Tujuan Kognitif yang diharapkan dapat tercapai dengan
mempelajari tema ini:
1)
Peserta dapat
menyebutkan nasab Nabi Syua'ia as. dan kaum dimana Allah ta'ala
mengutusnya.
2)
Peserta mampu
menjelaskan tabiat dakwah Nabi Syu'aib as.
3)
Peserta dapat
menjelaskan sebab disebutkannya Nabi Syu'aib sebagai pembicara para nabi.
4)
Peserta dapat
menjelaskan reaksi kaum Nabi Syu'ai terhadap dakwah yang mereka ia serukan.
5)
Peserta dapat
menyebutkan akhir kehidupan kaum nabi Syu'aib as.
Muatan Ilmiah
1)
Nasabnya:
Beliau
adalah Syu'aib bin Mikail bin Yasyjar bin Madyan salah satu putra sang kekasih
Allah, Ibrahim as. Ibunya adalah putri nabi Luth as., dan diangkat sebagai nabi
setelah Luth. Sebagaimana firman-Nya:
وَمَا قَوْمُ لُوْطٍٍ مِنْكُمْ
بِبَعِيْدٍ
"Dan tidaklah kaum Nabi Luth jauh dari
kalin."
Dan sebelum datangnya risalah
Nabi Musa as. Karena Allah Ta'ala menyebutkan nama Nuh, kemudian saleh, Luth,
lalu Syua'ib. Sebagaimana firman-Nya:
ثم بعثنا من بعدهم موسى بآياتنا إلى فرعون وملئه
"Kemudian
Kami utus Musa sesudah rasul-rasul itu dengan membawa ayat-ayat Kami kepada
Fir'aun dan pemuka-pemuka kaumnya," (QS. Al-A'raaf: 103)
Ayat ini menunjukkan bahwa Syua'ib diutus
sebelum datangnya nabi Musa dan Harun as. Sebagian ulama telah melakukan
kesalahan dalam hal ini, karena mereka menyangka bahwa zaman Nabi Syu'aib
setelah Musa beberapa abad. Dan ini bertentangan dengan nash Al-Qur'an. Masalah
ini menjadi samar-samar atas mereka antara Syu'aib dengan Sya'yan sebagai salah
seorang nabi yang tidak disebutkan di dalam Al-Qur'an. Sehingga mereka menyangka
bahwa Sya'yan adalah Syu'aib. Dan kesalahan ini telah diingatkan oleh sejumlah
ulama kompeten.
2)
Dimanakah
tempat tinggal penduduk Madyan
Penduduk
Madyan adalah masyarakat Arab yang tinggal di negeri Hijaz, dekat teluk Aqabah
dari arah Utara. Thabari berkata bahwa jarak antara Mesir dan Madyan delapan
hari perjalanan. Sepertinya wilayat tersebut berada di suatu tempat yang
sekarang bernama Ma'aan, di sisi Selatan Palestina. Garis keturunan Madyan
kembali kepada salah satu putra Ibrahim, Madyan bin Ibrahim, yang di dalam
kitab Taurat disebut Madyaan, karena itulah nama suku tersebut dinisbatkan
kepadanya. Madyan bin Ibrahim hidup di tengah bangsa arab ketika itu, memiliki
keluarga sendiri dalam jumlah besar sehingga disebut Madyan. Dalam hadits Abu
Dzar, Rasulullah saw. Bersabda:
أَرْبَعٌ مِنَ اْلعَرَبِ:
هُوْدٌ، وَصَالِحٌ، وَشُعَيْبٌ، وَنَبِيُّكَ يَا أَبَا ذَرِّ
"Empat orang berasal dari bangsa Arab; Huud,
Saleh, Syu'aib dan nabimu, wahai Abu Dzar!"
3)
Dakwah Nabi
Syu'aib as. Kepada kaumnya:
Profesi
masyarakat Madyan adalah pedagang dan petani yang dikenal dengan kehidupannya
yang mewah dan berkecukupan. Agama yang mereka anut adalah agama Ibrahim. Namun
tidak lama kemudian mereka mengganti agama tersebut dan akhirnya kafir kepada
Allah Azza wa Jalla, menyimpang dari jalan yang lurus dan melakukan
berbagai macam kemungkaran. Di antaranya adalah berlaku curang saat menakar dan
menimbang. Mereka mengurangi timbangan dan takaran dari barang-barang manusia,
merusak dimuka bumi dan tidak malakukan perbaikan.
Masyarakat Madyan
adalah orang-orang kafir yang sering melakukan perampokan dan menakut-nakuti
orang-orang yang melakukan perjalanan, serta menyembah pepohonan besar bernama
Aekah. Mereka adalah manusia paling buruk dalam bermuamalah dengan sesama
manusia, berlaku curang saat menimbang dan menakar. Mengambil yang lebih dan
bayaran yang kurang. Allah Ta'ala lalu mengirim seorang dari mereka
sebagai Rasul, dialah Syu'aib as.
Nabi Syua'ib
lalu menyeru mereka agar beribadah kepada Allah yang Esa tiada sekutu bagi-Nya.
Melarang mereka melakukan perbuatan buruk dengan mengurangi timbangan
dan takaran manusia, menakuti mereka yang sedang melakukan perjalanan. Sebagian
dari mereka lalu menyambut seruan itu dengan beriman kepada Nabi Syu'aib,
sementara sebagian lainnya tetap kafir, sehingga Allah tampakkan siksaan keras
kepada mereka.
Ishak bin
Bisyr berkata, dari Juwaibir bin Dhahhaq dari Ibnu Abbas berkata, penduduk
Madyan adalah kaum yang kafir dan melampau batas. Mereka terkadang duduk-duduk
di pinggir jalan untuk mengganggu mereka yang jalan di jalan itu lalu mengambil
harta milik mereka. Mereka adalah manusia pertama yang melakukan kejahatan
tersebut:
وَتَصُدُّوْنَ
عَنْ سَبِيْلِ اللهِ مَنْ آمَنَ بِهِ وَتَبْغُوْنَهَا عِوَجاً
"menghalang-halangi
orang yang beriman dari jalan Allah, dan menginginkan agar jalan Allah itu
menjadi bengkok." (QS.
Al-A'raaf: 86) Syu'aib lalu melarang mereka melakukan kajahatan itu dan
mengingatkan mereka:
وَاذْكُرُوْا
إِذْ كُنْتُمْ قَلِيْلاً فَكَثَّرَكُمْ وَانْظُرُوْا كَيْفَ كَانَ عَاقِبَةُ اْلمُفْسِدِيْنَ
"Dan ingatlah di waktu dahulunya kamu berjumlah sedikit,
lalu Allah memperbanyak jumlah kamu. Dan perhatikanlah bagaimana kesudahan
orang-orang yang berbuat kerusakan." (QS. Al-A'raaf: 86) Ia juga mengingatkan mereka tentang nikmat
Allah Ta'ala yang dicurahkan kepada mereka, yang jumlah sangat banyak padahal
dahulu sedikit. Sembari mengingatkan mereka tentang siksaan Allah yang bisa
ditimpakan keapda mereka. Sehingga ia pun membimbing dan menunjukkan kepada
mereka jalan kebaikan. Sebagaimana yang ia katakan dalam kisah yang lain:
وإلى مدين أخاهم شعيبا قال يا قوم اعبدوا الله ما لكم من إله غيره ولا تنقصوا المكيال والميزان إني أراكم بخير وإني أخاف عليكم عذاب يوم محيط
Dan
kepada (penduduk) Mad-yan (Kami utus) saudara mereka, Syu'aib. Ia berkata: "Hai kaumku, sembahlah Allah,
sekali-kali tiada Tuhan bagimu selain Dia. Dan janganlah kamu kurangi takaran
dan timbangan, sesungguhnya aku melihat kamu dalam keadaan yang baik (mampu)
dan sesungguhnya aku khawatir terhadapmu akan azab hari yang membinasakan
(kiamat)." (QS. Huud: 84)
Nabi Syu'aib terlebih dahulu
melarang mereka berlaku curang karena perbuatan itu tidak layak mereka lakukan,
sambil mengingatkan bahwa Allah bisa saja mencabut nikmat itu dari mereka di
dunia dan siksa pedih perih di akhirat kelak:
واستغفروا ربكم ثم توبوا إليه إن ربي رحيم ودود
Dan
mohonlah ampun kepada Tuhanmu kemudian bertaubatlah kepada-Nya. Sesungguhnya
Tuhanku Maha Penyayang lagi Maha Pengasih." (QS. Huud: 90)
namun jawaban mereka kepada nabi Syu'aib adalah,
agar ia mengembalikan mereka yang telah beriman bersamanya kepada akidah kaum
mereka. Bila tidak, maka mereka akan
mengeluarkan orang-orang itu dari kampung mereka:
قال الملأ الذين استكبروا من قومه لنخرجنك يا شعيب والذين آمنوا معك من قريتنا أو لتعودن في ملتنا قال أولو كنا كارهين قد افترينا على الله كذبا إن عدنا في ملتكم بعد إذ نجانا الله منها
Pemuka-pemuka
dan kaum Syu'aib yang menyombongkan dan berkata: "Sesungguhnya kami akan
mengusir kamu hai Syu'aib dan orang-orang yang beriman bersamamu dari kota
kami, atau kamu kembali kepada agama kami". Berkata Syu'aib: "Dan
apakah (kamu akan mengusir kami), kendatipun kami tidak menyukainya?"
Sungguh kami mengada-adakan kebohongan yang benar terhadap Allah, jika kami
kembali kepada agamamu, sesudah Allah melepaskan kami dari padanya." (QS. Al-A'raf: 88-89)
Syu'aib disebut juga dengan
pembicara para nabi karena kekuatan argumentasinya dalam berdebat dengan
kaumnya. Dan bila Rasulullah saw. Mendengar nama Syu'aib disebut, beliau
berkata:
ذَاكَ خطِيْبُ
اْلأَنْبِيَــاءِ
"Dia adalah khathib (pembicara) para Nabi."
4)
Ancaman Nabi Syu'aib as. dan Orang-orang Beriman
setelah Mereka Dikeluarkan dari Kampung Mereka:
Ketika Nabi Syu'aib menyeru kaumnya agar beriman
kepada Allah dan bermuamalah dengan baik serta istiqamah di atas kebenaran,
mereka serta merta menolak dan berpaling dari seruan itu. Mereka bahkan
berkumpul dan mengancam Syu'iab dan orang-orang yang bersamanya akan mengusirnya
dari kampungnya tidak kembali ke dalam agama yang merek anut. Syu'aib lalu
berkata, "Walau pun kami membencinya? Bila kami kembali kepada agama
kalian, maka kami sesungguhnya telah membuat-buat dusta kepada Allah setelah
Allah menyelamatkan kami dengan hidayah-Nya kepada jalan yang lurus. Kembali
kepada agama kalian bukanlah kehendak kami semata. Tapi itu terjadi bila Allah
hendak menghinakan kami dan menjauhkan kami dari kebenaran yang datang
dari-Nya. Ini adalah sesuatu yang tidak dapat kami lakukan, tapi segala sesuatu
diketahui Allah yang pengetahuan-Nya meliputi langit dan bumi, dan hanya
kepada-Nya kami berserah diri.
