وإذا النجوم انكدرت(2)
وإذا الجبال سيرت(3)
وإذا العشار عطلت(4)
وإذا الوحوش حشرت(5)
وإذا البحار سجرت(6)
وإذا النفوس زوجت(7)
وإذا الموؤودة سئلت(8)
بأي ذنب قتلت(9)
وإذا الصحف نشرت(10)
وإذا السماء كشطت(11)
وإذا الجحيم سعرت(12)
وإذا الجنة أزلفت(13)
علمت نفس ما أحضرت(14)
فلا أقسم بالخنس(15)
الجوار الكنس(16)
والليل إذا عسعس(17)
والصبح إذا تنفس(18)
إنه لقول رسول كريم(19)
ذي قوة عند ذي العرش مكين(20)
مطاع ثم أمين(21)
وما صاحبكم بمجنون(22)
ولقد رآه بالأفق المبين(23)
وما هو على الغيب بضنين(24)
وما هو بقول شيطان رجيم(25)
فأين تذهبون(26)
إن هو إلا ذكر للعالمين(27)
لمن شاء منكم أن يستقيم(28)
وما تشاؤون إلا أن يشاء الله رب العالمين(29)
التكوير:
١ - ٢٩
Apabila matahari digulung. Dan apabila
bintang-bintang berjatuhan. Dan apabila gunung-gunung dihancurkan. Dan apabila unta-unta yang
bunting ditinggalkan (Tidak diperdulikan). Dan apabila binatang-binatang liar
dikumpulkan. Dan apabila lautan dijadikan meluap. Dan apabila ruh-ruh dipertemukan
(dengan tubuh). Dan apabila bayi-bayi perempuan yang dikubur hidup-hidup
ditanya. Karena dosa apakah dia dibunuh. Dan apabila catatAn catatan (amal
perbuatan manusia) dibuka. Dan apabila langit dilenyapkan. Dan apabila neraka
Jahim dinyalakan. Dan apabila surga didekatkan. Maka tiap-tiap jiwa akan
mengetahui apa yang telah dikerjakannya. Sungguh, Aku bersumpah dengan
bintang-bintang. Yang beredar dan terbenam. Demi malam apabila telah hampir
meninggalkan gelapnya. Dan demi subuh apabila fajarnya mulai menyingsing.
Sesungguhnya Al Qur'aan itu benar-benar firman (Allah yang dibawa oleh) utusan
yang mulia (Jibril). Yang mempunyai kekuatan, yang mempunyai kedudukan tinggi
di sisi Allah yang mempunyai 'Arsy. Yang ditaati di sana (di alam malaikat) lagi
dipercaya. Dan temanmu (Muhammad) itu bukanlah sekali-kali orang yang gila. Dan
sesungguhnya Muhammad itu melihat Jibril di ufuk yang terang. Dan dia
(Muhammad) bukanlah orang yang bakhil untuk menerangkan yang ghaib. Dan Al
Qur'an itu bukanlah perkataan syaitan yang terkutuk. Maka ke manakah kamu akan
pergi? Al Qur'aan itu tiada lain hanyalah peringatan bagi semesta Alam. (yaitu)
Bagi siapa di antara kamu yang mau menempuh jalan yang lurus. Dan kamu tidak
dapat menghendaki (menempuh jalan itu) kecuali apabila dikehendaki Allah, Tuhan
semesta alam. (At Takwir : 1-29)
Pengantar
Surat ini terdiri dari
dua segmen, yang masing-masing segmen menetapkan hakikat yang
besar dari hakikAt hakikat akidah.
Pertama, hakikat tentang kiamat dengan segala peristiwa
yang menyertainya sebagaimana terdapat
pada ayat 1-14. Misalnya,
terjadinya penghancuran aturan alam yang besar ini secara total, yang meliputi matahari,
bintang-bintang, gunung-gunung, lautan, bumi, langit, binatang-binatang ternak, dan
binatang-binatang liar. Hal seperti ini juga terjadi pada semua manusia.
Kedua, hakikat tentang
wahyu dan segala sesuatu yang berkaitan dengannya, yang tercantum pada ayat 15-29.
Misalnya, sifat malaikat yang membawanya, sifat Nabi yang menerimanya, sifat
kaum yang menjadi sasaran firman atau wahyu tersebut, dan kehendak teragung yang
telah menciptakan mereka dan menurunkan wahyu tersebut kepada mereka.
Kesan umum surat ini mirip sekali dengan gerakan sesuatu yang
bersayap, yang lepas dari ikatannya, lalu membalik segala sesuatu, menghamburkan dan memporakporandakan segala-galanya, menggoncangkan yang tenang dan menakutkan yang aman, menghapuskan segala kebiasaan dan mengganti semua ikatan (ketentuan), menggoncangkan jiwa manusia dengan goncangan yang keras dan panjang, serta mencabutnya dari ketenangan dan
ketabahannya. Tiba-tiba raja ia mengembuskan
ketakutan yang membinasakan dan menyapu segala sesuatu bagaikan
bulu-bulu yang tidak ada bobot dan keteguhannya
sama sekali. Tidak ada tempat berlindung
dan bernaung kecuali di bawah perlindungan Allah Yang Maha Esa lagi Maha Perkasa. Hanya hak-Nya
sajalah untuk kekal dan abadi, dan hanya di sisi-Nya sajalah ketenangan dan ketenteraman. Karena itu, dengan kesan umumnya, surat ini mencabut jiwa manusia dari segala sesuatu yang menjadikannya tenang dan tenteram, untuk berlindung ke bawah lindungan Allah dan mencari keamanan,
ketenangan, dan ketenteraman di sisiNya.
Di samping itu, surat ini juga memuat banyak sekali pemandangan yang indah-indah, baik di alam semesta yang indah yang dapat kita saksikan ini, maupun pada hari akhir ketika seluruh aturan dan ketentuan semesta telah berubah dan terbalik. Juga
memuat ungkapAn ungkapan yang bagus
yang selaras dengan variasi pemandangan
pemandangan dan kesAn kesan yang dikandungnya. Semua ini terangkum dalam surat yang sempit (pendek) ini, sehingga menekan perasaan dan menembusnya dengan kuat dan penuh kesan. Seandainya pengungkapan lafAl lafal
dan kalimat kalimatnya tidak populer
dan tidak jelas bagi pembaca masa
sekarang, niscaya irama surat itu sendiri, lukisAn lukisannya,
bayang-bayangnya, hakikat hakikatnya,
dan pemandangan pemandangannya akan dapat
membawa pembaca kepada sesuatu yang tidak mungkin dapat didapat dalam ungkapan bahasa manusia mana pun, dan akan
dapat menyentuh senar-senar hati dan
menggetarkannya dari dalam. Akan
tetapi, terjadilah apa yang tidak dapat dihindari, dan zaman kita sekarang sudah begitu jauh dari merasakan sentuhan bahasa Al Qur'an.
