allah bersama nya, dan seterusnya.”
Makna di atas ditunjukkan
Al Qur’an di banyak tempat, misalnya firman Allah Ta’ala,
“Dan apabila hamba- hamba-Ku bertanya kepadamu tentang Aku,
maka sesungguhnya Aku ini dekat; Aku mengabulkan permohonan orang yang berdoa apabila
ia berdoa kepada -Ku.“ (Al Baqarah: 186).
Atau firman Allah Ta’ala,
“Dan Dia (Allah) bersama kalian dimanapun
kalian berada.“ (Al Hadiid: 4).
Dan firman Allah Ta’ala,
‘Tidak ada pembicaraan rahasia antara tiga orang, melainkan Dia yang keempatnya
dan tidak ada (pembicaraan antara) lima orang melainkan Dia yang keenamnya dan tidak
ada (pula) pembicaraan antara (jumlah) yang kurang dari itu atau lebih banyak, melainkan
Dia ada bersama mereka di manapun mereka
berada.“ (Al Mujadilah: 7).
Atau firman Allah Ta’ala
, “Kamu tidak berada
dalam suatu keadaan dan tidak membaca suatu ayat dari Al Qur’an dan kamu tidak mengerjakan
suatu pekerjaan, melainkan Kami menjadi saksi atasmu di waktu kamu melakukannya.“
(Yunus: 61).
Atau firman Allah Ta’ala, ‘Dan Kami
lebih dekat kepadanya daripada urat lehernya.“ (Qaaf: 16).
Atau firman Allah Ta’ala,
“Dan mereka tidak bersembunyi dari Allah, padahal
Allah beserta mereka.” (An Nisa’: 108).
Banyak sekali hadits yang
menganjurkan ingat kedekatan Allah dengan hamba ketika melakukan ibadah-ibadah, misalnya
sabda Nabi saw,
وقد وردت الأحاديث الصحيحة بالندب إلى
استحضار هذا القرب في حال العبادات كقوله r : "إن أحدكم إذا قام يصلي فإنما يناجي ربَّهُ أو ربُّه بينه
وبين القبلة".
“Sesungguhnya jika salah
seorang dari kalian berdiri mengerjakan shalat, maka ia bermunajat kepada Tuhannya,
atau Tuhannya ada di antara dirinya dengan kiblat.”
Atau sabda Nabi saw,
: " إن الله قِبَل وجهِهِ إذا صَلَّى
“Sesungguhnya Allah berada
di arah wajahnya ketika ia mengerjakan shalat.”
Atau sabda Nabi saw,
" إن الله عز وجل ينصُبُ وجههُ لوجه عبده في صلاته ما لم
يلتفت
“Sesungguhnya Allah memasang wajah-Nya untuk wajah
hamba-Nya dalam shalatnya selagi ia tidak
menoleh.
Atau sabda Nabi saw kepada
orang-orang yang bersuara keras ketika berdzikir,
وقوله للذين رفعوا
أصواتهم بالذكر : " إنكم لا تدعون أصم ولا غائباً ؛ إنكم تدعون سميعاً قريباً
“Sesungguhnya
kalian tidak berdoa kepada Dzat yang tuli dan tidak ada, namun engkau berdoa kepada
Dzat yang Maha Mendengar dan Dekat.
“Di riwayat lain disebutkan,
" وهو أقربُ إلى أحدكم من عُنُق راحلته
“Dia
lebih dekat dengan salah seorang dari kalian daripada leher hewan kendaraannya.“
Diriwayat lain disebutkan,
و أقربُ إلى أحدكم من حبل
الوريد
‘Dia
lebih dekat dengan salah seorang dari kalian daripada urat lehernya.”
Atau sabda Nabi saw,
" يقول الله عز وجل : أنا مع عبدي إذا [ هو ] ذكرني وتحركت بي
شفتاه
“Allah Azza wa Jalla berfirman, ‘Aku bersama hamba-Ku jika ia ingat kepada-Ku dan kedua bibirnya
bergerak menyebut-Ku.”