Para pembesar
dari kaum Nabi Syu'aib as. lalu mengingatkan masyarakatnya supaya berhati-hati
agar tidak terjerumus dalam ke dalam agama yang dibawa Syu'aib. Mereka berkata:
لَئِنِ اتَّبَعْتُمْ شُعَيْبًاً إِنَّكُمْ
إِذًا لَخَاسِرُوْنَ
"Bila kalian mengikuti Syua'ib, niscaya kalian
akan termasuk orang-orang yang rugi." (QS. Al-A'raaf: 90) "Karena ia akan menghalangi kalian dari
berbuat curang saar menakar dan menimbang. Padahal cara inilah yang menambah
kekayaan kalian." Mereka juga merasa aneh, bagaimana mungkin Syu'aib
melarang mereka beribadah sebagaimana yang dilakukan bapak dan kakek mereka
dahulu? Mereka tidak sudi bila diperintahkan berbuat adil dan jujur saat menakar
dan menimbang, dan melarang mereka menggunakan harta mereka sesuai keinginan
hawa nafsu mereka? Mereka mencela shalat yang ia lakukan dan menyuruhnya mereka
untuk itu, seraya berkata:
إنَّكَ لَأَنْتَ اْلحَلِيْمُ الرَّشِيْدُ
"Sesungguhnya engkau benar santun dan
rasyid." (QS. Al-A'raaf: 90)
Setiap saat Nabi Syu'aib datang menemui mereka dan menyampaikan argumentasinya
sehingga Allah Ta'ala turunkan siksa-Nya. Mereka pun dibinasakan oleh gempa
bumi yang sangat dahsyat, sehingga mereka seakan tidak pernah ada dimuka bumi.
Setelah Allah Azza
wa Jalla membinasakan penduduk Madyan dan menyelamatkan Syu'aib beserta
orang-orang yang bersamanya, Ia lalu mengutusnya kepada penduduk Aikah, yaitu
pohon besar yang tumbuh subur di dekat Madyan ditinggali oleh sekelompok orang
dari hamba Allah Ta'ala. Ada yang berkata bahwa mereka adalah masayarakat
pegunungan di pinggiran desa Madyan, dan Syu'aib adalah orang asing di tengah
mereka. Penduduk Aikah juga memiliki prilaku yang sama dengan penduduk Madyan.
Ketika Nabi Syu'aib melarang mereka dari perbuatan keji, mereka berkata:
قالوا إنما أنت من المسحرين وما أنت إلا بشر مثلنا وإن نظنك لمن الكاذبين
"Mereka
berkata: "Sesungguhnya kamu adalah salah seorang dari orang-orang yang
kena sihir, dan kamu tidak lain melainkan seorang manusia seperti kami, dan sesungguhnya kami
yakin bahwa kamu benar-benar termasuk orang-orang yang berdusta." (QS. Asy-Syu'ara: 185-186)
Mereka menyangka bahwa
Allah Ta'ala tidak mengutus seorang manusia sebagai pemberi petunjuk di tengah
mereka. Karena mereka tidak tahu bahwa Allah Ta'ala lebih tahu kepada siapa Ia
letakkan risalah-Nya.
Kebodohan paling parah adalah
ketika mereka meminta kepada Syu'aib agar dijatuhkan gumpalan dari langit –atau
sepotong langit- bila ia termasuk orang yang jujur. Kebodohan mereka juga
karena mereka tidak meminta agar dilimpahi hidayah kepada kebenaran. Akhirnya
siksaan pedih itu pun ditimpakan kepada mereka udara sangat panas selama tujuh
hari hingga air milik mereka pun panas mendidih. Setelah itu, mereka melihat
kumpulan awan berarak membuat mereka bernaung di bawahnya. Tak lama kemudian
hujan api pun membakar mereka. Siksa tersebut diabadikan Allah dalam
firman-Nya:
إنه كان عذاب يوم عظيم
"Sesungguhnya azab itu adalah 'azab hari
yang besar." (QS. Asy-Syu'ara: 189)
Nabi
Syu'aib Dalam Al-Qur'an
Alla Azza wa Jalla berfirman:
وإلى مدين أخاهم شعيبا قال يا قوم اعبدوا الله ما لكم من إله غيره قد جاءتكم بينة من ربكم فأوفوا الكيل والميزان ولا تبخسوا الناس أشياءهم ولا تفسدوا في الأرض بعد إصلاحها ذلكم خير لكم إن كنتم مؤمنين ولا تقعدوا بكل صراط توعدون وتصدون عن سبيل الله من آمن به وتبغونها عوجا واذكروا إذ كنتم قليلا فكثركم وانظروا كيف كان عاقبة المفسدين وإن كان طآئفة منكم آمنوا بالذي أرسلت به وطآئفة لم يؤمنوا فاصبروا حتى يحكم الله بيننا وهو خير الحاكمين قال الملأ الذين استكبروا من قومه لنخرجنك يا شعيب والذين آمنوا معك من قريتنا أو لتعودن في ملتنا قال أولو كنا كارهين قد افترينا على الله كذبا إن عدنا في ملتكم بعد إذ نجانا الله منها وما يكون لنا أن نعود فيها إلا أن يشاء الله ربنا وسع ربنا كل شيء علما على الله توكلنا ربنا افتح بيننا وبين قومنا بالحق وأنت خير الفاتحين وقال الملأ الذين كفروا من قومه لئن اتبعتم شعيبا إنكم إذا لخاسرون فأخذتهم الرجفة فأصبحوا في دارهم جاثمين ا لذين كذبوا شعيبا كأن لم يغنوا فيها الذين كذبوا شعيبا كانوا هم الخاسرين فتولى عنهم وقال يا قوم لقد أبلغتكم رسالات ربي ونصحت لكم فكيف آسى على قوم كافرين
"Dan (Kami telah mengutus) kepada penduduk Mad-yan saudara
mereka, Syu'aib. Ia berkata:
"Hai kaumku, sembahlah Allah, sekali- kali tidak ada Tuhan bagimu
selain-Nya. Sesungguhnya telah datang kepadamu bukti yang nyata dari Tuhanmu.
Maka sempurnakanlah takaran dan timbangan dan janganlah kamu kurangkan bagi
manusia barang-barang takaran dan timbangannya, dan janganlah kamu membuat
kerusakan di muka bumi sesudah Tuhan memperbaikinya. Yang demikian itu lebih baik bagimu jika
betul-betul kamu orang-orang yang beriman". Dan janganlah kamu duduk di
tiap-tiap jalan dengan menakut- nakuti dan menghalang-halangi orang yang
beriman dari jalan Allah, dan menginginkan agar jalan Allah itu menjadi
bengkok. Dan ingatlah di waktu dahulunya kamu berjumlah sedikit, lalu Allah
memperbanyak jumlah kamu. Dan perhatikanlah bagaimana kesudahan orang-orang
yang berbuat kerusakan. Jika ada segolongan daripada kamu beriman kepada apa
yang aku diutus untuk menyampaikannya dan ada (pula) segolongan yang tidak
beriman, maka bersabarlah, hingga Allah menetapkan hukumnya di antara kita; dan
Dia adalah Hakim yang sebaik-baiknya. Pemuka-pemuka dan kaum Syu'aib yang
menyombongkan dan berkata: "Sesungguhnya kami akan mengusir kamu hai
Syu'aib dan orang-orang yang beriman bersamamu dari kota kami, atau kamu
kembali kepada agama kami". Berkata Syu'aib: "Dan apakah (kamu akan
mengusir kami), kendatipun kami tidak menyukainya?" Sungguh kami
mengada-adakan kebohongan yang benar terhadap Allah, jika kami kembali kepada
agamamu, sesudah Allah melepaskan kami dari padanya. Dan tidaklah patut kami
kembali kepadanya, kecuali jika Allah, Tuhan kami menghendaki(nya). Pengetahuan
Tuhan kami meliputi segala sesuatu. Kepada Allah sajalah kami bertawakkal. Ya
Tuhan kami, berilah keputusan antara kami dan kaum kami dengan hak (adil) dan
Engkaulah Pemberi keputusan yang sebaik-baiknya. Pemuka-pemuka kaum Syu'aib
yang kafir berkata (kepada sesamanya): "Sesungguhnya jika kamu mengikuti
Syu'aib, tentu kamu jika berbuat demikian (menjadi) orang-orang yang
merugi". Kemudian mereka ditimpa gempa, maka jadilah mereka mayat-mayat
yang bergelimpangan di dalam rumah-rumah mereka, (yaitu) orang-orang yang
mendustakan Syu'aib seolah-olah mereka belum pernah berdiam di kota itu; orang-orang
yang mendustakan Syu'aib mereka itulah orang-orang yang merugi. Maka Syu'aib
meninggalkan mereka seraya berkata: "Hai kaumku, sesungguhnya aku telah
menyampaikan kepadamu amanat-amanat Tuhanku dan aku telah memberi nasehat
kepadamu. Maka bagaimana aku akan bersedih hati terhadap orang-orang yang
kafir?"(QS al-A'raf: 85-93)
Dalam surat Huud, Allah Ta'ala berfirman:
وإلى مدين أخاهم شعيبا قال يا قوم اعبدوا الله ما لكم من إله غيره ولا تنقصوا المكيال والميزان إني أراكم بخير وإني أخاف عليكم عذاب يوم محيط ويا قوم أوفوا المكيال والميزان بالقسط ولا تبخسوا الناس أشياءهم ولا تعثوا في الأرض مفسدين بقية الله خير لكم إن كنتم مؤمنين وما أنا عليكم بحفيظ قالوا يا شعيب أصلاتك تأمرك أن نترك ما يعبد آباؤنا أو أن نفعل في أموالنا ما نشاء إنك لأنت الحليم الرشيد قال يا قوم أرأيتم إن كنت على بينة من ربي ورزقني منه رزقا حسنا وما أريد أن أخالفكم إلى ما أنهاكم عنه إن أريد إلا الإصلاح ما استطعت وما توفيقي إلا بالله عليه توكلت وإليه أنيب ويا قوم لا يجرمنكم شقاقي أن يصيبكم مثل ما أصاب قوم نوح أو قوم هود أو قوم صالح وما قوم لوط منكم ببعيد واستغفروا ربكم ثم توبوا إليه إن ربي رحيم ودود قالوا يا شعيب ما نفقه كثيرا مما تقول وإنا لنراك فينا ضعيفا ولولا رهطك لرجمناك وما أنت علينا بعزيز قال يا قوم أرهطي أعز عليكم من الله واتخذتموه وراءكم ظهريا إن ربي بما تعملون محيط ويا قوم اعملوا على مكانتكم إني عامل سوف تعلمون من يأتيه عذاب يخزيه ومن هو كاذب وارتقبوا إني معكم رقيب ولما جاء أمرنا نجينا شعيبا والذين آمنوا معه برحمة منا وأخذت الذين ظلموا الصيحة فأصبحوا في ديارهم جاثمين كأن لم يغنوا فيها ألا بعدا لمدين كما بعدت ثمود
Dan
kepada (penduduk) Madyan (Kami utus) saudara mereka, Syu'aib. Ia berkata: "Hai
kaumku, sembahlah Allah, sekali-kali tiada Tuhan bagimu selain Dia. Dan
janganlah kamu kurangi takaran dan timbangan, sesungguhnya aku melihat kamu
dalam keadaan yang baik (mampu) dan sesungguhnya aku khawatir terhadapmu akan
azab hari yang membinasakan (kiamat)." Dan Syu'aib berkata: "Hai
kaumku, cukupkanlah takaran dan timbangan dengan adil, dan janganlah kamu
merugikan manusia terhadap hak-hak mereka dan janganlah kamu membuat kejahatan
di muka bumi dengan membuat kerusakan. Sisa (keuntungan) dari Allah adalah
lebih baik bagimu jika kamu orang-orang yang beriman. Dan aku bukanlah seorang
penjaga atas dirimu" Mereka berkata: "Hai Syu'aib, apakah
sembahyangmu menyuruh kamu agar kami meninggalkan apa yang disembah oleh
bapak-bapak kami atau melarang kami memperbuat apa yang kami kehendaki tentang
harta kami. Sesungguhnya kamu adalah orang yang sangat penyantun lagi berakal.