Hari Kiamat dengan Segala
Rangkaiannya
'Apabila matahari digulung, bintang-bintang
berjatuhan, gunung-gunung dihancurkan, unta-unta yang bunting ditinggalkan (tidak
dipedulikan), binatang-binatang liar dikumpulkan, lautan dipanaskan, ruh-ruh dipertemukan (dengan
tubuh), bayi-bayi wanita yang dikubur hidup-hidup ditanya karena dosa apakah dia
dibunuh, catatAn catatan (amal perbuatan
manusia) dibuka, langit dilenyapkan,
neraka jahim dinyalakan, dan surga didekatkan,
maka tiap-tiap jiwa akan mengetahui apa yang
telah dikerjakannya. "(At Takwiir: 1-14)
Itulah pemandangan yang berupa kejungkirbalikan semua peraturan
secara total. Itulah huru-hara yang menimpa segala yang maujud. Kejungkirbalikan dan keamburadulan yang meliputi benda-benda besar seperti
benda-benda langit dan bumi, binatang-binatang
liar, binatang-binatang ternak, jiwa manusia, dan aturan segala sesuatu. Semua yang
tertutup menjadi terbuka, dan semua
yang majhul terketahui. Seluruh
manusia tertegun di hadapan segala sesuatu yang pernah dikerjakannya, yang
kini menjadi persediaan dan
perbekalannya untuk menghadapi
keputusan dan perhitungan. Segala sesuatu yang di sekelilingnya porak-poranda dan terjungkirbalik.
Peristiwa-peristiwa alam yang besar ini secara garis besar
mengisyaratkan bahwa alam yang kita huni ini alam yang teratur rapi dan indah, seimbang
gerakAn gerakannya,
tertata dengan penuh apik, kokoh
bangunannya, dan dibangun oleh "tangan" yang bijak dan piawai akan rusak aturannya, berantakan bagiAn bagiannya, lenyap sifat sifat dan ciri-cirinya yang selama ini melekat padanya, dan berakhir pada masa yang telah ditentukan. Semua makhluk akan mengalami perubahan sebagaimana alam semesta, kehidupan, dan hakikat segala sesuatu akan berubah dan menjadi bentuk lain dari
apa yang selama ini berlaku.
Itulah sasaran surat
At Takwiir yang hendak ditetapkan dan dimantapkannya
di dalam hati dan perasaan.
Tujuannya agar hati dan perasaan manusia terpisah dari alam lahiriah, meskipun ia tampak kokoh, yang akan lenyap dan agar berhubungan dengan hakikat yang kekal. Yakni, hakikat Allah yang tidak akan pernah berubah dan sirna, ketika segala sesuatu telah berubah dan hilang lenyap. Juga agar hati dan perasaan manusia itu lepas dari tawanan aturan dan kebiasaan di alam yang tersaksikan ini. Kemudian beralih kepada hakikat mutlak yang tidak terikat dengan waktu, tempat, penglihatan, dan indrawi, serta simbol-simbol lahiriah yang terikat oleh kondisi atau bingkai yang terbatas. Demikianlah perasaan umum yang meresap ke dalam jiwa ketika memikirkan pemandangan pemandangan alam yang porak-poranda dan menakutkan.
Tujuannya agar hati dan perasaan manusia terpisah dari alam lahiriah, meskipun ia tampak kokoh, yang akan lenyap dan agar berhubungan dengan hakikat yang kekal. Yakni, hakikat Allah yang tidak akan pernah berubah dan sirna, ketika segala sesuatu telah berubah dan hilang lenyap. Juga agar hati dan perasaan manusia itu lepas dari tawanan aturan dan kebiasaan di alam yang tersaksikan ini. Kemudian beralih kepada hakikat mutlak yang tidak terikat dengan waktu, tempat, penglihatan, dan indrawi, serta simbol-simbol lahiriah yang terikat oleh kondisi atau bingkai yang terbatas. Demikianlah perasaan umum yang meresap ke dalam jiwa ketika memikirkan pemandangan pemandangan alam yang porak-poranda dan menakutkan.
Ilmu tentang hakikat segala sesuatu yang terjadi
pada seluruh alam ini, berada di sisi Allah. Ia merupakan hakikat yang terlalu
besar untuk kita ketahui sekarang dengan perasaan dan pandangan kita yang terbatas oleh
indra dan pikiran. Di antara keamburadulan sangat besar yang kita alami atau yang dialami oleh
sebagian manusia, adalah digoncangkannya kita oleh bumi dengan goncangan yang menghancurkan, bumi
memuntahkan lahar dan magma dari dalamnya, rusaknya bumi oleh cahaya api dan badai serta
air bah yang luar biasa, atau peristiwa-peristiwa alam yang amat dahsyat, yaitu terpancarnya bagiAn bagian
dalam matahari sejauh beratus-ratus juta mil. Semua peristiwa besar yang
mengerikan ini bila dibandingkan dengan keporakporandaan yang besar dan menyeluruh pada
hari kiamat nanti, terasa masih sangat kecil!!
Apabila kita harus mengetahui sedikit tentang hakikat sesuatu yang
bakal terjadi pada alam semesta ini, maka tidak ada jalan di depan kita melainkan mendekatinya melalui
ungkapAn ungkapan yang berlaku dalam
kehidupan kita.
Sesungguhnya
yang dimaksud dengan digulungnya
matahari itu, mungkin ia menjadi dingin dan padam cahayanya serta mengerutnya lidah apinya yang
menyala-nyala di sekelilingnya sejauh beribu-ribu mil di angkasa raya sekarang
ini. Hal itu sebagaimana padamnya (tertutupnya) cahaya matahari pada waktu terjadi gerhana, dan
terbebasnya ia dari gas karena pengaruh panas yang mencapai 12.000 derajat, sehingga mengubah semua
materi yang merupakan unsur
matahari menjadi gas-gas lepas yang menyala-nyala.
