bintang


Jumat, 23 September 2011

Tafsir Surat An-Naba'

عم يتساءلون(1)
عن النبإ العظيم(2)
الذي هم فيه مختلفون(3)
كلا سيعلمون(4)
ثم كلا سيعلمون(5)
ألم نجعل الأرض مهادا(6)
والجبال أوتادا(7)
وخلقناكم أزواجا(8)
وجعلنا نومكم سباتا(9)
وجعلنا الليل لباسا(10)
وجعلنا النهار معاشا(11)
وبنينا فوقكم سبعا شدادا(12)
وجعلنا سراجا وهاجا(13)
وأنزلنا من المعصرات ماء ثجاجا(14)
لنخرج به حبا ونباتا(15)
وجنات ألفافا(16)
إن يوم الفصل كان ميقاتا(17)
يوم ينفخ في الصور فتأتون أفواجا(18)
وفتحت السماء فكانت أبوابا(19)
وسيرت الجبال فكانت سرابا(20)
إن جهنم كانت مرصادا(21)
للطاغين مآبا(22)
لابثين فيها أحقابا(23)
لا يذوقون فيها بردا ولا شرابا(24)
إلا حميما وغساقا(25)
جزاء وفاقا(26)
إنهم كانوا لا يرجون حسابا(27)
وكذبوا بآياتنا كذابا(28)
وكل شيء أحصيناه كتابا(29)
فذوقوا فلن نزيدكم إلا عذابا(30)
إن للمتقين مفازا(31)
حدائق وأعنابا(32)
وكواعب أترابا(33)
وكأسا دهاقا(34)
لا يسمعون فيها لغوا ولا كذابا(35)
جزاء من ربك عطاء حسابا(36)
رب السماوات والأرض وما بينهما الرحمن لا يملكون منه خطابا(37)
يوم يقوم الروح والملائكة صفا لا يتكلمون إلا من أذن له الرحمن وقال صوابا(38)
ذلك اليوم الحق فمن شاء اتخذ إلى ربه مآبا(39)
إنا أنذرناكم عذابا قريبا يوم ينظر المرء ما قدمت يداه ويقول الكافر يا ليتني كنت ترابا(40)

النبأ: ١ - ٤٠

Tentang apakah mereka saling bertanya-tanya? Tentang berita yang besar, yang mereka perselisihkan tentang ini. Sekali-kali tidak; kelak mereka akan mengetahui, Kemudian sekali-kali tidak; kelak mereka mengetahui. Bukankah Kami telah menjadikan bumi itu sebagai hamparan? Dan gunung-gunung sebagai pasak? Dan Kami jadikan kamu berpasang-pasangan, Dan Kami jadikan tidurmu untuk istirahat, Dan Kami jadikan malam sebagai pakaian. Dan Kami jadikan siang untuk mencari penghidupan, Dan Kami bina di atas kamu tujuh buah (langit) yang kokoh, Dan Kami jadikan pelita yang amat terang (matahari), Dan Kami turunkan dari awan air yang banyak tercurah, Supaya Kami tumbuhkan dengan air itu biji-bijian dan tumbuh-tumbuhan, Dan kebun-kebun yang lebat? Sesungguhnya hari keputusan adalah suatu waktu yang ditetapkan, Yaitu hari ( yang pada waktu itu) ditiup sangkakala lalu kamu datang berkelompok-kelompok, Dan dibukalah langit, maka terdapatlah beberapa pintu, Dan dijalankanlah gunung-gunung maka menjadi fatamorganalah ia. Sesungguhnya neraka Jahannam itu (padanya) ada tempat pengintai, Lagi menjadi tempat kembali bagi orang-orang yang melampaui batas, Mereka tinggal di dalamnya berabad-abad lamanya, Mereka tidak merasakan kesejukan di dalamnya dan tidak (pula mendapat) minuman, Selain air yang mendidih dan nanah, Sebagai pambalasan yang setimpal. Sesungguhnya mereka tidak berharap (takut) kepada hisab, Dan mereka mendustakan ayat-ayat Kami dengan sesungguh- sungguhnya. Dan segala sesuatu telah Kami catat dalam suatu kitab. Karena itu rasakanlah dan kami sekali-kali tidak akan menambah kepada kamu selain daripada azab. Sesungguhnya orang-orang yang bertaqwa mendapat kemenangan, (yaitu) kebun-kebun dan buah anggur, Dan gadis-gadis remaja yang sebaya, Dan gelas-gelas yang penuh (berisi minuman). Di dalamnya mereka tidak mendengar perkataan yang sia-sia dan tidak (pula) perkataan dusta. Sebagai pembalasan dari Tuhanmu dan pemberian yang cukup banyak, Tuhan yang memelihara langit dan bumi dan apa yang ada di antara keduanya; yang Maha Pemurah. Mereka tidak dapat berbicara dengan Dia. Pada hari, ketika ruh dan para malaikat berdiri bershaf- shaf, mereka tidak berkata-kata, kecuali siapa yang telah diberi izin kepadanya oleh Tuhan yang Maha Pemurah; dan ia mengucapkan kata yang benar. Itulah hari yang pasti terjadi. Maka barangsiapa yang menghendaki, niscaya ia menempuh jalan kembali kepada Tuhannya. Sesungguhnya Kami telah memperingatkan kepadamu (hai orang kafir) siksa yang dekat, pada hari manusia melihat apa yang telah diperbuat oleh kedua tangannya; dan orang kafir berkata:"Alangkah baiknya sekiranya dahulu adalah tanah".