Syu'aib berkata: "Hai kaumku, bagaimana pikiranmu jika aku mempunyai bukti
yang nyata dari Tuhanku dan dianugerahi-Nya aku dari pada-Nya rezki yang baik
(patutkah aku menyalahi perintah-Nya)? Dan aku tidak berkehendak menyalahi kamu
(dengan mengerjakan) apa yang aku larang. Aku tidak bermaksud kecuali
(mendatangkan) perbaikan selama aku masih berkesanggupan. Dan tidak ada taufik
bagiku melainkan dengan (pertolongan) Allah. Hanya kepada Allah aku bertawakkal
dan hanya kepada-Nya-lah aku kembali. Hai kaumku, janganlah hendaknya
pertentangan antara aku (dengan kamu) menyebabkan kamu menjadi jahat hingga
kamu ditimpa azab seperti yang menimpa
kaum Nuh atau kaum Hud atau kaum Shaleh, sedang kaum Luth tidak (pula) jauh
(tempatnya) dari kamu. Dan mohonlah ampun kepada Tuhanmu kemudian bertaubatlah
kepada-Nya. Sesungguhnya Tuhanku Maha Penyayang lagi Maha Pengasih. Mereka
berkata: "Hai Syu'aib, kami tidak banyak mengerti tentang apa yang kamu katakan
itu dan sesungguhnya kami benar-benar melihat kamu seorang yang lemah di antara
kami; kalau tidaklah karena keluargamu tentulah kami telah merajam kamu, sedang
kamupun bukanlah seorang yang berwibawa di sisi kami." Syu'aib menjawab:
"Hai kaumku, apakah keluargaku lebih terhormat menurut pandanganmu
daripada Allah, sedang Allah kamu jadikan sesuatu yang terbuang di belakangmu?.
Sesungguhnya (pengetahuan) Tuhanku meliputi apa yang kamu kerjakan." Dan
(dia berkata): "Hai kaumku, berbuatlah menurut kemampuanmu, sesungguhnya
akupun berbuat (pula). Kelak kamu akan mengetahui siapa yang akan ditimpa azab
yang menghinakannya dan siapa yang berdusta. Dan tunggulah azab (Tuhan),
sesungguhnya akupun menunggu bersama kamu." Dan tatkala datang azab Kami,
Kami selamatkan Syu'aib dan orang-orang yang beriman bersama-sama dengan dia
dengan rahmat dari Kami, dan orang-orang yang zalim dibinasakan oleh satu suara
yang mengguntur, lalu jadilah mereka mati bergelimpangan di rumahnya.
Seolah-olah mereka belum pernah berdiam di tempat itu. Ingatlah, kebinasaanlah
bagi penduduk Mad-yan sebagaimana kaum Tsamud telah binasa." (QS. Huud: 84-95)
Dalam
surat al-Hijr, Allah Ta'ala berfirman:
وإن كان أصحاب الأيكة لظالمين فانتقمنا منهم وإنهما لبإمام مبين
Dan sesungguhnya
adalah penduduk Aikah itu benar-benar kaum yang zalim, maka Kami membinasakan mereka. Dan
sesungguhnya kedua kota itu benar-benar
terletak di jalan
umum yang terang." (QS. Al-Hijr: 78-79)
Firman-Nya
dalam surat asy-Syu'ara:
كذب أصحاب الأيكة
المرسلين إذ قال لهم شعيب ألا تتقون إني لكم رسول أمين فاتقوا الله
وأطيعون وما أسألكم عليه من أجر إن أجري إلا على رب العالمين أوفوا الكيل
ولا تكونوا من المخسرين وزنوا بالقسطاس المستقيم ولا تبخسوا الناس
أشياءهم ولا تعثوا في الأرض مفسدين واتقوا الذي خلقكم والجبلة الأولين
قالوا إنما أنت من المسحرين وما أنت إلا بشر مثلنا وإن نظنك لمن الكاذبين
فأسقط علينا كسفا من السماء إن كنت من الصادقين قال ربي أعلم بما تعملون
فكذبوه فأخذهم عذاب يوم الظلة إنه كان عذاب يوم عظيم إن في ذلك لآية وما
كان أكثرهم مؤمنين وإن ربك لهو العزيز الرحيم
Penduduk
Aikah
telah mendustakan rasul-rasul; ketika Syu'aib berkata kepada mereka: "Mengapa kamu
tidak bertakwa?, Sesungguhnya aku adalah seorang rasul kepercayaan (yang
diutus) kepadamu. maka bertakwalah kepada Allah dan 'taatlah kepadaku; dan aku
sekali-kali tidak minta upah kepadamu atas ajakan itu; upahku tidak lain
hanyalah dari Tuhan semesta alam. Sempurnakanlah takaran dan janganlah kamu
termasuk orang-orang yang merugikan; dan timbanglah dengan timbangan yang
lurus. Dan janganlah kamu merugikan manusia pada hak-haknya dan jnganlah kamu
merajalela di muka bumi dengan membuat kerusakan; dan bertakwalah kepada Allah
yang telah menciptakan kamu dan umat-umat yang dahulu". Mereka berkata:
"Sesungguhnya kamu adalah salah seorang dari orang-orang yang kena sihir,
dan kamu tidak lain melainkan seorang
manusia seperti kami, dan sesungguhnya kami yakin bahwa kamu benar-benar
termasuk orang-orang yang berdusta. Maka jatuhkanlah
atas kami gumpalan dari langit, jika kamu termasuk orang-orang yang benar.
Syu'aib berkata: "Tuhanku lebih mengetahui apa yang kamu kerjakan". Kemudian mereka
mendustakan Syu'aib, lalu mereka ditimpa azab pada hari mereka dinaungi awan.
Sesungguhnya azab itu adalah 'azab hari yang besar. Sesungguhnya pada yang
demikian itu benar-benar terdapat tanda (kekuasaan Allah), tetapi kebanyakan mereka tidak
beriman. Dan sesungguhnya Tuhanmu benar-benar Dialah Yang Maha Perkasa lagi
Maha Penyayang." ( Qs: Asy-Syu'araa : 176 - 191)
Dalam surat al-Ankabut, Allah Ta'ala berfirman:
وإلى مدين أخاهم شعيبا فقال يا قوم اعبدوا الله وارجوا اليوم الآخر ولا تعثوا في الأرض مفسدين فكذبوه فأخذتهم الرجفة فأصبحوا في دارهم جاثمين
"Dan (Kami
telah mengutus) kepada
penduduk Mad-yan, saudara
mereka Syu'aib, maka ia
berkata: "Hai kaumku,
sembahlah olehmu Allah, harapkanlah (pahala) hari akhir, dan
jangan kamu berkeliaran
di muka bumi berbuat
kerusakan". Maka mereka mendustakan Syu'aib, lalu mereka ditimpa gempa
yang dahsyat, dan jadilah mereka
mayat-mayat yang bergelimpangan di tempat-tempat tinggal
mereka." (QS. Al-Ankabuat: 36-37)
1)
Setelah
Nabi Syu'aib as. menyeru kaumnya agar beribadah kepada Allah saja dan tidak berlaku
curang dengan mengurangi timbangan dan takaran, ia berkata, "Sesungguhnya
aku melihat kalian sebagai orang baik-baik." Maksudnya adalah, bahwa
kalian memiliki kekayaan cukup banyak yang membuat kalian tidak harus berlaku
curang. Atau, saya melihat kalian dengan curahan nikmat Allah yang sangat
banyak, maka adalah hak nikmat tersebut bila kalian tidak melakukan apa yang kalian
perbuat sekarang. Beliau lalu mengancam mereka dengan azab Allah bila mereka
menentang dan keluar dari batasan-batasan-Nya. Ia berkata:
وَإنِّي
أَخَافُ عَلَيْكُمْ عَذَابَ يَوْمٍ مُحِيْطٍ
"Sesungguhnya
saya sangat takut atas kalian dengan siksaan pada hari yang meliputi itu." Ia
mengancam mereka dengan siksaan yang akan meliputi mereka, sehingga tidak
seorang pun yang dapat keluar dan menyelamatkan diri darinya. Yang meliputi
adalah bagian dari sifat hari, maksudnya adalah sifat dari siksaan itu. Ini adalah
kiasan yang masyhur. Sebagaimana firman-Nya:
هَذَا
يَوْمٌ عَصِيْبٌ
"Ini
adalah hari sulit." Ada yang berkata bahwa kalimat itu
adalah ancaman bagi siapa saja yang memperolok-olok adanya kebinasaan di dunia
yang mengitari dan meliputi mereka. Sebagaimana orang yang membawa lingkaran
dengan segala yang ada di dalamnya, sehingga mereka mendapatkan kebinasaan dari
berbagai penjuru. Ini adalah bahasa bombastis dalam mengancaman. Sebagaimana
firman-Nya:
وَأُحِيْطَ
بِثَمَرِهِ
" Dan harta kekayaannya
dibinasakan." (QS. Al-Kahfi: 42) Ada yang berkata bahwa
kalimat tersebut adalah ancaman tentang siksa akhirat. Karena itu adalah hari
ketika siksaan itu diturunkan dan meliputi orang-orang yang disiksa, sehingga
tidak seorang pun yang luput dari mereka.
Setelah Syu'aib menyuruh mereka untuk
kedua kalinya agar memenuhi timbangan dan takaran, berlaku adil dan tidak
mengambil harta manusia dengan culas, ia berkata:
بَقِيَّتُ اللهِ خَيْرٌ لَكُمْ إِنْ كُنْتُمْ مُؤْمِنِيْنَ
"Sisa (keuntungan)
dari Allah adalah lebih baik bagimu jika kamu orang-orang yang beriman." (QS.