Semua ini akan berubah dari satu keadaan
kepada keadaan lain dan membeku seperti
kulit bumi, akan tergulung tanpa lidah api dan tanpa nyala lagi. Mungkin keadaannya nanti seperti ini dan mungkin juga tidak demikian. Adapun pengetahuan tentang bagaimana terjadinya dan unsur-unsur apa
yang menyebabkan terjadinya itu, hanya ada di sisi Allah.
Maksud bintang-bintang berjatuhan itu mungkin ia berpelantingan dan lepas dari
sistem yang mengikatnya, cahayanya padam, dan menjadi gelap gulita. Allah yang lebih mengetahui
bintang apa yang terkena peristiwa ini. Apakah gugusan bintang yang dekat dengan kita, seperti tata
surya kita, atau galaksi Bima Sakti yang terdiri dari beratus-ratus juta bintang, ataukah semua bintang yang
tidak ada yang mengetahui jumlah dan letaknya kecuali Allah?
Pasalnya, di belakang kita masih terdapat banyak galaksi dan ruang
hampa yang tidak kita ketahui hitungan dan kesudahannya. Maka, kelak akan ada bintang-bintang (atau semua bintang) yang
berjatuhan atau pudar cahayanya
sebagaimana diinformasikan dalam
informasi yang benar dan tidak ada yang mengetahui hakikatnya kecuali Allah.
Dihancurkannya gunung-gunung itu mungkin maksudnya adalah dihancurkan dan
dihamburkannya ke udara, sebagaimana disebutkan dalam surat lain,
'Mereka
bertanya kepadamu tentang gunung-gunung maka katakanlah, 'Tuhanku akan
menghancurkannya (pada hari kiamat) sehancur-hancurnya. "(Thaahaa: 105)
"Gunung gunung dihancurluluhkan
sehancur-hancurnya."(Al Waaqi'ah:
5)
'Dijalankanlah gunung-gunung maka
menjadi fatamorganalah
ia."(An Naba': 20)
Semua itu mengisyaratkan bahwa peristiwa seperti ini akan
terjadi pada gunung-gunung, maka gunung-gunung yang kokoh kuat dan teguh tersebut akan tercerabut dan
mu snah.Mungkin itu merupakan permulaan goncangan keras yang akan menimpa bumi
sebagaimana dikatakan oleh Al Qur'an,
'Apabila bumi digoncangkan dengan goncangannya (yang dahsyat), dan bumi telah
mengeluarkan beban beban berat (yang
dikandung)nya. " (Az Zalzalah:
1-2)
Adapun firman Allah,
'Dan
apabila unta-unta yang bunting ditinggalkan (tidak dipedulikan). "(At Takwiir: 4)
'Al 'isyar" adalah unta-unta yang bunting sepuluh bulan. Unta-unta tersebut merupakan
harta kekayaan
bangsa Arab yang paling bagus dan paling berharga ketika itu. Dengan keadaannya yang bunting seperti ini,
maka unta-unta itu merupakan harta yang paling mahal. Karena, dapat diharapkan anak dan susunya,
serta sangat besar manfaatnya. Maka, pada hari terjadinya peristiwa yang mengerikan dan menakutkan
itu, diabaikanlah unta-unta yang bunting tersebut sehingga tidak berharga lagi dan tidak ada seorang
pun yang menganggapnya penting. Bangsa Arab yang diajak bicara pertama kali dengan ayat ini, tidak
akan rnengabaikan dan melepaskan tangannya dari unta seperti itu. Kecuali, jika mereka dalam keadaan yang amat gawat dan lebih dahsyat daripada segala sesuatu yang dikumpulkannya tersebut.
'Dan apabila binatang-binatang liar
dikumpulkan." (At Takwiir: 5)
Binatang-binatang liar
ini
berlarian karena merasa takut terhadap peristiwa besar yang mengerikan itu.
Mereka berkumpul dan menyatu di bukit-bukit. Mereka sudah lupa terhadap binatang-binatang lain yang biasanya
menakutkan sebagaimana mereka juga lupa kepada binatang-binatang buas yang biasanya
menerkamnya. Pasalnya, kengerian dan ketakutan terhadap peristiwa hari itu menjadikan binatang-binatang
tersebut terlepas dari karakter dan sifat-sifat khususnya. Maka, bagaimana lagi dengan manusia
dalam menghadapi peristiwa besar yang penuh kesulitan itu?!
Adapun makna dipanaskannya lautan mungkin adalah airnya
meluap-luap. Mungkin juga berarti airnya itu datang dari luapan luapan seperti yang dikatakan bahwa ia menyertai kejadian bumi dan kebekuannya/kemampatannya sebagaimana sudah kita bicarakan dalam surat An Naazi'aat. Mungkin karena gempa-gempa bumi dan gunung-gunung meletus
yang menghilangkan batas-batas antara lautan
yang satu dan lautan yang lain, sehingga yang sebagian memancar pada sebagian yang lain. Atau, mungkin juga yang
dimaksud adalah lautan meluap dan
memancar sebagaimana dikatakan dalam surat lain,
Dan apabila lautan menjadikan meluap, (Al Infithaar: 3)
Maka, berpencarlah unsur-unsurnya dan terpisahlah hidrogen
dari oksigennya. Atau, atom-atomnya terpencar seperti terpencarnya zat-zat pada bom atom atau lebih
dahsyat lagi, atau entah seperti apa lagi. Nah, pada waktu peristiwa ini terjadi,
maka ada
api sangat besar yang tidak terlukiskan ukurannya muncul dari lautan.
Pemakaian kadar tertentu dari sumbu bom atom atau
bom hidrogen saja bisa menimbulkan ledakan yang luar biasa mengerikan sebagaimana dikenal oleh dunia. Apalagi dengan ledakan atom-atom alutan seperti itu atau entah seperti apa lagi, yang
tentu tidak dapat dibayangkan oleh
manusia. Juga tidak dapat
dibayangkan oleh mereka rnengenai kondisi neraka Jahannam yang lebih dahsyat daripada lautan yang luas ini.