Atau seperti sabda Nabi saw,
وقوله : " يقول الله عزَّ وجلَّ :
أنا مع ظن عبدي بي وأنا معه حيث ذكرني ، فإن ذكرني في نفسه ذكرته في نفسي ،وإن
ذكرني في ملأ ذكرته في ملا خير منهم ، وإن تقرب مني شبراً تقربت منه ذراعاً وإن
تقرب مني ذراعاً تقربت منه باعاً ،وإن أتاني يمشي أتيته هروله "
“Allah Azza wa Jalla berfirman, ‘Aku bersama dugaan hamba-Ku terhadap-Ku dan Aku bersamanya
di mana saja ia dzikir kepada-Ku. Jika ia ingat kepada-Ku dalam dirinya, Akupun
ingat kepadanya dalam diri-Ku. Jika ia
ingat kepada-Ku dalam kelompok, Akupun
ingat kepadanya dalam kelompok yang lebih baik dari kelompoknya. Jika ia merdekat
kepada-Ku sejengkal, Aku merdekat kepadanya sehasta. Jika ia merdekat kepada-Ku
sehasta, Aku merdekat kepadanya selengan. Jika ia datang kepada-Ku dengan berjalan,
Aku datang kepadanya dengan setengah berlari.”
Diriwayatkan dari Ibrahim bin Adham yang
berkata, “Tmgkatan paling tinggi yaitu engkau habiskan waktumu untuk (beribadah)
kepada Rabb-mu, engkau merasa tenteram kepada-Nya dengan hati, akal, dan
seluruh organ tubuhmu hingga engkau tidak mengharapkan apa-apa kecuali Tuhanmu saja,
tidak takut kecuali kepada dosamu, dan cinta kepada-Nya menguat di hatimu
hingga engkau tidak mendahulukan cinta kepada-Nya atas cinta yang lain. Jika engkau
bisa seperti itu, engkau tidak peduli lagi ketika engkau berada di daratan, atau
lautan, atau tanah datar, atau gunung, kerinduanmu untuk bertemu dengan Allah adalah
seperti kerinduan orang yang kehausan kepada air dingin atau seperti kerinduan
orang kelaparan kepada makanan lezat, dan dzikir kepada Allah bagimu lebih
nikmat daripada madu dan lebih manis daripada air tawar murni bagi orang yang
kehausan di hari yang panas.”
Al Fudhail berkata, “Berbahagialah
orang yang merasa gelisah ketika berkumpul dengan orang lain, dan Allah menjadi
teman duduknya.”
Abu Sulaiman berkata, “Aku tidak
tentram kecuali dengan Allah selama-lamanya.”
Ma’ruf berkata kepada seseorang,
“Bertawakallah kepada Allah hingga Allah menjadi teman duduk dan sahabat karibmu,
serta tempat pengaduanmu.”
Dzun Nun berkata, “Di
antara tanda orang-orang yang mencintai Allah ialah ia tidak tentram dengan selain
Dia dan tidak merasa sendirian bersama-Nya.”
Dzun Nun juga berkata, “Jika
cinta kepada Allah Ta’ala menempati hati, hati tersebut tentram
dengan-Nya, karena Allah Ta’ala lebih agung untuk dicintai orang-orang arif
daripada selain Dia. ”
Perkataan ulama tentang tema
ini sangat panjang sekali dan apa yang telah saya sebutkan itu sudah memadai, Insya
Allah.
Sekarang kita
membahas hari kiamat yang disebutkan di hadits di atas.
Pertanyaan Malaikat Jibril
as tentang hari kiamat kemudian Nabi saw bersabda, “Orang yang ditanya
tentang hari kiamat tidak lebih tahu dari penanya,“ maksudnya bahwa seluruh
pengetahuan makhluk tentang waktu hari kiamat adalah sama. Ini sinyal bahwa Allah
Ta’ala sendiri yang mengetahui waktunya. Oleh karena itu, di hadits Abu
Hurairah ra, Nabi saw bersabda tentang lima
hal yang tidak diketahui siapapun kecuali oleh Allah Ta’ala kemudian beliau
membaca firman Allah Ta’ala,
“ Sesungguhnya Allah, Hanya pada
sisi-Nya sajalah pengetahuan tentang hari kiamat; dan Dia-lah yang menurunkan
hujan, dan mengetahui apa yang ada dalam rahim. dan tiada seorangpun yang dapat
mengetahui (dengan pasti) apa yang akan diusahakannya besok dan tiada
seorangpun yang dapat mengetahui di bumi mana dia akan mati. Sesungguhnya Allah
Maha mengetahui lagi Maha Mengenal.“(Luqman: 34).