Huud: 86) Sebagaimana firman-Nya dalam surat al-A'raaf:
ذَلِكُمْ خَيْرٌ لَكُمْ إِنْ كُنْتُمْ مُؤْمِنِيْنَ
"Yang
demikian itu lebih baik bagi kalian bila kalian mengetahui."
Maksudnya adalah, bahwa ganjaran dari Allah lebih baik bagi mereka daripada
bila mereka berbuat curang, culas dan merugikan orang lain. Disebutkan disini
ganjaran pahala sebagai yang tersisa, karena itulah sesungguhnya yang tersisa
bagi pemiliknya. Atau, bahwa apa yang tersisa bagi mereka yang halal setelah
mereka tidak lagi berbuat curang dan culas dalam menimbang dan menakar, lebih
baik daripada berlaku curang. Karena seseorang yang mengenal orang lain dengan
kejujuran dan amanahnya serta tidak berkhianat, maka mereka akan percaya
padanya dan kembali membeli kepadanya sehingga pintu rizkinya pun semakin
terbuka luas. Demikian pula sebaliknya. Bila mereka mengenalnya sebagai sosok
yang curang dan khianat, maka mereka akan berpaling dan tidak bergaul
dengannya, sehingga pintu rezkinya pun tertutup.
Karena itu, taat kepada Allah Ta'ala senantiasa
bermanfaat bagi pelakunya di dunia dan akhirat. Memberinya keluasan rezki dan
kepercayaan dari manusia. Sesuatu yang mungkin tidak diperoleh orang lain.
Seorang pedagang jujur yang menjadikan modalnya adalah kepercayaan dan
kejujuran, maka ia bisa hidup atas dari orang lain harta, berupa limpahan
harta, kemuliaan dan penghormatan.
Adapun pedagang dusta, maka dalam waktu singkap sifat dan
prilakunya akan segera tersingkap. Pekerjaannya menjadi rusak. Bila pun ia bisa
hidup dalam setahun, maka ia takkan dapat bertahan hidup selama beberapa tahun.
Karena itu, apa yang tersisa pada Allah, berupa ganjaran pahala dan kebaikan
lebih baik bagi manusia di dunia dan akhirat. Semoga ini juga merupakan
pelajaran berharga bagi para pedagang kita yang terbiasa berdusta, curang dan
menipu.
Adapun firman Allah Ta'ala:
إِنْ كُنْتُمْ مُؤْمِنِيْنَ
"Bila
kalian termasuk orang-orang yang beriman." Ini sesuai
dengan tuntutan iman, sebagaimana yang telah kita bahas pada kisah Syu'aib
dalam surat al-A'raf. Firman Allah Ta'ala:
وَمَا
أَنَا عَلَيْكُمْ بِحَفِيْظٍ
"Dan
aku bukanlah seorang penjaga atas dirimu". (QS. Huud:
86) Saya tidak mengutusmu untuk menjaga apa yang kalian kerjakan lalu
membalasnya. Tapi saya mengutusmu untuk menyampaikan risalah ini dan
mengingatkan manusia kepada kebaikan. Atau, saya tidak sanggup menjaga nikmat
yang Allah berikan kepada kalian apabila kalian mengingkari nikmat itu."
Kalimat itu sekaligus sebagai ancaman kepada kaumnya, bahwa nikmat Allah segera
lenyap bila mereka tetap berada dalam kemaksiatan dan keluar dari
batasan-batasan Allah dan ajaran-Nya.
2)
Allah Ta'ala berfirman:
قالوا يا شعيب أصلاتك تأمرك أن نترك ما يعبد آباؤنا أو أن نفعل في أموالنا ما نشاء
"Mereka
berkata: "Hai Syu'aib, apakah sembahyangmu menyuruh kamu agar kami
meninggalkan apa yang disembah oleh bapak-bapak kami atau melarang kami
memperbuat apa yang kami kehendaki tentang harta kami." (QS.
Huud: 87)
Mereka membalas seruan dan ajakan Nabi Syu'aib as. dengan
kata-kata hinaan dan makian. Mereka seakan hendak mengatakan bahwa orang yang
menyuruhmu meninggalkan berhala sebagai sesembahan adalah ahlul batil,
dan orang yang tidak menyuruhmu melakukan hal tersebut adalah penyeru yang
berakal dan cerdas. Tidak memerintahkanmu kepada sesuatu yang dapat
mencerdaskanmu, dan tak ada yang ia perintahkan selain perkara yang hina dan
sarat dengan godaan syetan, yaitu shalat yang engkau lakukan pada siang dan
malam hari.
Bagi mereka, aktivitas tersebut hanya dilakukan oleh
orang-orang gila dan terpengaruh oleh bisikan syetan. Seperti itulah hinaan dan
ejekan mereka. Pertama: Kepada Nabi Syu'aib karena tata cara ibadah yang
dilakukannya. Kedua; kepada apa yang ia perintah dan larang. Mereka
ejekan mereka terhadap perintah untuk shalat. Karena mereka mengingkari bahwa
perintah itu adalah wahyu dari langit .
Ada kesamaan sangat dekat antara tokoh-tokoh yang sombong
dari kaum Nabi Syu'aib as. dan kelompok pemuda kita dewasa ini, yang tidak
hanya memperlihatkan sikap negatif kepada orang-orang yang shalat saja, tapi
mereka juga menghina dan mencemooh shalat yang mereka lakukan, mengejek cara
ruku' dan sujud yang mereka lakukan. Bahkan menjelek-jelekkan orang yang
meletakkan keningnya di atas lantai saat shalat, atau wajahnya terkena debu
sebagai bukti pengakuan kepada Yang Maha Indah. Pada waktu yang sama mereka
membiarkan diri mereka tunduk sujud kepada tuhan-tuhan pemilik kekuasaan.
Karena menginginkan apa yang ada di tangan mereka berupa harta dunia, atau
karena takut pada apa yang mereka miliki berupa kekuasaan, kekuatan dan
kekejaman .
Sementara itu mereka menganggap buruk bila harus
menundukkan diri di hadapan Sang Khaliq yang memiliki kekuasaan Maha Besar tak
terbatas, Pemilik langit dan bumi. Mereka membiarkan diri-diri mereka
terhinakan di hadapan hamba yang tidak dapat mendatangkan mudharat dan manfaat,
kehidupan dan kamatian serta kebangkitan. Mereka malah membolehkan sekelompok
orang yang menghinakan diri mereka di hadapan kuburan orang-orang shaleh
sebagai perantara agar dapat menolak mudharat dan mendatangkan kebaikan bagi
mereka. Na'udzu billahi.
Sesungguhnya kita berada dalam dua arus besar yang saling
kontradiktif; arus atheisme; mengingkari adanya Tuhan yang harus dipatuhi
seluruh makhluk dan setiap jiwa menghinakan diri pada-Nya. Yang kedua adalah
arus Kemusyrikan yang kini merangsek masuk ke dalam tubuh kaum Muslimin
sebagaimana menimpa manusia selain mereka. Sehingga iman mereka menyatu dengan
kebatilan dan kemusyrikan. Mereka adalah kelompok yang mengkultuskan
orang-orang shaleh sehingga mereka meminta kepadanya, sesuatu yang sesungguhnya
hanya diminta hanya kepada Allah Ta'ala. Mereka juga melakukan sesuatu yang
sesungguhnya tidak layak mereka lakukan. Kedua jalan; penyimpangan atheisme dan
kemusyrikan adalah kezaliman yang sangat jelas dan keluar dari batas kewajaran.
Adapun atheisme, maka itu adalah pengingkaran terhadap
apa yang menjadi milik Allah Ta'ala yang terdapat dalam ayat-ayat dan petunjuk
yang terdapat pada diri setiap manusia dan alam raya. Semua itu sesungguhnya
sangat jelas dari sekedar disebutkan dan tak dapat dihitung. Namun kemusyrikan,
maka itu adalah menyamakan makhluk sebagai pencipta, hamba dengan Rabb, yang
fakir tak berdaya dengan Yang Maha Kaya, atau antara yang dimiliki dan yang
memiliki.
Kedua karakter ini tentu sangat bertolak belakang. Yang
pertama melampaui batas untuk meraih kemuliaan sehingga mengingkari
ketundukannya kepada Allah Yang Esa, dan yang kedua menghinakan kemanusiaannya
sehingga ia tunduk patuh kepada hamba dari hamba-hamba Allah Ta'ala. Bahkan
mungkin saja ia tam'anu dengan imtihaniha terhadap dirinya sendiri sehingga ia
tunduk patuh kepada batu dan kayu yang ia pahat dengan kedua tangannya sendiri.
Kita berlindung kepada Allah dari cara berlebihan dan melampaui batas ini,
berlindung kepada-Nya dari kebodohan seseorang terhadap dirinya sendiri,
melupakan Penciptanya yang selama ini memberinya rezki dan kehidupan.
Sebagaimana kita berlindung kepada-Nya dari ketundukan manusia kepada manusia,
dan dari peribadatan manusia kepada makhluk sesamanya.
Allah Azza wa Jalla berfirman:
قل يا أهل الكتاب تعالوا إلى كلمة سواء بيننا وبينكم ألا نعبد إلا الله ولا نشرك به شيئا ولا يتخذ بعضنا بعضا أربابا من دون الله فإن تولوا فقولوا اشهدوا بأنا مسلمون
Katakanlah: "Hai Ahli Kitab, marilah (berpegang)
kepada suatu kalimat (ketetapan) yang tidak ada perselisihan antara kami dan
kamu, bahwa tidak kita sembah kecuali Allah dan tidak kita persekutukan Dia
dengan sesuatupun dan tidak (pula) sebagian kita menjadikan sebagian yang lain
sebagai tuhan selain Allah". Jika mereka berpaling maka katakanlah kepada
mereka: "Saksikanlah, bahwa kami adalah orang-orang yang berserah diri
(kepada Allah)". (QS. Ali Imran: 64)
Dan firman-Nya:
أَوْ
أَنْ نَفْعَلَ فِي أَمْوَالِنَا مَا نَشَاءُ
Sebagai tambahan atas firman-Nya:
مَا
يَعْبُدُ آبَاؤُنَا
"Apa yang disembah oleh bapak-bapak
kami."
Maksudnya adalah, bahwa kami berhak melakukan apa saja pada harta benda yang
kami miliki; dengan berlaku curang, merugikan orang lain dan sebagainya. Mereka
tidak peduli pada seruan Nabi Syu'aib as. yang menyuruh mereka meninggalkan
berhala sebagai sesembahan dan berlaku sesuka hati dan hawa nafsu mereka
terhadap harta yang mereka miliki saat berjual beli, dan menganggap baik
keburukan yang mereka perbuat.
Allah Ta'ala
berfirman:
إِنَّكَ
لَأَنْتَ الْحَلِيْمُ الرَّشِيْدُ
"Sesungguhnya kamu adalah orang yang sangat penyantun lagi
berakal."