Dipertemukannya ruh-ruh itu mungkin maksudnya adalah
dipertemukannya ruh-ruh dengan jasad
masing-masing setelah diciptakan ulang. Atau, mungkin dipertemukannya ruh-ruh yang sejenis dalam kelompoknya sendiri-sendiri, sebagaimana dikatakan dalam ayat 7 surat Al Waaqi'ah, 'Dan kamu menjadi
tiga golongan. "Yaitu, golongan muqarrabun, ashabul
maimanah 'golongan kanan', dan ashhabul masy'amah 'golongan kiri'. Atau dalam bentuk lain lagi.
'Apabila bayi-bayi wanita yang
dikubur hidup-hidup ditanya karena dosa apakah dia dibunuh?" (At Takwiir: 8-9)
Di antara kesenangan masyarakat jahiliah ialah tradisi menanam anak
wanita hidup-hidup karena takut aib atau takut miskin. Islam datang untuk
mengangkat derajat bangsa Arab dari kehinaan jahiliah itu dan mengangkat
harkat semua manusia. Al Qur'an menceritakan tradisi jahiliah yang amat buruk tersebut,
Dan apabila seseorang
dari mereka diberi kabar dengan (kelahiran) anak perempuan, hitamlah (merah
padamlah) mukanya, dan dia sangat marah. Ia menyembunyikan dirinya dari orang
banyak, disebabkan buruknya berita yang disampaikan kepadanya. Apakah dia akan
memeliharanya dengan menanggung kehinaan ataukah akan menguburkannya ke dalam
tanah (hidup-hidup) ? Ketahuilah, alangkah buruknya apa yang mereka tetapkan
itu. (An Nahl: 58-59)
Padahal apabila salah
seorang di antara mereka diberi kabar gembira dengan apa yang dijadikan sebagai
misal bagi Allah yang Maha Pemurah; jadilah mukanya hitam pekat sedang dia amat
menahan sedih. Dan apakah patut (menjadi anak Allah) orang yang dibesarkan
dalam keadaan berperhiasan sedang dia tidak dapat memberi alasan yang terang
dalam pertengkaran. (Az Zukhruf: 17-18)
'Janganlah kamu membunuh
anak-anakmu karena takut kemiskinan. Kamilah yang akan memberi rezeki kepada mereka dan juga kepadamu." (Al Israa':
31)
Mengubur anak wanita hidup-hidup itu adalah cara yang amat kejam, karena si anak dikubur dalam keadaan hidup. Mereka, bangsa Arab jahiliah, melakukannya dengan cara yang bermacam-macam. Di antaranya
ada orang yang apabila mempunyai anak wanita, maka dibiarkannya anak itu hingga
berusia enam tahun. Kemudian
berkatalah si ayah kepada ibu anak
itu, "Pakaikanlah harum-haruman dan perhiasan kepadanya karena aku akan mengajaknya pergi kepada ipar-iparnya", padahal ia sudah
menggali sumur di padang pasir
untuknya. Maka, sampailah ia ke
sumur itu, kemudian berkata kepada anaknya itu, "Lihatlah ke dalam sumur!" Kemudian dia mendorong dan menimbunnya dengan tanah.
Di antaranya lagi ada yang apabila seorang wanita merasa akan
melahirkan, maka ia duduk di atas galian yang telah dibuat. Apabila anak yang
dilahirkannya itu wanita, maka anak itu langsung dilemparkan ke dalam galian itu
dan ditanamnya. Apabila anaknya itu laki-laki, maka ia lantas berdiri membawanya.Sebagian lagi yang
tidak berniat mengubur hidup-hidup anak wanitanya, akan menahan anaknya itu dengan menanggung
perasaan hina hingga ia mampu menggembala ternak. Setelah mampu menggembala, maka
dipakaikanlah kepadanya jubah dari buluo dan dikirimnya anak wanita itu ke pelosok untuk menggembala
untanya.
Orang-orang yang tidak mengubur anak wanitanya hidup-hidup dan
tidak mengirimkannya untuk menggembala ternak, mempunyai cara-cara lain untuk menimpakan bencana dan kerugian.
Yaitu, apabila gadis tersebut telah menikah
kemudian suaminya meninggal dunia,
maka datanglah walinya dan melemparkan pakaiannya kepada wanita itu. Ini berarti bahwa sang wali melarangnya berhubungan dengan orang lain. Sehingga, tidak ada seorang pun
yang boleh mengawininya meskipun ia sendiri berhasrat untuk kawin, maka hasrat dan keinginannya itu tidak dihiraukan lama sekali. Namun, jika ia tidak
berhasrat untuk kawin, maka ia ditahan
hingga meninggal dunia, kemudian
hartanya diwarisi oleh walinya itu.
Atau, ia dapat melaksanakan apa yang diinginkannya itu dengan syarat harus menebus dirinya dengan harta. Ada juga di antara mereka yang menceraikan istrinya dan mensyaratkan kepada istri itu untuk kawin hanya dengan orang yang mereka kehendaki. Kecuali, kalau mantan istri itu mau menebus
dirinya dengan memberikan kembali
semua harta yang pernah diberikan
mantan suami kepadanya.
Selain itu, ada tradisi lain lagi. Yakni, menjadikan istri sebagai barang
warisan. Apabila seseorang meninggal dunia, maka mereka menahan istrinya untuk
anak
lelaki kecil di kalangan mereka. Setelah anak itu besar, ia dapat mengambil
wanita itu sebagai istri. Di antara tradisi mereka lagi ialah seorang lelaki memelihara anak wanita yatim dan
mengasuhnya serta mengurusi urusannya.
Tetapi, ia melarang si anak untuk
kawin. Dengan harapan, apabila istrinya meninggal dunia, maka ia akan mengawini anak yatim tersebut. Atau, ia akan mengawinkannya dengan anak lelakinya yang sudah tentu karena menginginkan harta atau kecantikannya.
Inilah pandangan jahiliah terhadap wanita dalam segala hal hingga datang
Islam yang memandang buruk dan terkutuk terhadap tradisi-tradisi seperti itu. Islam melarang
keras tindakan mengubur hidup-hidup anak wanita dan menjadikannya sebagai salah
satu tema
pertanggungjawaban pada hari kiamat. Islam (Al Qur'an) menyebutkan masalah ini dalam konteks peristiwa
besar yang mengerikan dan menakutkan, yang memberi kesan seakan- akan mengubur anak wanita
hidup-hidup itu sebagai salah satu peristiwa alam yang amat dahsyat ini. Al Qur' an mengatakan,
"Sesungguhnya anak wanita yang dikubur hidup-hidup itu akan ditanya mengapa dia dikubur hidup-hidup. Maka, bagaimana halnya dengan orang yang menguburnya hidup-hidup?!"