Allah Azza wa Jalla berfirman, “Mereka menanyakan kepadamu tentang
Kiamat, ‘Kapan terjadinya?’ Katakan, ‘Sesungguhnya pengetahuan tentang Kiamat itu
pada sisi Tuhanku; tidak seorangpun yang dapat menjelaskan waktu kedatangannya selain
Dia, Kiamat itu amat berat yang di langlt dan di bumi. Kiamat tidak akan datang
kepada kalian melainkan dengan tiba-tiba.“ (Al A’raf: 187).
Di Shahih Al Bukhari disebutkan
hadits dari Ibnu Umar ra dari Nabi saw yang bersabda,
“Kunci-kunci hal ghaib itu lima dan tidak ada yang mengetahuinya
kecuali Allah.“ Setelah itu, Nabi saw membaca firman Allah, sesungguhnya Allah hanya
pada sisi-Nya sajalah pengetahuan tentang hari kiamat dan Dia yang menurunkan
hujan dan mengetahui apa yang ada dalam rahim
dan tidak ada seorangpun yang dapat mengetahui apa yang akan diusahakannya besok
dan tidak ada seorangpun yang dapat mengetahui di bumi mana dia akan mati, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha
Mengenal. “ (Luqman: 34. 93
Hadits
di atas juga diriwayatkan Imam Ahmad dengan redaksi bahwa Nabi saw bersabda,
“Aku
diberi kunci-kunci segala sesuatu kecuali lima
hal. “Sesungguhnya Allah, hanya pada sisi-Nya sajalah pengetahuan tentang hari
kiamat; dan Dia-lah yang menurunkan hujan, dan mengetahui apa yang ada dalam
rahim dan tiada seorangpun yang dapat mengetahui (dengan pasti) apa yang akan
diusahakannya besok. Dan tiada seorangpun yang dapat mengetahui di bumi mana
dia akan mati. Sesungguhnya Allah Maha mengetahui lagi Maha Mengenal.” (Luqman:
34).
Imam
Ahmad meriwayatkan hadits dengan sanadnya dari Ibnu Mas’ud ra yang berkata, “Nabi
kalian saw diberi kunci-kunci segala hal kecuali lima . “Sesungguhnya Allah, hanya pada
sisi-Nya sajalah pengetahuan tentang hari kiamat; dan Dia-lah yang menurunkan
hujan, dan mengetahui apa yang ada dalam rahim dan tiada seorangpun yang dapat
mengetahui (dengan pasti) apa yang akan diusahakannya besok. Dan tiada
seorangpun yang dapat mengetahui di bumi mana dia akan mati. Sesungguhnya Allah
Maha mengetahui lagi Maha Mengenal.” (Luqman: 34).
Pertanyaan
Malaikat Jibril as, “Terangkan kepadaku tanda-tanda hari kiamat, maksudnya,
terangkan kepadaku tanda-tanda yang menjelaskan dekatnya kedatangan hari kiamat.
Di hadits Abu Hurairah ra, disebutkan bahwa Nabi saw bersabda, “Aku
akan menjelaskan kepadamu tentang tanda-tandanya. ”
Di
hadits di atas (hadits bab 1), Nabi saw menyebutkan dua tanda hari
kiamat ;
Pertama,
budak wanita melahirkan majikannya, yang dimaksud dengan kata rabbataha (majikannya)
di hadits di atas ialah majikan dari pemilik budak wanita tersebut. Di
hadits Abu Hurairah ra disebutkan, “Rabbaha,” (maksudnya, pemilik budak
wanita tersebut). Ini mengisyaratkan penaklukan sejumlah negeri dan banyaknya
perolehan budak hingga budak -budak wanita banyak dan dengan sendirinya anak-anak
yang lahir dari budak wanita tersebut menjadi banyak, kemudian sang ibu anak-anak
tersebut adalah budak wanita milik pemiliknya, sedang anak-anak yang dilahirkan
budak wanita tersebut sama kedudukannya dengan ayahnya, karena anak-anak sayyid
(pemilik budak ) itu sama kedudukannya dengan sayyid tersebut. Jadi anak budak wanita
tersebut sama kedudukannya dengan pemilik budak wanita tersebut.