Mereka ingin mengatakan bahwa Syu'aib berada pada puncak tertinggi dari kebodohan
yang ia miliki. Mereka sengaja mengucapkan kalimat itu dengan maksud sebaliknya
sebagai ejekan. Sebagaimana dikatakan kepada orang yang rakus dan hina.
Maksudnya adalah, bahwa engkau dikenal di tengah kaummu sebagai orang yang
santun dan berakal, lalu mengapa engkau menyuruh mereka meninggalkan agama yang
mereka anut dari bapak-bapak dan kakek mereka, atau meninggalan pekerjaan yang
jutru mendatangkan kekayaan melimpah ruah?"
Mereka
tidak sadar bahwa ar-Rusyd (berakal) adalah pengetahuan seseorang kepada
Tuhannya, dan bersyukur pada-Nya atas limpahan nikmat yang dicurahkan
kepadanya. Ia kemudian menempatkan dirinya sesuai keinginan Allah Azza
wa Jalla. Adapun yang mereka lakukan; menyembah patung, memakan harta
manusia secara batil, semua itu tidak berhubungan sedikit pun dengan sifat ar-Rusyd.
Tapi ar-Rusyd adalah sifat yang diserukan sang Nabi kepada mereka, dan
mendorong mereka agar dapat mencapai kebahagiaan dunia dan akhirat.
3)
Allah Ta'ala berfirman:
قال يا قوم أرأيتم إن كنت على بينة من ربي ورزقني منه رزقا حسنا وما أريد أن أخالفكم إلى ما أنهاكم عنه إن أريد إلا الإصلاح ما استطعت وما توفيقي إلا بالله عليه توكلت وإليه أنيب
"Hai
kaumku, bagaimana pikiranmu jika aku mempunyai bukti yang nyata dari Tuhanku
dan dianugerahi-Nya aku dari pada-Nya rezki yang baik (patutkah aku menyalahi
perintah-Nya)? Dan aku tidak berkehendak menyalahi kamu (dengan mengerjakan)
apa yang aku larang. Aku tidak bermaksud kecuali (mendatangkan) perbaikan
selama aku masih berkesanggupan. Dan tidak ada taufik bagiku melainkan dengan
(pertolongan) Allah. Hanya kepada Allah aku bertawakkal dan hanya
kepada-Nya-lah aku kembali." (QS. Huud: 88)
Nabi Syu'aib as. meminta kepada kaumnya agar menyampaikan
padanya bila ia berada di atas jalan kebenaran, hidayah dan kenabian dari
Tuhannya. Ia limpahkan kepadanya rezki yang cukup, dan tidak butuh upah dari
manusia sebagai balasan atas hidayah dan ajaran Allah yang ia sampaikan kepada
mereka. Ia sama sekali tidak ingin berselisih dengan kaumnya mengenai apa yang
ia larang bagi mereka, sehingga membuatnya dapat terpengaruh. Tapi yang ia
inginkan hanya melakukan perbaikan sesuai dengan kemampuannya, dan tidak
bersandar pada siapa pun selain kepada Allah Ta'ala semata. Dialah Allah
yang senantiasa menyertainya dan menyingkirkan darinya berbagai rintangan.
Hanya kepada-Nya ia kembali dan berserah diri.
Nabi Syu'aib as. meminta kepada kaumnya agar
memberitahunya bila sifat-sifat yang diserukannya itu sesuai dengan mereka,
maka hendaklah mereka mengatakan hal tersebut. Ia telah berbicara kepada mereka
dengan bahasa yang tidak tajam karena sifat kasih terhadap mereka. Ia seakan
hendak mengatakan bahwa sifat-sifat (buruk) itu tidak pernah sesuai dengan
mereka, kapan pun itu.
Pada saat tertentu seseorang yang diberi Allah ilmu dan
hidayah, maka ia akan berada di atas jalan kebenaran dari Tuhannya.
Dilimpahkannya kepadanya rizki yang baik, sehingga ia dapat hidup melalui hasil
karya tangannya tanpa meminta upah sedikit pun dari kaumnya atas dakwah yang ia
sampaikan kepada mereka. Ia juga tidak mungkin melakukan sesuatu yang sejalan
dengan hawa nafsu mereka, sedang ia telah melarang malakukan hal tersebut;
mengurangi timbangan, takaran dan sebagainya. Ia beriman pada apa yang ia
serukan, sebagai tauladan yang baik dalam berpegang teguh kepada keutamaan dan
kemuliaan, serta jauh dari berbagai keburukan. Beginilah sifat dan prilaku
seorang Dai yang jujur. Karena itu, Allah Ta'ala mengingatkan kita dalam
firman-Nya:
اتبعوا من لا يسألكم أجرا وهم مهتدون
"Ikutilah orang yang tiada minta balasan kepadamu; dan
mereka adalah orang-orang yang mendapat
petunjuk." (QS. Yasin: 21)
Selama ia tidak menghendaki
balasan atau upah apapun dari apa yang diserukannya, percaya atas apa yang ia
serukan, meyakini kebenarannya, tidak menghendaki apapun selain memperbaiki
kaumnya sesuai kemampuannya sebagaimana kondisi para Rasul dan dakwah yang ia
serukanya, maka tidak pantas bila apa yang ia berikan dibalas dengan cemoohan dan
penghinaan. Tapi seharusnya dibalas dengan penghargaan dan penghormatan.
Nabi Syu'aib as. mengingatkan bahwa agar berbagai
kesulitan yang mereka rasakan tidak justru membuat mereka bermaksiat kepada
Allah dan keluar dari aturan-aturan-Nya, sehingga ditimpakan kepada mereka
siksaan sebagaimana yang terjadi pada kaum sebelumnya yang mendustakan
Rasul-rasul-Nya. Ia seakan berkata kepada mereka, "Jadilah kalian
manusia yang berakal, dapat berfikir, dan menimbang suatu perkaran dengan
timbangan yang penuh hikmat dan adil. Lihat dan perhatikanlah dakwah
yang saya serukan, apakah landasannya adalah syahwat dan hawa nafsu, ataukah
kemashlahatan dan keinginan meraih redha Allah Ta'ala. Janganlah kalian memperturutkan
hawa nafsu seruan balas dendam, karena hal itu akan menjerumuskan kalian ke
dalam lumpur dosa yang tiada bertepi."
Ketika kaum Nabi Nuh as. mendustakan Rasul-rasul yang
datang kepada mereka, Allah Ta'ala lalu menenggelamkan mereka dengan banjir
besar sebagai peringatan bagi manusia. Demikian pula yang terjadi pada kaum
Nabi Huud ketika mereka berpaling dari perintah Allah dan keluar dari
aturan-aturan-Nya. Ia kemudian mengirimkan angin dingin menusuk tulang dalam
beberapa hari yang membinasakan, agar mereka rasakan kehinaan di dunia dan
akhirat. Lihatlah pula kaum Nabi Tsamud ketika Allah ingin memberi petunjuk
kepada mereka, namun mereka lebih menyukai kesesatan. Mereka akhirnya dibinasakan
dengan sambaran petir yang mengbinasakan sebagai balasan atas apa yang mereka
perbuat.
Allah Ta'ala lalu berkata kepada mereka:
وَمَا
قَوْمُ لُوْطٍ مِنْكُمْ بِبَعِيْدٍ
"Dan
tidaklah jauh antara kaum Nabi Luth dengan kalian."
Maksudnya adalah, bahwa orang-orang yang dibinasakan itu sangat dekat pada
kalian, sehingga kalian harus menjadikannya sebagai pelajaran berharga dan
senantiasa mengingat apa yang terjadi pada diri mereka. Mereka lalu
diperintahkan agar memohon ampun dan bertaubat kepada Allah, karena
sesungguhnya Ia Maha Pengasih bagi setiap hamba yang memohon ampun kepada-Nya,
Maha cinta kepada siapa saja yang kembali kepada-Nya.
4)
Allah Ta'ala berfirman:
قَالُوْا
يَا شُعَيْبُ مَا نَفْقَهُ كَثِيْراً مِمَّا تَقُوْلُ
"Mereka
berkata, "Wahai Syu'aib, kami sungguh tidak paham apa yang engkau
katakan." Adapun jawaban kaumnya setelah itu adalah
kelembutan yang berlebihan, adab dan sopan santun yang teramat sangat setelah
ia tunjukkan kepada mereka bukti kebenaran dakwah yang diserukannya disertai
ancaman siksaan-Nya bila membangkang. Namun yang mereka katakan adalah, "Kami
tidak banyak memahami apa yang engkau ucapkan." Sebagaimana ucapan
kaum Quraisy kepada Muhammad, dalam firman Allah:
وقالوا قلوبنا في أكنة مما تدعونا إليه وفي آذاننا وقر ومن بيننا وبينك حجاب فاعمل إننا عاملون
Mereka berkata: "Hati kami
berada dalam tutupan (yang menutupi) apa yang kamu seru kami kepadanya dan
telinga kami ada sumbatan dan antara kami dan kamu ada dinding, maka bekerjalah
kamu; sesungguhnya kami bekerja (pula)." (QS. Fushshilat:
5)
Mereka mengucapkan kalimat itu sebagai penghinaan kepadanya. Seperti
ketika seseorang berkata kepada kawannya yang tidak peduli pada ucapannya, "Saya
tidak paham apa yang engkau katakan." Atau mereka menjadikan
kata-katanya sebagai olok-olok dan ejekan tanpa manfaat sedikit pun bagi
mereka. Atau mereka mengatakan itu sebagai informasi terhadap realitas yang
terjadi, karena mereka tidak sudi mendengar seruannya karena tidak suka dan
benci kepadanya. Maka Allah Ta'ala mengazab mereka atas penolakan itu karena
mereka tidak ingin mendengar dan memahami apa yang dikatakan sang Rasul:
ومن أظلم ممن ذكر بآيات ربه فأعرض عنها ونسي ما قدمت يداه إنا جعلنا على قلوبهم أكنة أن يفقهوه وفي آذانهم وقرا وإن تدعهم إلى الهدى فلن يهتدوا إذا أبدا
"Dan siapakah yang lebih zalim dari pada orang yang
telah diperingatkan dengan ayat-ayat Tuhannya lalu dia berpaling dari padanya
dan melupakan apa yang telah dikerjakan oleh kedua tangannya? Sesungguhnya Kami
telah meletakkan tutupan di atas hati mereka, (sehingga mereka tidak)
memahaminya, dan (Kami letakkan pula) sumbatan di telinga mereka; dan
kendatipun kamu menyeru mereka kepada petunjuk, niscaya mereka tidak akan
mendapat petunjuk selama-lamanya." (QS. Al-Kahfi:
57)
وإذا قرأت القرآن جعلنا بينك وبين الذين لا يؤمنون بالآخرة حجابا مستوراوجعلنا على قلوبهم أكنة أن يفقهوه وفي آذانهم وقرا وإذا ذكرت ربك في القرآن وحده ولوا على أدبارهم نفورا
"Dan apabila kamu membaca Al Qur'an niscaya Kami adakan
antara kamu dan orang-orang yang tidak beriman kepada kehidupan akhirat, suatu
dinding yang tertutup, dan Kami adakan tutupan di atas hati mereka dan sumbatan
di telinga mereka, agar mereka tidak dapat memahaminya. Dan apabila kamu
menyebut Tuhanmu saja dalam Al Qur'an, niscaya mereka berpaling ke belakang
karena bencinya." (QS. Al-Isra: 45-46)
Mereka bahkan tidak berhenti menghinakan Nabi Syu'aib as.