"Sesungguhnya anak wanita yang dikubur hidup-hidup itu akan ditanya mengapa dia dikubur hidup-hidup. Maka, bagaimana halnya dengan orang yang menguburnya hidup-hidup?!"
Selamanya tidak mungkin tumbuh harga diri dan kemuliaan wanita di
lingkungan jahiliah, seandainya tidak diturunkan syariat dan manhaj Allah mengenai kemuliaan dan
kehormatan manusia secara keseluruhan. Juga di dalam memuliakan manusia itu sendiri, baik laki-laki
maupun wanita, dan menempatkannya dalam kedudukan tinggi yang sesuai dengan keberadaannya yang
ditiupkan padanya ruh Allah Yang Maha Tinggi lagi Maha Luhur. Karena itu, dari sumber ini
mengedepanlah kemuliaan wanita yang diberikan oleh Islam, bukan oleh unsur
lingkungan manapun.
Ketika telah terwujud kelahiran manusia baru dengan menerapkan
nilai-nilai dari langit bukan dari bumi, maka terwujudlah kemuliaan dan
kehormatan bagi wanita. Sehingga, penilaian dan ukuran kemuliaannya sama sekali tidak
dikaitkan dengan kelemahan fisik dan tugas-tugas kehidupan materialnya, karena semua itu bukan
dari langit dan tidak akan dinilai. Tetapi, timbangan dan penilaian itu hanyalah terhadap ruh manusia
yang mulia dan selalu berhubungan dengan Allah. Nah, dalam hal ini samalah kedudukan laki-laki
dan wanita.
Ketika telah jelas petunjuk dan indikasinya bahwa agama Islam ini
datang dari Allah dan bahwa yang membawanya adalah seorang Rasul yang telah diberi wahyu, maka
pengalihan kedudukan wanita ini dipandang sebagai salah satu indikasi yang tidak
keliru lagi. Karena, dalam lingkungan ketika itu sudah tidak ada satu pun pertanda yang
diharapkan untuk mengantarkan wanita kepada kedudukan terhormat seperti ini. Tidak ada satu
pun dorongan dan motivasi khusus dari lingkungan dan kondisi perekonomiannya, kalau tidak
turun manhaj Ilahi untuk
berbuat demikian terhadap wanita tanpa
dorongan unsur apa pun dari bumi,
yang dapat memberikan kedudukan yang
baru sama sekali bagi wanita. Yakni, kedudukan yang semata mata berhubungan
dengan nilai-nilai dan timbangan-timbangan
langit.
'Dan apabila catatan-catatan (amal perbuatan manusia) dibuka. "(At Takwiir: 10)
Dengan dibukanya catatan catatan amal ini, maka dapatlah disingkap dan diketahui semuanya
sehingga tidak ada yang samar dan
tersembunyi lagi. Transparansi ini
lebih berat dan lebih menekan jiwa. Berapa banyak kejelekan yang pelakunya
sendiri merasa malu menyebutkannya, dan
merasa takut dan merinding
mengungkapkannya. Namun, pada hari kiamatnanti seluruh dosa dan keburukannya itu
akan
dibuka dan dapat disaksikan secara transparan.
Pembeberan dan penyingkapan catatan amal ini termasuk salah satu
macam peristiwa besar pada hari itu, yang notabene adalah sebagai salah satu bentuk keterbalikan
aturan. Segala sesuatu yang biasanya dan mestinya disembunyikan malah disingkapkan, yang biasanya
ditutup-tutupi kini dinyatakan secara terang-terangan, bahkan yang tersembunyi di dalam hati pun
terungkapkan. Penyingkapan segala sesuatu yang tersembunyi di dalam hati ini
berhadapan dengan pemandangan peristiwa alam seperti,
'Dan apabila langit dilenyapkan."(At Takwiir: 11)
Yang segera ditangkap oleh pikiran ketika mendengar kata sama’ ‘ langit' adalah tutup
yang tinggi di atas kepala, dan kasytuhaa berarti melenyapkannya. Adapun pengetahuan tentang
bagaimana hal ini bisa terjadi dan bagaimana caranya, maka kita tidak memiliki jalan untuk
menetapkan dan memastikannya. Namun, kita dapat saja membayangkan bagaimana seseorang
memandang ke angkasa lantas tidak melihat kubah langit lagi di atasnya, karena suatu
sebab yang
mengubah aturan semesta ini, yang karenanya terjadi fenomena seperti itu.
Cukup begitu sajalah yang kita pikirkan, tidak usah memikirkan bagaimana cara dan
terjadinya yang sebenarnya. Kemudian datanglah langkah terakhir mengenai pemandangan-pemandangan
hari yang besar dan menakutkan itu,
'Dan apabila neraka jahim dinyalakan, dan apabila surga
didekatkan."(At Takwiir: 12-13)
Neraka Jahim dinyalakan, gejolaknya terus bertambah, dan panasnya
pun makin bertambah. Di manakah ia berada? Bagaimanakah cara menyulut dan menyalakannya?
Dengan apa ia dinyalakan? Mengenai semua ini kita tidak mengetahuinya kecuali apa yang difirmankan oleh Allah Ta'ala,
"Bahan bakarnya adalah manusia dan batu. " (At Tahriim: 6)
Hal itu terjadi setelah manusia itu dilemparkan ke dalamnya. Adapun
sebelum itu, maka Allah lebih mengetahui bagaimana menyalakannya.
Pada sisi lain, surga didekatkan dan ditampakkan kepada calon
penghuninya yang dipanggil untuk memasukinya. Sehingga, tampak bagi mereka betapa mudahnya
memasukinya. Maka, surga didekatkan dan sudah disiapkan. Adapun lafal uzlifat 'didekatkan'
ini memberi
kesan seakan-akan surga itu diluncurkan, atau kaki meluncur dengan mudah ke sana.