Al Khathabi menyebutkan
bahwa hadits di atas dijadikan hujjah oleh orang yang berpendapat bahwa ummul
walad (budak wanita yang digauli
pemiliknya kemudian melahirkan anak) dimerdekakan karena anaknya yang mendapatkannya
sebagai warisan dari ayahnya. Ummul walad
tersebut pindah tangan kepada anak-anaknya dengan cara pewarisan kemudian
dimerdekakan. Namun sebelum kematian pemiliknya, ummul walad tersebut dijual. Hujjah seperti itu perlu
diteliti.
Saya katakan, justru
sebagian ulama berhujjah sebaliknya dengan hadits di atas bahwa ummul walad tidak
boleh dijual dan ia dimerdekakan dengan kematian pemiliknya seketika itu juga, karena
ulama tersebut menjadikan anak ummul walad tersebut sebagai pemiliknya. Seolah-olah,
anaknya itulah yang memerdekakan ummul walad
kemudian pembebasan dirinya dinisbatkan kepada anaknya, karena anaknya menjadi
penyebab kemerdekaan dirinya. Jadi seolah-olah anaknya menjadi seperti pemilik
dirinya. Ini seperti diriwayatkan dari Nabi saw bahwa beliau bersabda tentang
ibu dari anak beliau, Mariyah, ketika melahirkan Ibrahim, “Ia dimerdekakan
oleh anaknya.”
Imam Ahmad juga berhujjah
seperti itu. Imam Ahmad berkata di riwayat Muhammad bin Al Hakam darinya, “Budak
wanita melahirkan majikannya,“ maksudnya, ummul walad itu
sangat banyak. Imam Ahmad berkata lagi, “Jika budak wanita melahirkan anak karena
digauli pemiliknya, ia dimerdekakan karena anaknya tersebut. Itu menjadi dalil
bahwa para ummul walad itu tidak boleh dijual.”
Ada yang menafsirkan
bahwa yang dimaksud dengan sabda Nabi saw, “Budak wanita melahirkan majikannya,“
ialah budak laki-laki banyak sekali diperoleh hingga anak perempuan didatangkan
kemudian dimerdekakan, kemudian ibu anak perempuan tersebut didatangkan lalu
dibeli oleh anak perempuan tersebut dan menjadikannya sebagai pembantu karena tidak
tahu bahwa wanita tersebut adalah ibunya. Hal ini pernah terjadi pada
zaman Islam.
Tentang sabda Nabi saw,
ada lagi yang menafsirkan bahwa para budak wanita melahirkan para raja. Waki’
berkata, “Makna hadits di atas ialah orang non Arab melahirkan orang Arab.” Dan
orang-orang Arab adalah raja bagi orang-orang non Arab dan pemilik mereka.
Kedua,
“Engkau lihat orang yang telanjang kaki, telanjang badan, fakir.” Yang
dimaksud dengan kata Al alah di hadits di atas ialah fakir, seperti
firman Allah Ta’ala,
“Dan Dia mendapatimu sebagai orang fakir,
lalu Dia memberikan kecukupan.“ (Adh-Dhuha: 8).
Sabda Nabi
saw, ‘Dan penggembala kambing saling meninggikan bangunan.” Itu yang terlihat
di hadits Umar bin Khaththab. Maksudnya, orang-orang kelas bawah di antara manusia
menjadi pemimpin dan harta mereka banyak hingga mereka saling berlomba dengan
mempertinggi bangunan, menghiasi, dan mempercantiknya.