Mereka berkata:
وَإِنَّا لَنَرَاكَ فِيْنَا ضَعِيْفاً وَلَوْلاَ رَهْطُكَ
لَرَجَمْنَاكَ وَمَا أَنْتَ عَلَيْنَا بِعَزِيْزٍ
"Sesungguhnya
kami tidak memandangmu kecuali sebagai orang lemah. Bila tidak karena kaummu,
niscaya kami akan merajammu, dan engkau bagi kami tidak memiliki kekuatan
apapun." Dalam diri mereka tumbuh kesombongan jahiliyah dan
keangkuhan yang mengalahkan jiwa meeka. Karena itu mereka memojokkannya sebagai
orang lemah. Menghinakannya bahwa ia tidak sanggup menghindari mereka bila
menghendaki keburukan terhadapnya. Mereka melihatnya bahwa bila bukan karena
kaumnya, niscaya mereka tidak memilihnya untuk berada di tengah mereka, apalagi
mengikutinya. Mereka bahkan akan membunuhnya. Kaumnyalah yang membuat mereka
masih menghormatinya, karena agama dan ideologi mereka yang masih sama
sebagaimana yang dianut oleh bapak-bapak mereka.
Tapi lihatlah bagaimana Nabi Syu'aib mencaounter
perkataan mereka dengan mengatakan:
يَا
قَوْمِ أَرَهْطِي أَعَزُّ عَلَيْكُمْ مِنَ اللهِ
"Wahai
kaumku, apakah kaumku lebih mulia bagi kalian daripada Allah?"
kalian
lebih menghargainya daripada Allah yang menciptakan kalian, lebih takut kepada
mereka daripada kepada Allah Ta'ala. Sikap seperti ini adalah sebuah kesesatan
yang sangat nyata.
Inilah contoh kebodohan dan kesesatan yang paling buruk.
Ketika seseorang menilai dan menghargai makhluk lalu lupa pada keperkasaan Sang
Pencipta. Mereka merendahkan Rasul Allah dan mendustakannya, mengancam akan
mengusir, membunuh dan seterusnya. Mereka hanya mampu menahan marah karena
pertimbangan sekelompok orang yang menyertai mereka dalam pemenuhan syahwat dan
dosa. Bila manusia akhirnya berbuat karena takut pada amarah sekelompok
manusia, maka sikap itu seharus lebih layak terhadap sang Pencipta. Karena
amarah-Nya dapat menyebabkan penderitaan yang abadi dan siksaan tiada henti.
Setelah itu, Nabi Syu'aib as. Lalu berkata
dengan kalimat yang lembut:
إِنَّ
رَبِّي بِمَا تَعْمَلُوْنَ مُحِيْطٌ
"Sesungguhnya
Tuhanku Maha meliputi segala yang kalian lakukan."
Artinya
bahwa, Allah mengetahui apa pun yang kalian lakukan, sehingga tidak sesuatu pun
tersembunyi bagi-Nya. Dia akan menghisab kalian dengan timbangan keadilan, dan
mengganjar kalian dengan balasan yang setimpal. Ia lalu berkata kepada mereka,
"Wahai kaumku! Berbuatlah sesuka nafsu dan kemampuan kalian melakukan tipu
daya. membanggakan harta kekayaan yang kalian miliki sebagai bekal dan kekuatan.
Menghinakan Tuhan dan Pencipta kalian. Saya akan tetap bekerja sesuai dengan
prinsip dan akidah yang saya anut dan takkan berpaling darinya.
Kalian juga akan mengetahui siapa yang akan didatangkan
siksaan padanya di hadapan manusia, hingga membuatnya malu dan hina di tengah
mereka. Kalian juga akan mengetahui siapa yang jujur dan pendusta. Tunggulah
saat itu, sebagaimana saya menanti kedatangannya. Saya senantiasa percaya pada
janji kemenangan Tuhanku, pertolongan melalui balatentara dan pasukan-Nya. Maka
ketika keputusan Allah Ta'ala yang membinasakan kaum pembangkang itu tiba, Nabi
Syu'aib pun diselamatkan bersama orang-orang yang beriman kepadanya, berkat
keutamaan yang berhak mereka peroleh karena ketaatan tersebut. Adapun mereka
yang menganiaya diri mereka sendiri, maka siksaan itu pun membinasakan mereka
semua di dalam kediaman, mati bergelimpangan di atas mayat-mayat mereka sendiri
sebagai bukti dahsyatnya siksaan itu. Mereka akhirnya tidak hidup lama dinegeri
mereka dan menikmati berbagai kebaikan yang ada di dalamnya.
Kisah ini lalu diakhiri dengan sebuah doa berupa
kebinasaan atas negeri Madyan sebagai binasanya kaum Tsamud. Tujuan dari doa
tersebut adalah, bahwa mereka menganggap enteng siksaan Allah dengan
pembangkangan yang mereka lakukan dan mendustakan Rasul-rasul-Nya. Sekaligus
sebagai pelajaran berharga dan hukuman paling dahsyat yang pernah terjadi bagi
manusia pembangkang.
Nabi Syu'aib as.
Allah Azza wa Jalla berfirman:
كذب أصحاب الأيكة المرسلين إذ قال لهم شعيب ألا تتقون إني لكم رسول أمين فاتقوا الله وأطيعون وما أسألكم عليه من أجر إن أجري إلا على رب العالمين أوفوا الكيل ولا تكونوا من المخسرين وزنوا بالقسطاس المستقيم ولا تبخسوا الناس أشياءهم ولا تعثوا في الأرض مفسدين واتقوا الذي خلقكم والجبلة الأولين قالوا إنما أنت من المسحرين وما أنت إلا بشر مثلنا وإن نظنك لمن الكاذبين فأسقط علينا كسفا من السماء إن كنت من الصادقين قال ربي أعلم بما تعملون فكذبوه فأخذهم عذاب يوم الظلة إنه كان عذاب يوم عظيم إن في ذلك لآية وما كان أكثرهم مؤمنين وإن ربك لهو العزيز الرحيم
"Penduduk Aikah
telah mendustakan rasul-rasul; ketika Syu'aib berkata kepada mereka:
"Mengapa kamu tidak bertakwa?, Sesungguhnya aku adalah seorang rasul
kepercayaan (yang diutus) kepadamu. Maka bertakwalah kepada Allah dan 'taatlah
kepadaku; dan aku sekali-kali tidak minta upah kepadamu atas ajakan itu; upahku
tidak lain hanyalah dari Tuhan semesta alam. Sempurnakanlah takaran dan
janganlah kamu termasuk orang-orang yang merugikan; dan timbanglah dengan
timbangan yang lurus. Dan janganlah kamu merugikan manusia pada hak-haknya dan
janganlah kamu merajalela di muka bumi dengan membuat kerusakan; dan
bertakwalah kepada Allah yang telah menciptakan kamu dan umat-umat yang
dahulu". Mereka berkata: "Sesungguhnya kamu adalah salah seorang dari
orang-orang yang kena sihir, dan kamu tidak lain melainkan seorang manusia seperti kami, dan sesungguhnya kami
yakin bahwa kamu benar-benar termasuk orang-orang yang berdusta. Maka
jatuhkanlah atas kami gumpalan dari langit, jika kamu termasuk orang-orang yang
benar. Syu'aib berkata: "Tuhanku lebih mengetahui apa yang kamu kerjakan". Kemudian mereka
mendustakan Syu'aib, lalu mereka ditimpa 'azab pada hari mereka dinaungi awan.
Sesungguhnya azab itu adalah 'azab hari yang besar. Sesungguhnya pada yang
demikian itu benar-benar terdapat tanda (kekuasaan Allah), tetapi kebanyakan mereka tidak beriman.
Dan sesungguhnya Tuhanmu benar-benar Dialah Yang Maha Perkasa lagi Maha
Penyayang." (QS. Asy-Syu'araa: 176-191)
Penjelasan dan Pelajaran
1)
Yang baru dalam surat ini adalah, bahwa Allah
Ta'ala mengirim Nabi-Nya, Syu'aib as. kepada penduduk Aikah (Madyan), yaitu
belantara yang di dalamnya tumbuh pepohonan yang sangat rimbun terletak di
dekat Madyan. Syu'aib adalah orang asing di tengah mereka. Tapi bagi penduduk
Madyan, Syu'aib bukan orang asing bagi. Karena itu mereka menganggapnya sebagai
saudara. Berbeda dengan perlakukan penduduk Aikah kepadanya. Tempat tinggal
mereka di Hijaz terletak di dekat Syam.
Kaum Nabi Syu'aib dianggap mendustakan seluruh Rasul
walau Nabi yang diutus kepada mereka hanya Syu'aib saja. Sebagaimana yang kami
katakan sebelumnya bahwa dakwah para Rasul adalah satu; membawa kebenaran dalam
hujjah yang sama. Maka kaum yang mengingkari seorang Rasul dianggap telah
mendustakan seluruhnya.
Anda juga dapat
melihat dalam surat tersebut, bahwa Nabi Syu'aib as. Berkata kepada penduduk
Aikah sesuatu yang tidak dikatakannya kepada penduduk Madyan. Dari sini kita
mengetahui bahwa akhlak dan prilaku kedua penduduk kampung tersebut berbeda.
Dalam surat tersebut mereka dituntut agar senantiasa taat kepada Allah Ta'ala
yang telah menciptakan mereka dan orang-orang sebelum mereka.
Setelah mereka
diseru dengan seruan yang bijak, mereka justru membalas ajakan itu dengan
mengatakan:
إِنَّمَا أَنْتَ
مِنَ اْلمُسَحَّرِيْنَ
"Sesungguhnya engkau termasuk tukang sihir." Akal
mereka telah tertutup sehingga tidak sadar dengan apa yang mereka ucapkan:
وَمَا أَنْتَ
إِلاَّ بَشَرُ مِثْلُنَا
"Dan engkau tidak lain adalah manusia yang sama seperti kami."
Dan seorang manusia tidak layak menjadi seorang Nabi.
Pada kisah Nabi
Nuh as. terdapat jawaban dan balasan dari ucapan kaum pembangkang itu. Kami
ingin mengulanginya kembali karena di dalamnya terdapat hikmah mendalam
sebagaimana disebutkan sebagian ahli tafsir.