Pada
waktu semua peristiwa besar itu terjadi, berkenaan dengan keberadaan alam
semesta, dan mengenai semua
makhluk hidup dan segala sesuatu, maka pada
waktu itu tidak ada keraguan sedikit pun di dalam hati manusia mengenai hakikat segala sesuatu yang telah
dikerjakannya. Juga mengenai semua
perbekalan yang telah diusahakannya untuk menghadapi hari yang besar itu, apa yang akan dibawanya untuk dihamparkan di sana, dan apa saja yang telah dikerjakannya untuk dihisab dan
"dipertanggungjawabkannya,
'Maka, tiap-tiap jiwa akan mengetahui apa yang telah
dikerjakannya. " (At Takwiir: 14)
Setiap jiwa pada hari yang besar dan menakutkan itu akan mengetahui
apa yang akan diperolehnya dan yang akan menimpanya. Ia mengetahuinya padahal waktu itu ia juga
sedang diliputi dan dihadapkan kepada ketakutan dan kengerian yang luar biasa. Ia mengetahui, sedangkan
ia tidak memiliki kemampuan
sedikit pun untuk mengubah apa yang telah dikerjakannya, tidak dapat menambah
atau menguranginya sama sekali. Ia
mengetahui, sedangkan ia sudah lepas dari segala sesuatu yang biasa terjadi dalam kehidupannya, atau yang dibayangkannya. Pada saat itu ia sudah terputus hubungannya dengan dunianya, dan dunianya sudah terputus darinya. Segala sesuatu telah berubah, telah berganti,
dan tidak ada yang kekal kecuali
wajah Allah Yang Maha Mulia, yang
tidak pernah berubah dan berganti.
Maka, alangkah utamanya jiwa manusia yang senantiasa menghadap kepada Allah Yang Maha Mulia. Sehingga, kelak ia akan bertemu dengan-Nya ketika segala sesuatu sudah berubah dan berganti.
Dengan terjadinya peristiwa ini beserta kesan-kesannya, maka diakhirilah segmen pertama surat ini. Sedangkan, perasaan sudah dipenuhi dengan kesan-kesan pemandangan tentang hari amat besar yang pada waktu itu terjadi pembalikan dan perubahan keadaan secara total.
Pemandangan Alam, Al Qur'an, Jibril, dan Rasulullah saw.
Selanjutnya datanglah segmen kedua surat ini yang dimulai dengan menyampaikan sumpah secara berturut turut
dengan pemandangan-pemandangan alam
yang indah, yang diungkapkan dengan kalimat kalimat yang unik dan apik. Sumpah tentang tabiat wahyu, sifat utusan
yang membawanya, Rasul yang menerimanya,
dan sikap manusia terhadapnya, sesuai
dengan kehendak Allah,
"Sunguh, Aku bersumpah dengan
bintang-bintang, yang beredar dan terbenam. Demi malam apabila hampir meninggalkan gelapnya, dan demi
subuh apabila fajarnya mulai menyingsing sesungguhnya Al Qur’an
itu benar-benar
firman (Allah yang dibawa oleh) utusan yang mulia (Jibril), yang mempunyai kekuatan, kedudukan
yang tinggi di sisi Allah yang mempunyai Arasy, dan ditaati di sana (di alam malaikat)
lagi dipercaya. Temanmu (Muhammad) itu bukanlah sekali-kali orang gila. Sesungguhnya Muhammad itu melihat Jibril
di ufuk yang terang.
Dia (Muhammad) bukanlah seorang yang bakhil untuk menerangkan yang gaib. Al Qur’an itu bukanlah perkataan setan yang terkutuk.
Maka, ke manakah kamu akan pergi?Al Qur’an itu tidak lain hanyalah peringatan bagi semesta alam, (yaitu) bagi siapa saja di
antara kamu yang mau menempuh jalan yang lurus. Kamu tidak dapat menghendaki (menempuh jalan
itu) kecuali apabila dikehendaki Allah, Tuhan semesta alam." (At Takwiir: 15-29)
'Al khunnas, al jawaaril kunnas " adalah bintang-bintang yang beredar dan
terbenam, yang kembali kepada putaran falakiahnya, yang berjalan dan bersembunyi. Pengungkapan kalimt-kalimatnya
melukiskan kehidupan yang gesit dan lincah
bagaikan kehidupan kelinci, yang
berlari-lari dan bersembunyi di dalam kandangnya, dan kembali lagi dari sudut lain. Di sana ada denyut kehidupan dari
celah-celah pengungkapan kalimat-kalimatnya
yang bagus dan indah di dalam
mengungkapkan bintang-bintang. Di sana
juga ada kesan perasaan terhadap gerakan
yang indah, dalam terbenam dan munculnya
bintang-bintang itu, dalam bersembunyi dan kepergiannya, serta dalam perjalanan dan kembalinya, yang diimbangi dengan kesan keindahan dalam bentuk lafal dan gema suaranya.
'Demi malam apabila
telah hampir meninggalkan gelapnya."(At
Takwiir: 17)
Yakni, apabila telah gelap. Lafal ini
juga memberi kesan seperti itu,
karena lafal ini terdiri dari dua suku kata yang bunyinya mengesankan
kehidupan pada malam itu. Pada waktu
itu ia meraba-raba dalam gelap
dengan tangan dan kakinya, tapi tidak
dapat melihat juga. Ini merupakan
kesan yang menakjubkan dan pilihan kata
yang indah.Demikian pula dengan ayat,
"Dan demi subuh apabila fajarnya mulai menyingsing. "
"Dan demi subuh apabila fajarnya mulai menyingsing. "
Bahkan, ini menunjukkan
fenomena kehidupan yang jelas dan lebih mengesankan. Subuh itu sebagai sesuatu yang hidup dan
bernapas. Napasnya adalah cahaya, kehidupan, dan gerakan yang merambat pada setiap makhluk
hidup. Saya hampir-hampir memastikan bahwa bahasa Arab dengan segala ungkapannya tidak
pernah memiliki ungkapan yang sebanding dengan pengungkapan Al Qur’an tentang waktu subuh ini.
Ketika melihat fajar menyingsing, berikan kesan sedemikian rupa kepada hati yang terbuka itu. Setiap orang yang bisa
merasakan keindahan pengungkapan dan pelukisan itu tentu mengetahui bahwa firman Allah kaya dengan perasaan dan pelajaran,
melebihi hakikat-hakikat alamiah yang diisyaratkan, serta kekayaan yang indah, bagus, dan apik. Hal ini
ditambah dengan kesiapan perasaan
manusia itu sendiri, yang menerima
fenomena-fenomena itu dengan perasaan
yang peka.