Di hadits Abu Hurairah
ra disebutkan tiga tanda, “Di antaranya, orang telanjang kaki dan telanjang badan
menjadi pemimpin-pemimpin manusia. Di antara tanda lainnya, para penggembala
hewan saling meninggikan bangunan.”
Hadits
tersebut diriwayatkan Abdullah bin Atha’ dari Abdullah bin Buraidah. Di hadits
tersebut, Nabi saw bersabda,
“Engkau lihat orang tuli, bisu, buta, telanjang
kaki dan para penggembala saling meninggikan bangunan dan menjadi raja-raja
manusia. “Seseorang berdiri kemudian pergi. Kami berkata, “Wahai Rasulullah, siapa
mereka yang engkau sifatkan tadi?” Nabi saw bersabda, ‘Mereka orang-orang Arab kecil.”
Kalimat
terakhir diriwayatkan Ali bin Zaid dari Yahya bin Ya’man dari Ibnu Umar, sedang
kalimat pertama shahih berasal dan hadits Abu Hurairah ra yang semakna
dengannya. Sabda Nabi saw, “Engkau lihat orang tuli, bisu, buta, dan
seterusnya, “ mengisyaratkan kebodohan orang-orang tersebut, ketiadaan ilmu
pada mereka, dan ketidakpahaman mereka.
Tentang
makna tersebut banyak sekali hadits Imam Ahmad dan At Tirmidzi meriwayatkan
hadits dari Hudzaifah ra dari Nabi saw yang bersabda,
" لا تقوم الساعة حتى يكون أسعدُ الناس بالدُّنيا لُكَعَ بنَ
لُكَعٍ
“Hari
Kiamat tidak terjadi hingga manusia yang paling bahagia di dunia ialah Luka‘ bin
Luka‘.”
Di Shahih Ibnu Hibban
disebutkan hadits dari Anas bin Malik ra dari Nabi saw yang bersabda,
لا تنقض الدُّنيا حتى تكون عند لُكَعِ بنِ
لُكَعٍ
“Dunia tidak habis
hingga ada pada Luka‘ bin Luka’
Ath Thabrani meriwayatkan
hadits dari Abu Dzar ra dari Nabi saw yang bersabda,
"
لا تَقومُ السَّاعَةُ حتَّى يغلبَ على الدُّنيا لُكَعِ بنُ لُكَعٍ
“Hari Kiamat tidak terjadi
hingga yang berkuasa di dunia ialah Luka‘ bin Luka‘
Imam Ahmad dan Ath
Thabrani meriwayatkan hadits dari Anas bin Malik ra dari Nabi saw yang
bersabda,
وخرج الإمام أحمد والطبراني من حديث أنس
رض الله عنه عن النبي r قال:
" بين يدي الساعة سِنُونَ خدِّاعَةٌ
يٌتَّهمُ فيها الأمينُ ، ويؤتَمَنُ فيه المُتَّهَمُ ، وَيَنطقُ فيها الرُّويبضةُ
" قالوا : وَما الرُّوبيضة ؟ قال : " السَّفيةُ يَنطقُ في أمر العامَّةِ
" .
وفي رواية : " الفاسق يتكلم في أمر
العامَّة "
“Sebelum hari kiamat
terjadi terdapat tahun-tahun penipuan; pada tahun-tahun tersebut, orang tepercaya
dituduh, orang tertuduh dipercayai dan ar ruwaibidhah berbicara. “Para sahabat berkata,
“Apa ruwaibidhah itu?” Nabi saw bersabda, “Yaitu orang bodoh yang berbicara tentang
urusan manusia.” Di riwayat lain disebutkan, “Yaitu orang fasik yang berbicara tentang
urusan manusia.