"Sungguh
mengherankan perkara kaum yang sesat, mereka tidak suka bila risalah kenabian
dibawa oleh soerang manusia, tapi mereka redha bertuhankan bebatuan." Ini
adalah hikmah yang sekaligus meluluhlantakkan alasan orang-orang yang berkata, "Dan
engkau bukan seorang manusia yang seperti kami." Mereka lalu menyembah
sesuatu yang diciptakan Allah Ta'ala dan berkata, "Dan kami tidak
menyangka bahwa engkau tidak lain adalah pendusta." Dalam mendakwakan
risalah yang datang dari Allah Azza wa Jalla.
Yang lebih aneh
pada kaum tersebut adalah ketika mereka mengetahui bahwa Syua'ib sebenarnya
tidak berkata dusta atas apa yang ia sampaikan terkait dengan perkara dunia,
mereka justru menuduh Syua'ib berkata bohong terkait dengan perkara agama
mereka. Bila seseorang dianggap mustahil menyatakan sesuatu yang dusta kepada
manusia, lalu bagaimana mungkin ia berdusta tentang Allah? Bagaimana mungkin hal
ini menarik perhatian mereka bahwa Syu'aib tidak meminta kepada mereka
upah karena ajaran yang disampaikannya, tapi dia meminta ganjaran pahala dari
Allah Ta'ala? Padahal Demikianlah perkara orang yang jujur yang beramal dengan penuh
keyakinan, menyeru manusia dan yakin atas apa yang ia serukan. Seperti itulah
tanda kejujuran dan bukti kepercayaannya sebagai pengusung dakwah. Namun
demikian mereka berkata:
إِنَّمَا أَنْتَ
مِنَ اْلمُسَحَّرِيْنَ
"Sesungguhnya engkau termasuk seorang penyihir."
Apakah
tukang sihir menyeru manusia atas landasan itu dan membimbing mereka dengan
cara seperti itu? Bila Syu'aib menyeru mereka agar memberi segala sesuatu
sesuai dengah haknya, maka hendaklah mereka tidak curang dalam menakar dan
menimbang, dan tidak merugikan hak orang lain.
Apabila dakwah
ini adalah berita gembira, lalu bagaimana dengan dakwah orang yang berakal? Bila
metode ini adalah cara seorang pendusta, lalu bagaimana dengan metode orang
jujur dan dapat dipercaya? Bila Syua'iab adalah seorang yang terkena sihir,
lalu mengapa saudara-saudaranya kaum Madyan takut kepadanya? Dan mengapa mereka
melakukan berbagai macam cara untuk mengancam kaum Mukminin dan menghalangi
jalan mereka? Mengapa mereka mengancam akan mengusirnya bersama orang-orang
yang beriman kepadanya bila tidak kembali kepada ideologi mereka? Apa
sesungguhnya nilai seseorang yang terkalahkan oleh akal sehatnya?
Mengapa tidak
sama bagi mereka bila ia kembali ke agama mereka atau tidak? Ketika ia tetap
tinggal di negerinya atau tidak? Bukankah setiap orang memiliki akal sehat tahu
bahwa dakwah yang berdiri di atas akal dan tekad, sangat berbeda dengan dakwah
yang berdiri di atas akal gila dan diseru oleh seorang pendusta? Apabila akal
sehatnya terkalahkan, maka kegilaannya akan akan mengalahkannya. Dan bila
berdusta, maka suatu hari nanti dia akan jatuh terhinakan.
Yang benar
adalah, bahwa kaum ini dipenuhi keragu-raguan, sehingga tidak mampu
mensejajarkan antara kata dan pengetahuan. Amal yang mereka lakukan tidak
berdiri di atas rasionalitas. Sehingga sangat lumrah bila sikap mereka di
hadapan Nabi Syu'aib sebagai penentang dan pendusta risalah yang ia bawa. Sikap
itu membuat mereka mengatakan:
فَأَسْقِطْ عَلَيْنَا
كِسَفاً مِنَ السَّمَاءِ إِنْ كُنْتَ مِنَ الصَّادِقِيْنَ
"Maka jatuhkanlah atas kami gumpalan dari langit, jika kamu
termasuk orang-orang yang benar." (QS.
Asy-Syu'ara: 187)
Sama dengan apa yang dikatakan kaum 'Aad kepada Huud:
فَأتِنَا بِمَـا
تَعِدُنَا إِنْ كُنْتَ مِنَ الصَّادِقِيْنَ
"Maka datangkanlah azab yang kamu ancamkan kepada kami jika
kamu termasuk orang-orang yang benar." (QS.
Al-A'raaf: 70)
Ucapan Tsamud kepada Nabi Allah, Shaleh as.:
يَا صَالِحُ ائْتِنَا
بِمَا تَعِدُنَا إِنْ كُنْتَ مِنَ اْلمُرْسَلِيْنَ
Dan mereka
berkata: "Hai Shaleh, datangkanlah apa yang kamu ancamkan itu kepada kami,
jika (betul) kamu termasuk orang-orang yang diutus (Allah)". (QS.
Al-A'raaf: 77) Dan juga sama dengan ucapan kaum kafir Quraisy kepada
Muhammad saw:
أَللَّهُمَّ إِنْ
كَانَ هَذَا هُوَ اْلحَقُّ مِنْ عْنْدِكَ فَأَمْطِرْ عَلَيْنَا حِجَارَةً مِنَ السَّمَاءِ
أَوِ ائْتِنَا بِعَذَابٍ أَلِيْمٍ
"Ya
Allah, jika betul (Al Qur'an) ini, dialah yang benar dari sisi Engkau, maka hujanilah kami
dengan batu dari langit, atau datangkanlah kepada kami azab yang pedih". (QS. Al-A'raaf: 32)
Seperti inilah cara para pembangkang
yang meminta apabila Al-Qur'an datang dengan kebenaran dari-Nya, maka biarlah
Ia menimpakan siksa-Nya terhadap mereka, sebagaimana ditimpakan kepada pasukan
gajah atau dengan siksaan yang lain. Mereka ingin menyangkal kebenaran-Nya,
sehingga pengingkaran itu tidak mendatangkan siksa bagi mereka. Sebagaimana
orang yang berkata, bah apabila ini benar-benar kebatilan, maka timpakanlah
kepada kami bebatuan.
Penyebutan Al-Qur'an dengan kata "kebenaran"
adalah untuk menghinakan mereka. Karena mereka seharusnya berkata,
"Apabila ini adalah kebenaran dari-MU, maka tunjukilah kami." Tapi
mereka kaum yang membangkang dan mendustakan ayat-ayat Allah, keluar dari
aturan-aturan-Nya dan hanya mematuhi hawa nafsu mereka. sehingga Nabi Syu'aib
as. berkata, "Allah Maha tahu atas apa yang kalian lakukan." Siksaan
akan meliputi kalian bila Ia menghendakinya. Bila Ia
ingin menyiksa kalian dengan menjatuhkan gumpalan dari langit, niscaya
Ia akan melakukannya. Bila Ia menghendaki siksaan lain, maka Ia akan
menyiksa kalian. Bila Ia ingin menunda siksaan tersebut atas kalian pada hari
yang lain, maka Ia Maha Kuasa atas semua itu. Sebagaimana jawaban Nabi Nuh as.
ketika kaumnya berkata kepadanya:
قالوا يا نوح قد جادلتنا فأكثرت جدالنا فأتنا بما تعدنا إن كنت من الصادقين قال إنما يأتيكم به الله إن شاء وما أنتم بمعجزين
Mereka berkata "Hai Nuh,
sesungguhnya kamu telah berbantah dengan kami, dan kamu telah memperpanjang
bantahanmu terhadap kami, maka datangkanlah kepada kami azab yang kamu ancamkan
kepada kami, jika kamu termasuk orang-orang yang benar". Nuh menjawab:
"Hanyalah Allah yang akan mendatangkan azab itu kepadamu jika Dia
menghendaki, dan kamu sekali-kali tidak dapat melepaskan diri." (QS.
Huud: 32-33)
Dan Allah Ta'ala
berfirman:
فكذبوه فأخذهم عذاب يوم الظلة إنه كان عذاب يوم عظيم
"Kemudian
mereka mendustakan Syu'aib, lalu mereka ditimpa 'azab pada hari mereka dinaungi awan. Sesungguhnya azab itu
adalah 'azab hari yang besar." (QS.
Asy-Syu'araa: 189)
Disini Allah
memperlihatkan kepada kita bahwa sebab dijatuhkannya siksaan itu karena mereka
mendustakan Nabi Syu'aib, sehingga tidak ada lagi jarak antara dusta dan
siksaan. Ini sekaligus sebagai ancaman bagi setiap orang yang memiliki kesamaan
dalam prilaku seperti ini.
Diriwayatkan
bahwa Allah Ta'ala menimpakan kepada mereka udara panas selama beberapa hari,
sehingga tidak bermanfaat sedikit pun tempat mereka bernaung, tak ada air dan
minuman. Itu membuat mereka keluar menuju dataran. Gumpalan awan tebal disertai
udara sejuk membuat mereka bernaung dibawahnya. Tak lama kemudian jilatan api
membakar tubuh mereka semua. Wallahu a'lam.
Pelajaran dan
Nasehat dari Kisah Nabi Syu'aib as.
Yang lebih mengherankan dari kaum seperti ini adalah,
bahwa ketika seorang Nabi yang mulia datang menyeru mereka dengan seruan yang
jelas sebenderang cahaya matahari siang hari, mereka justru berkata:
قالوا يا شعيب ما نفقه كثيرا مما تقول وإنا لنراك فينا ضعيفا
"Mereka berkata, Wahai Syu'aib, kami
tidak banyak tahu apa yang engkau katakan itu, dan sesungguhnya kami melihatmu
sebagai orang yang lemah di antara kami." ( QS. Huud : 91 )
Walau dakwah
yang diserukan sang Nabi begitu jelas. Ia menyeru mereka untuk meninggalkan
tata cara beribadah kepada selain Allah. Namun mereka membalasnya dengan
ancaman akan mengusirnya dari kampung halamannya, demikian pula dengan
orang-orang yang bersamanya.
Nabi Syu'aib menyeru mereka agar meninggalkan perbuatan
keji –berlaku curang dalam menakar dan menimbang-, namun mereka menjawabnya
dengan jawaban hinaan dan cemoohan. Mengejek tata cara shalat dan ibadah
mereka lakukan:
قالوا يا شعيب أصلاتك تأمرك أن نترك ما يعبد آباؤنا أو أن نفعل في أموالنا ما نشاء إنك لأنت الحليم الرشيد
Mereka berkata: "Hai
Syu'aib, apakah sembahyangmu menyuruh kamu agar kami meninggalkan apa yang disembah
oleh bapak-bapak kami atau melarang kami memperbuat apa yang kami kehendaki
tentang harta kami. Sesungguhnya kamu adalah orang yang sangat penyantun lagi
berakal." (QS.