Dilambai-lambaikannya pemandangan-pemandangan
alam yang sarat dengan kehidupan dan dihubungkannya
ruh manusia dengan ruh-ruh alam semesta dari celah-celah pengungkapan yang hidup dan indah, bertujuan untuk meresapkan rahasia-rahasianya ke dalam jiwa manusia dan memadukannya dengan kekuasaan yang ada di belakangnya. Juga untuk berbicara kepada jiwa-jiwa ini tentang kebenaran hakikat imaniah yang diserukannya.
Setelah itu disebutkannyalah hakikat ini dalam suasana yang sangat tepat untuk disebutkan dan diterima,
"SesungguhnyaAl Qur’an itu benar-benar firman
(Allah yang dibawa oleh) utusan yang mulia (Jibril), yang mempunyai kekuatan,
kedudukan tertinggi di sisi Allah yang mempunyai Arasy, dan ditaati
di sana (di alam malaikat) lagi dipercaya." (At Takwiir: 19-21)
Al Qur'an dan penjelasan tentang hari akhir ini adalah benar-benar
firman Allah yang dibawa oleh utusan yang mulia, yaitu malaikat Jibril, yang telah membawa firman ini
dan menyampaikannya. Sehingga, bisa dikatakan sebagai perkataannya karena ia yang
menyampaikannya.
Dengan menyebut sifat utusan (malaikat) yang telah dipilih untuk
membawa dan menyampaikan firman Allah, yaitu sifat "mulia"di sisi Tuhannya, maka Tuhannyalah
yang berfirman, "... yang mempunyai
kekuatan. "Hal ini memberi isyarat
bahwa untuk membawa firman Allah
diperlukan kekuatan. Kemudian
disebutkan, "Yang mempunyai kedudukan tinggi di
sisi Allah yang mempunyai Arasy. "Dalam posisi dan kedudukannya, di sisi siapa? Di sisi Tuhan yang mempunyai Arasy, Yang Maha Tinggi lagi Maha Luhur.
"Yang ditaati di sana";
di kalangan makhluk tertinggi, "lagi dipercaya" terhadap apa yang
dibawa dan disampaikannya.
Sifat-sifat ini secara keseluruhan mengisyaratkan kemuliaan, keagungan,
ketinggian, dan keluhuran firman ini, sebagaimana ia juga menunjukkan besarnya perhatian Allah
Yang Maha Suci kepada manusia. Sehingga, Dia memilih utusan (malaikat) dengan sifat-sifatnya yang
demikian itu untuk membawa risalah dan menyampaikan wahyu tersebut kepada Nabi pilihan-Nya. Ini
adalah perhatian yang menjadikan manusia malu, karena ia tidak memiliki sesuatu
pun di dalam kekuasaan Allah ini, seandainya Allah Yang Maha Suci tidak
memberinya karunia dan memuliakannya dengan kemuliaan seperti itu.
Inilah sifat utusan (malaikat) yang
membawa dan menyampaikan firman Allah, sedangkan Rasul yang dibawakan dan disampaikan kepadanya
wahyu itu adalah "temanmu" yang telah kamu kenal betul dalam waktu yang panjang. Maka,
mengapakah kamu mengatakan yang bukan-bukan tentangnya ketika beliau datang kepadamu dengan membawa
kebenaran? Mengapa kamu
putar balikkan urusannya sedemikian rupa
padahal beliau adalah "temanmu" yang tidak asing bagimu? Beliau sangat tepercaya di dalam menyampaikan informasi tentang perkara gaib kepadamu secara meyakinkan,
'Dan temanmu (Muhammad) itu bukanlah sekali-kali
orang yang gila. Sesungguhnya Muhammad itu melihat Jibril di ufuk yang terang. Dia (Muhammad) bukanlah
orang yang bakhil untuk menerangkan yang gaib. Al Qur’an itu bukanlah perkataan setan yang terkutuk. Maka, ke manakah kamu akan pergi?Al Qur’an itu
tiada lain hanyalah peringatan bagi
semesta alam. " (At Takwiir: 22-27)
Mereka mengatakan yang bukan-bukan tentang Nabi mulia yang
sudah mereka kenal betul kecerdasan pikiran, kejujuran, keamanahan, dan konsistensinya. Mereka
mengatakan bahwa beliau itu orang gila, dan setan telah turun kepadanya untuk menyampaikan sesuatu
yang dikatakannya itu. Sebagian mereka mengatakan hal ini sebagai tipu daya terhadapnya dan
terhadap dakwahnya sebagaimana diinformasikan dalam beritaAl Qur'an itu. Sedangkan, sebagian
lagi mengatakan hal yang seperti itu karena mereka merasa heran dan terkejut terhadap perkataan
yang tidak pernah diucapkan oleh seorang manusia pun sepanjang yang mereka ketahui.
Ditambah lagi dengan anggapan mereka bahwa setiap penyair memiliki setan yang biasa datang kepadanya dengan membawa perkataan yang ganjil. Setiap paranormal memiliki setan yang biasa datang kepadanya dengan membawa perkara gaib yang jauh dan setan kadang-kadang datang kepada sebagian orang lantas mengatakan melalui lisannya perkataan-perkataan yang aneh-aneh. Mereka tinggalkan alasan satu-satunya yang benar, yaitu bahwa apa yang disampaikan beliau itu adalah wahyu yang diturunkan dari Tuhan semesta alam.
Ditambah lagi dengan anggapan mereka bahwa setiap penyair memiliki setan yang biasa datang kepadanya dengan membawa perkataan yang ganjil. Setiap paranormal memiliki setan yang biasa datang kepadanya dengan membawa perkara gaib yang jauh dan setan kadang-kadang datang kepada sebagian orang lantas mengatakan melalui lisannya perkataan-perkataan yang aneh-aneh. Mereka tinggalkan alasan satu-satunya yang benar, yaitu bahwa apa yang disampaikan beliau itu adalah wahyu yang diturunkan dari Tuhan semesta alam.