“Di riwayat Imam Ahmad disebutkan,
وفي رواية الإمام أحمد : " إنّ بين
يدي الدَّجال سِنُون خدَّاعَةٌ يُصدَّق فيها الكَاذبُ ، ويُكذَّب فيها الصادقٌ ،
ويُخوَّنُ فيها الأمين ، ويُؤتَمنُ فيها الخائنُ ، وذَكَرَ باقيه
“Sesungguhnya sebelum
Dajjal muncul terdapat tahun-tahun penipuan. Pada tahun-tahun tersebut, pendusta
dibenarkan, orang jujur didustakan, orang tepercaya dituduh khianat, dan pengkhianat
dipercaya dan seterusnya seperti riwayat sebelumnya.“
Kesimpulan
dari tanda-tanda hari kiamat di hadits tadi ialah semua urusan dilimpahkan kepada
orang-orang yang bukan ahlinya seperti disabdakan Nabi saw kepada orang bertanya
kepada beliau tentang hari kiamat,
" إذا وُسِّدَ الأمرُ إلى غير أهلِهِ فانتظر الساعة
“Jika urusan dilimpahkan
kepada orang yang bukan ahlinya, tunggulah hari kiamat.”
Karena
jika orang yang telanjang kaki, telanjang aurat, dan para penggembala kambing yang
nota bene orang-orang bodoh dan kasar menjadi pemimpin-pemimpin manusia dan orang-orang
kaya hingga mereka saling meninggikan bangunan, sistem agama dan dunia menjadi rusak
berantakan karenanya, sebab jika yang memimpin manusia adalah orang fakir, otomatis
ia menjadi raja manusia; baik kerajaannya bersifat umum atau khusus di sebagian
urusan. Dan ia bisa diperkirakan ia nyaris tidak memberikan hak-hak kepada manusia
dan justru mengutamakan diri mereka sendiri daripada manusia karena kekayaan
yang dikuasainya. Salah seorang generasi salaf berkata, “Jika engkau
menengadahkan tangan kepada ular naga kemudian naga tersebut mematahkan
tanganmu itu lebih baik bagimu daripada engkau menengadahkan tangan kepada tangan
orang kaya yang bisa memperbaiki kemiskinan.” Jika bersama itu, orang tersebut bodoh dan keras, maka
agama menjadi rusak karenanya, sebab ia tidak punya keinginan untuk memperbaiki
agama manusia atau mengajari mereka, namun keinginannya ialah menarik harta dari
mereka, menyimpannya, tidak peduli dengan agama manusia yang rusak, dan orang-orang
miskin di antara mereka yang terlantar.
Di
hadits lain disebutkan bahwa Nabi saw bersabda,
" لا تقومُ الساعة حتى يَسُودَ كُلَّ قبيلة مُنافقوها "
“Hari Kiamat tidak terjadi hingga orang-orang
munafik setiap kabilah menjadi pemimpin di setiap kabilah.”
Jika raja dan pemimpin
manusia seperti itu, seluruh urusan menjadi jungkir balik. Akibatnya, pembohong
dipercayai, orang jujur didustakan, pengkhianat diberi amanah, orang tepercaya
dikhianati, orang bodoh bicara, orang alim diam, atau dilarang bicara secara
umum, seperti diriwayatkan dari Nabi saw bahwa beliau bersabda,
"
إن من أشراط الساعة أن يرفع العِلمُ ،ويَظهرَ الجهلُ
“Sesungguhnya di antara tanda-tanda
Hari Kiamat ialah ilmu diangkat dan kebodohan tersebar.”
Nabi saw
juga bersabda,
" يقبضُ العلم بقبض العلماء حتى إذا لم يبق عالم اتخذ الناس
رءوساً جُهالاً فسئولا فأفتوا بغير علم ؛ فضلُّوا وأضلُّوا
“Sesungguhnya
ilmu dicabut dengan dicabutnya ulama hingga jika ulama tidak ada yang tersisa
maka manusia mengangkat orang-orang bodoh sebagai pemimpin, kemudian para pemimpin
tersebut ditanya, lalu mereka memberi fatwa tanpa ilmu. Mereka sesat dan
menyesatkan.”
Asy Sya’bi
berkata, “Hari Kiamat tidak terjadi hingga ilmu menjadi kebodohan dan
kebodohan menjadi ilmu.”
Itu semua karena carut-marutnya
segala hal dan jungkir baliknya semua urusan di akhir zaman.
Di Shahih Al Hakim disebutkan
hadits dari Abdullah bin Amr ra secara marfu’,
" إن من أشراط
الساعة أن يُوضَعَ الأخيَارُ ، ويُرفَعَ الأشرارُ ([9]).