Huud: 87)
Demi Allah! Sungguh sangat
mengherankan bila seorang jahil menghina orang yang alim, orang gila mengejek orang
yang berakal, atau ketika seorang bodoh yang memiliki alasan dan penjelasan
ingin membuktikan bahwa
musuhnya itu memiliki aib, sehingga ia menyerunya kepada keutamaan dan
kebersihan? Sejak kapan sikap istiqamah dianggap sebagai kekurangan? Sejak
kapan keutamaan dikategorikan sebagai cela sehingga seseorang dihina dan
dicemooh karenanya? Tetapi seperti itulah logika orang yang menentang dan
memusuhi dakwah ini. Sebagaimana ucapan kaum Nabi Luth kepada Nabi mereka dan
pengikutnya dari orang-orang yang berimana:
أَخْرِجُوْهُمْ
مِنْ قَرْيَتِكُمْ إِنَّهُمْ أُنَاسٌ يَتَطَهَّرُوْنَ
"Keluarkanlah
Syu'aib dari kampung kalian, sesungguhnya dia adalah manusia yang membersihkan
diri."
Demikian pula sikap penduduk Madyan terhadap Nabi
Syu'aib as. yang berkata:
وَقَالَ اْلمَلَأُ
الَّذِيْنَ كَفَرُوْا مِنْ قَوْمِهِ لَئِنِ اتَّبَعْتُمْ شُعَيْباً إِنَّكُمْ إِذاً
لَخَاسِرُوْنَ
"Dan
berkatalah para pemimpin yang kafir itu dari kaumnya, bila kalian mengikut Syu'aib, maka sesungguhnya kalian termasuk
orang yang merugi." (QS. Al-A'raff: 90)
Tanya jawab dan Diskusi
1)
Nabi Syu'aib menyeru kaumnya pertama
kali agar beribadah kepada Allah dahulu, lalu menyeru mereka
meninggalkan prilaku yang merusak, mengapa demikian? Apakah meninggalkan
pengrusakan tanpa ibadah kepada Allah dapat menyebabkan kesuksesan? Mengapa?
2)
Apakah arti dari siksaan yang meliputi
yang diancamkan kepada kaum Nabi Syu'aib?
3)
Apakah ganjaran Allah dengan memberi
manusia hak-hak mereka lebih utama daripada mengurangi takaran dan timbangan
serta mencuri harta manusia?
4)
Apakah taat kepada Allah memberi manfaat
bagi manusia di dunia sebagaimana di akhirat? Bagaimanakah hak itu terjadi?
5)
Apakah
yang dimaksud dengan:
قالوا يا شعيب أصلاتك تأمرك أن نترك ما يعبد آباؤنا أو أن نفعل في أموالنا ما نشاء إنك لأنت الحليم الرشيد
Mereka berkata: "Hai Syu'aib, apakah
sembahyangmu menyuruh kamu agar kami meninggalkan apa yang disembah oleh bapak-bapak
kami atau melarang kami memperbuat apa yang kami kehendaki tentang harta kami.
Sesungguhnya kamu adalah orang yang sangat penyantun lagi berakal." (QS.
Huud: 87)
6) Kaum
Nabi Syu'aib tidak ingin membuat ikatan tertentu dalam menggunakan harta
mereka. apakah prilaku tersebut sama dengan kapatalisme hari ini yang menuntut
penghapusan aturan tertentu terhadap harta. Atau adakah perbedaan pada keduanya?
7) Mendengar nasehat dan penjelasan dari
orang berpengalaman terhadap sebuah perkara agar semakin jelas akan
mendatangkan maslahat dan kemenangan.
8) Mengapa kaum Nabi Syu'aib seakan
tidak mengerti apa yang dikatakan Nabi Syu'aib, padahal tidaklah seorang Nabi
diutus kepada kaumnya selain dengan bahasa yang dipahami oleh mereka? Apakah
pernyataan mereka adalah sindiran atau memang seperti itu keadaan mereka?
9) Kelemahan apakah yang ada pada diri
Nabi Syu'aib menurut kaumnyaa ketika kaumnya berkata, "Andai bukan karena
kaummu, niscaya kami akan merajammu. Dan tidaklah engkau memiliki kemampuan
atas kami." Bila demikian, maka Nabi Syu'aib menjadi lebih kuat karena
kaumnya sebagaimana yang terjadi pada rasul-rasul sebelumnya, yang di antara
mereka adalah Rasulullah saw.
10) Apakah Syu'aib diutus kepada penduduk
Madyan, atau kepada penduduk Aikah. Siapakah penduduk Aikah itu?
11) Penduduk
Aikah hanya mendustakan Nabi Syu'aib saja, sementara Al-Qur'an menyatakan bahwa
mereka sebenarnya mendustakan seluruh Rasul. Bagaimana pendapat Anda?
12) Mengapa
tuduhan terhadap Rasul sebagai tukang sihir sering terulang? Apakah karena
mereka mimiliki mukjizat, atau pembicaraan mereka yang dapat mempengaruhi
manusia?
13) Pengingkaran
mereka sebagai manusia juga sering terulang, dan kaum yang menganggap aneh
ketika seorang Nabi itu adalah manusia. Apakah Anda memiliki jawaban atas sikap
ini dari Al-Qur'an? Apakah seorang penyihir dapat memperoleh petunjuk dan
diutus sebagai Rasul?
14) Bila dakwah kepada Allah adalah aktivitas
sihir, lalu seperti apakah dakwah seorang Rasul?
15) Mengapa
kaum tersebut meminta kepada Rasul mereka agar Allah menimpakan azab dan menjatuhkan
kepada mereka gumpalan dari langit? Apakah permintaan tersebut berasal
dari Rasul Allah? Mengapa mereka meminta siksaan sebagai ganti dari hidayah? Atau
kesesatan, hawa nafsu, kebodohan dan mengikuti bisikan-bisikan syetan?
16) Seperti
apakah akhir kehidupan kaum yang zalim? Dan bagaimanakah akhir kehidupan
penduduk Madyan dan Aikah?
17) Mengapa
siksaan digambarkan sebagai sesuatu yang besar? Bukankah setiap
siksaan itu maha dahsyat?
18) Ayat
terakhir dari kisah tersebut menyatakan bahwa kisah ini adalah tanda, atau
pelajaran dan nasehat bagi yang memiliki hati.
19) Mengapa
Syu'aib disebut sebagai Khathib (pembicara) para Nabi, dan siapakah yang
memberinya gelar itu?
20) Mengapa
mereka (kaum Nabi Syu'aib) berkata kepada Syu'aib, "Sesungguhnya engkau
orang yang santun dan berakal." Dan setelah itu mereka berkata,
"Sesungguhnya engkau termasuk tukang sihir."
21) Berlaku
curang dalam menakar dan menimbang, merampok harta termasuk dosa besar terhadap
seluruh umat, dan itu tidak bermanfaat bagi seorang pun.
22) Mengapa
Syu'aib berkata, "Dan saya tidak menghendaki dari kalian selain
kebaikan sesuai dengan kemampuanku." Apakah hal ini sejalan dengan
firman Allah Ta'ala, "Allah tidak membebani seorang pun kecuali sesuai
dengan kemampuannya."
23) Mengapa
shalat dapat melindungi seseorang dari perbuatan dosa?
24) Apakah
manusia bersedih hati atas kaum yang zalim, dan apakah mereka merasa kasihan
terhadap mereka:
فكيف آسى على قوم كافرين
"Maka
bagaimana aku akan bersedih hati terhadap orang-orang yang kafir?" (QS.
Al-A'raaf: 93), padahal mereka telah diancam dan diperingatkan
tentang siksaan itu?
25) Dalam
sekejap mata, berbagai perkara orang-orang zalim menjadi berubah, sehingga
mereka semua binasa:
وَالَّذِيْنَ كَذَّبُوْا
شُعَيْباً كَأنْ لَمْ يُغْنُوْا فِيْهَا اَلَّذِيْنَ كَذَّبًوْا شُعَيْباً كَانُوْا
هُمُ اْلخَاسِرُوْنَ
"(yaitu) orang-orang yang mendustakan Syu'aib seolah-olah
mereka belum pernah berdiam di kota itu; orang-orang yang mendustakan Syu'aib mereka
itulah orang-orang yang merugi." (QS. Al-A'raaf: 90)
26) Setelah
kaumnya binasa, Nabi Syu'aib as. hidup beberapa tahun kemudin hingga diwafatkan
oleh Allah Ta'ala. Dari Wahab bin Munabbih, bahwa Syu'aib wafat di Mekah
bersama dengan orang-orang yang beriman. Kuburan mereka terletak disebelah
Barat Mekah, antara Daar an-Nadwah dan Daar Bani Sahm. Apakah Anda dapat
membuktikan hal ini?
Sarana Aplikatif yang menyertai materi ini:
1) Menyiapkan kaset audio visual
2) Menyediakan tempat khusus di
perpustakan berisi buku kisah para Nabi.
3)
Menyiapkan gambar dan peta untuk
menjelaskan tempat dan lokasi
4)
Meunlis di koran atau majalah tentang
materi ini
5)
Menyiapkan perlombaan ilmiah di kalangan
para pemuda
6)
Mengadakan
pelatihan tentang seni berdialog
7)
Menghafal ayat-ayat Al-Qur'an terkait
dengan tema yang dipelajari
8)
Menugaskan para khatib untuk berbicara
tentang pelajaran yang dapat dipetik dari kisah Nabi.
9)
Mengadakan seminar pekanan untuk
anak-anak di rumah, untuk mempelajari sejarah Syu'aib as.
10) Mengadakan
ceramah tentang manhaj para Nabi dalam berdakwah kepada Allah Ta'ala.
(6)
Aktivitas yang Menyertai:
1)
Menyediakan kaset audio visual berisi
tentang kisah para Nabi
2)
Menyediakan pojok khusus di perpustakaan
berisi tentang kisah para Nabi
3)
Menyediakan peta dan gambar untuk menjelaskan lokasi dan tempat dimana
Nabi tersebut menyampaikan dakwahnya.
4)
Menulis di majalah atau kotan tentang
kisah Nabi dan metode mereka dalam berdakwah.
5)
Menyiapkan perlombaan imiah antara para
pemuda tentang sejarah para Nabi
6)
Mengadakan pelatihan tentang seni
berdialog
7)
Menghafal ayat-ayat Al-Qur'an terkait
dengan tema yang dipelajari
8)
Menugaskan para Khatib agar menjelaskan
pelajaran yang dapat dipetik dari kisah para Nabi.
9)
Mengadakan pertemuan pekanan untuk
anak-anak di rumah guna mempelajari sejarah para Nabi.
10) Mengadakan
ceramah tentang manhaj para Nabi dalam berdakwah kepada Allah Ta'ala.
) Penduduk Aikah adalah kaum Syu'aib. Aikah ialah lokasi berhutan di pinggiran wilayah
Madyan.
)
dimaksud dengan "Penduduk Aikah" ialah penduduk Mad-yan yaitu kaum
Nabi Syu'aib a.s.
) Yang dimaksud dengan "Penduduk Aikah"
ialah penduduk Mad-yan yaitu kaum Nabi Syu'aib a.s.