Maka, pada segmen surat ini Al Qur'an datang untuk berbicara
kepada mereka tentang keindahan alam yang menakjubkan dan kehidupan pemandangan-pemandangannya yang
indah. Tujuannya untuk memberikan kesan ke dalam hati mereka bahwaAl Qur'an itu bersumber
dari kekuasaan pencipta yang telah menciptakan keindahan itu dengan tiada contoh lebih
dahulu. Juga untuk memberitahukan kepada mereka tentang sifat utusan (malaikat) yang membawanya dan
utusan (Rasul) yang menerimanya. Apalagi Rasul itu adalah teman mereka yang sudah mereka kenal bukan orang gila. Beliau telah melihat utusan yang mulia, malaikat Jibril,
dengan benar-benar melihatnya, di ufuk yang terang secara meyakinkan. Nabi saw benar-benar dapat dipercaya di dalam memberikan keterangan tentang perkara gaib. Tidak pantas dilontarkan kepadanya tuduhan yang bukan-bukan tentang informasi yang diriwayatkannya dari Tuhannya. Maka, mereka tidak mengenal
sesuatu pun dari beliau melainkan
sesuatu yang benar dan meyakinkan.
'Al Qur’an itu bukanlah perkataan setan yang terkutuk. "
Karena setan tidak mewahyukan manhaj atau peraturan yang lurus ini. Al Qur'an bertanya kepada mereka
dengan nada ingkar,
'Maka, ke manakah kamu akan pergi?
Ke mana kamu akan pergi dengan
hukum dan perkataanmu itu? Atau, ke mana kamu akan pergi berpaling dari kebenaran
padahal Allah itu selalu menghadapimu di mana saja kamu berada?
'Al Qur’an itu tiada lain hanyalah peringatan bagi semesta alam. "
Peringatan yang mengingatkan mereka tentang hakikat wujud mereka, hakikat kejadian mereka,
dan hakikat alam di sekitar mereka. "... bagi alam semesta.... " Maka,
Al Qur'an ini merupakan dakwah alamiah (internasional)
sejak tahap pertama kehadirannya. Dakwah
di Mekah itu terkepung dan terusir sebagaimana disaksikan oleh nash-nash Makkiyah seperti ini.
Silakan Menempuh Jalan yang Lurus
Di depan keterangan yang mengesankan dan cermat ini, mereka
diingatkan bahwa jalan hidayah itu dimudahkan bagi orang yang menghendaki. Kalau demikian, maka
mereka akan dimintai pertanggungjawaban tentang diri mereka, padahal Allah telah memberikan
kepada mereka kemudahan ini,
'Bagi siapa di antara kamu yang mau menempuh jalan yang lurus. "(At Takwiir: 28)
Siapa saja yang mau menempuh jalan yang lurus di
atas hidayah Allah, di jalan menuju kepada-Nya, sesudah keterangan ini. Yaitu,
jalan yang menyingkap semua syubhat, menghilangkan semua keraguan, dan menggugurkan
semua alasan yang dibuat-buat, serta membisikkan kepada hati yang sehat ke jalan yang lurus.
Maka, barangsiapa yang tidak mau menempuh jalan yang lurus, niscaya ia akan
dimintai pertanggungjawaban tentang penyimpangannya, karena di depannya sudah ada
jalan lurus yang dapat ditempuhnya.
Menurut kenyataan, unsur-unsur yang dapat membawa orang kepada
hidayah dan mendorongnya untuk beriman baik yang terdapat pada diri seseorang maupun pada
alam semesta itu sangat kuat, mendalam, dan berat. Sehingga, sulit bagi hati untuk menghindar dari
tekanannya kecuali dengan usaha keras dan sungguh-sungguh (untuk menghindarinya).
Khususnya, ketika seseorang mendengarkan pengarahan kepada hidayah dan iman itu dengan metode Al Qur'an
yang mengesankan dan membangkitkan kesadaran. Tidaklah akan menyimpang dari jalan
Allah sesudah itu kecuali orang yang memang ingin menyimpang, tanpa uzu'r dan alasan pembenar apa pun.
Kehendak Teragung
Setelah
ditetapkan bahwa manusia itu dapat saja memperoleh hidayah dan dimudahkan untuk berjalan di jalan yang lurus, maka ditetapkan kembali hakikat besar yang ada di belakang
kehendak mereka. Yaitu, suatu hakikat bahwa kehendak yang bertindak di belakang segala sesuatu
adalah kehendak Allah swt,
'Kamu tidak dapat menghendaki
(menempuh jalan itu) kecuali apabila dikehendaki Allah, Tuhan semesta alam. " (At Takwiir: 29)
Hal itu supaya mereka tidak
memahami bahwa kehendak mereka tersebut lepas dari kehendak terbesar yang menjadi tempat kembalinya
segala urusan. Maka, pemberian kebebasan kepada mereka untuk memilih dan dimudahkannya
meraih petunjuk, semua itu kembali kepada kehendak terbesar tersebut, yang meliputi
segala sesuatu, yang sudah, sedang, maupun yang akan ada.
.
.
Nash-nash ini disebutkan pada bagian akhir oleh Al Qur' an setelah
menyebutkan kehendak makhluk, dengan maksud untuk meluruskan pandangan iman dan cakupannya
terhadap hakikat yang besar. Yaitu, hakikat bahwa segala sesuatu di alam wujud ini kembalinya
adalah kepada Allah. Juga hakikat bahwa apa yang diizinkan-Nya bagi manusia yang berupa kemampuan
untuk menentukan pilihan itu adalah bagian dari kehendak-Nya, sebagaimana halnya semua
ketentuan dan aturan yang lain. Keadaannya seperti apa yang diizinkan bagi para malaikat untuk melakukan
ketaatan yang mutlak terhadap apa yang diperintahkan kepada mereka, dan adanya kemampuan
yang sempurna untuk melaksanakan apa yang diperintahkan kepada mereka. Hal ini adalah
bagian dari kehendak Allah juga, seperti halnya Dia memberi kemampuan kepada manusia untuk
memilih salah satu jalan setelah diajarkan dan dijelaskan kepada mereka.
Akhirnya, tak dapat
dilepaskan bahwa kita perlu menetapkan hakikat ini di dalam pikiran orang-orang mukmin, agar mereka mengerti apa kebenaran
itu sendiri. Juga agar mereka berlindung
kepada kehendak teragung dengan
mencari pertolongan dan taufik di
sisinya, serta bergantung padanya dalam semua yang mereka ambil dan mereka tinggalkan di dalam perjalanan.