“Sesungguhnya di antara tanda-tanda
hari kiamat ialah orang-orang pilihan direndahkan, sedang orang-orang jahat diangkat.”
Sabda Nabi
saw, “Saling meninggikan bangunan.” adalah bukti tercelanya sikap saling
membanggakan diri dan sombong, terutama meninggikan bangunan. Meninggikan
bangunan tidak dikenal pada zaman Nabi saw dan sahabat-sahabat beliau, namun
rumah mereka rendah/pendek sesuai dengan kebutuhan. Abu Az-Zanad meriwayatkan
hadits dari Al A’raj dari Abu Hurairah ra yang berkata bahwa Rasulullah saw bersabda,
“Hari Kiamat tidak terjadi hingga
manusia saling meninggikan bangunan.” (Diriwayatkan Al Bukhari ).
Abu
Daud meriwayatkan hadits dari Anas bin Malik ra bahwa Nabi saw keluar kemudian melihat
kubah tinggi. Beliau bersabda, “Milik siapa kubah ini?” Orang-orang berkata,
“Milik si Fulan, salah seorang dari kaum Anshar.” Pemilik kubah tersebut
datang kemudian mengucapkan salam kepada Rasulullah saw, namun beliau
memalingkan muka darinya. Rasulullah saw berbuat seperti itu hingga
beberapa kali, kemudian orang tersebut meruntuhkan kubahnya.
Hadits
tersebut juga diriwayatkan Ath Thabrani dari jalur lain dari Anas bin Malik ra.
Menurut riwayat Ath Thabrani, kemudian Nabi saw bersabda, “Setiap
bangunan (sambil mengisyaratkan tangan seperti ini ke kepala) yang lebih tinggi
dari ini adalah petaka.”
Harits
bin As Saib berkata dari Al Hasan, “Aku masuk ke rumah-rumah para istri Nabi saw
pada masa kekhalifahan Utsman bin Affan ra kemudian aku memegang
atapnya dengan tanganku.”
Diriwayatkan
dari Umar bin Khaththab ra bahwa ia menulis surat yang isinya, “Janganlah kalian
meninggikan bangunan kalian, karena itu hari-hari kalian yang paling buruk.”
Yazid
bin Abu Ziyad berkata, Hudzaifah berkata kepada Salman, “Bagaimana kalau kami
membangun rumah untukmu, Wahai Abu Abdillah?” Salman berkata, “Kenapa engkau ingin
menjadikanku sebagai raja?” Hudzaifah berkata, “Tidak , namun aku hanya akan
membangun rumah untukmu dan qashab (tumbuh-tumbuhan berbuku dan beruas)
dan memberinya atap dari buluh. Jika engkau berdiri, atapnya nyaris menyentuh
kepalamu. Jika engkau tidur, rumah tersebut nyaris menyentuh kedua ujung
badanmu.” Salman berkata, “Sepertinya engkau berada dalam diriku.”
Ammar
bin Abu Ammar berkata, “Jika seseorang meninggikan bangunannya di atas tujuh
hasta, ia dipanggil, ‘Hai orang fasik yang paling fasik, engkau akan pergi ke
mana?” Itu semua diriwayatkan Ibnu Abu Ad Dunya.
Ya’qub
bin Syaibah berkata di Musnad-nya, aku dengar dari lbnu Aisyah yang
berkata, Ibnu Abu Syumailah berkata kepadaku bahwa kaum Muslimin berhenti di
sekitar masjid di Basrah di kemah-kemah dan dedaunan, kemudian seringkali
terjadi pencurian pada mereka. Mereka menulis surat kepada Umar bin Khaththab kemudian Umar
bin Khaththab mengizinkan mereka membuat kemah dari buluh. Merekapun membangun
kemah dari buluh, namun kebakaran kerap terjadi pada mereka. Mereka menulis surat lagi kepada Umar bin
Khaththab yang kemudian mengizinkan mereka membuat kemah dari tanah liat dan
melarang orang meninggikan atapnya lebih dan tujuh hasta. Umar bin Khaththab
berkata, “Jika kalian membangun rumah-rumah kalian dari tanah liat, bangunlah
masjid juga dan tanah liat.” Ibnu Aisyah berkata, “Utbah bin Ghazwan membangun
masjid Basrah dari buluh dan berkata, “Barangsiapa mengerjakan shalat di masjid
dari buluh, itu lebih baik daripada orang yang mengerjakan shalat di masjid dari
batu bata. Dan barangsiapa mengerjakan shalat di masjid dari batu bata, itu lebih
baik daripada orang yang mengerjakan shalat di masjid dan ubin.”
Ibnu Majah meriwayatkan hadits dari Anas
bin Malik ra dari Nabi saw yang bersabda,
أنس عن النبي r ؛ قال : " لا تقوم الساعة حتى يتباهى الناس في المساجد
“Hari Kiamat tidak terjadi hingga
manusia bermegah-megahan di masjid.”
Ibnu Majah meriwayatkan hadits dari Ibnu
Abbas ra dari Nabi saw yang bersabda,
ومن حديث ابن عباس رضي الله عنهما عن
النبي r قال : "
أراكمُ ستشرفون مساجدكم بعدي كما شرفت اليهودُ كنائسها وكما شرفت النصارى بيعها
“Aku
lihat kalian akan menghias masjid-masjid kalian sepeninggalku seperti orang-orang
Yahudi menghiasi biara-biaranya dan seperti orang-orang Kristen menghiasi gereja-gerejanya.”
Ibnu Abu Ad Dunya meriwayatkan dengan
sanadnya dari Ismail bin Muslim dari Al Hasan ra yang berkata bahwa ketika
Rasulullah saw membangun masjid, beliau bersabda, “Bangunlah masjid seperti
atapnya Nabi Musa.” Ditanyakan kepada Al Hasan, “Apa yang dimaksud
dengan atap Nabi Musa?” Al Hasan menjawab, “Jika Musa mengangkat tangan, tangannya
mencapai atap.”
-----ooOoo----
ولا
يعطي الهرمة ولا ا لدرنة ( الجرباء ) ولا المريضة ولا الشَّرط ( صغار المال وشراره
) والا اللئيمة ( البخيلة باللين ) ولكن من وسط أموالكم . فإن الله لم يسألكم خيره
، ولم يأمركم بشره " .
وما
ذكر ابن رجل أنه آخر الحديث فهو عند البزار كما سيشير ابن رجب ، وهذا هو الحديث
الوحيد الذي رواه عبد الله بن معاوية الغاضري عن النبي r كما ذكر ابن حجر في التهذيب وقد أخرجه
أبو داود في كتاب الزكاة : باب زكاة السائمة 2/249 –
240 .
وقد
ذكر المناوى في التيسير 2/451 أن إسناده حسن .
([8]) أورده الغزالي في الإحياء 4/190 وعلق
عليه العراقي بقوله : أخرجه البزار من حديث أنس ، والطبراني من حديث الحارث بن
مالك وكلا الحديثين ضعيف .وهو عند الطبراني في الكبير 3/266- 267 رواية عن محمد
ابن عبد الله الحضرمي ، عن أبي كريب ، عن زيد بن الحباب ، عن أبن لهيعة ، عن خالد
بن يزيد السكسكي ، عن سعيد بن أبي هلال ، عن محمد بن أبي الجهم عن الحارث بن مالك
الأنصاري أنه مر برسول الله r فقال له: كيف
أصبحت يا حارثة ؟ . . الحديث وقد أورده الهيثمي في مجمع الزوائد 1/57 عن الطبراني
في هذا الموضع بنحوه ، وقال : وفيه ابن لهيعه ، وفيه من يحتاج إلى الكشف عنه .
=
وهو عند البزار في مسنده 1/6 ( من الكشف ) ح 32 من طريق أحمد بن محمد الليثي ، عن
يوسف بن عطية ، عن ثابت ، عن أنس : أن النبي r لقي رجلاً يلاق له حارثة . . . الحديث
بمعناه وعقب عليه بقوله : تفرد به يوسف وهو لين الحديث .
Tidak ada komentar:
Posting Komentar