Pengantar

Juz ini seluruhnya termasuk surat ini memiliki karakter yang umum surat Makkiyah, kecuali dua surat yaitu surat Al Bayyinah dan An Nashr. Semua¬nya merupakan surat-surat pendek yang berbeda beda satu lama lain. Dan yang terpenting dalam hal ini adalah karakter khususnya yang menjadikannya sebagai satu kesatuan saling berdekatan tema dan arahnya, kesannya, gambarannya, bayang -bayangnya, dan uslubnya 'metodenya' secara umum.

Juz ini merupakan ketukan-ketukan beruntun yang keras, kuat, dan tinggi nadanya terhadap perasaan. Juga teriakan teriakan terhadap orang-orang yang tidur lelap atau orang-orang yang mabuk kepayang . Atau, terhadap orang-orang yang bermain-main sambil begadang dan menari-nari dengan hiruk-pikuk, bersiul-siul, dan bertepuk tangan. hali dan perasaan mereka terus-menerus diketuk dengan ketukan-ketukan dan teriakan-teriakan dari surat-surat dalam juz ini, yang semuanya dengan nada dan peringatan tunggal, "Ingatlah! Sadarilah! Lihatlah! Perhatikanlah! Pikirkanlah! Renungkanlah bahwa di sana ada Tuhan, di sana ada pengaturan, di sana ada takdir, di sana ada ketentuan, di sana ada ujian, di sana ada tanggung jawab, di sana ada perhitungan, di sana ada pembalasan, dan di sana ada azab yang pedih dan nikmat yang besar. Ingatlah, sadarlah, lihatlah, perhatikanlah, pikirkanlah, renungkanlah. Demikianlah pada kali lain, pada kali ketiga, keempat, kelima, dan kesepuluh.

" Di samping ketukan-ketukan, seruan- seruan, dan teriakan-teriakan itu, ada tangan kuat yang mengguncang orang-orang yang tidur, mabuk, dan terlena, dengan guncangan yang keras. Seakan-akan mereka sedang membuka matanya dan melihat dengan terbingung-bingung, lalu kembali kepada keadaannya semula. Maka, kembalilah tangan kuat itu mengguncang mereka dengan guncangan yang keras, teriakan keras terdengar kembali, dan ketukan-ketukan keras pun mengenai pendengaran dan hali mereka lagi. Kadang-kadang orang-orang yang tidur tadi terbangun sedikit dan berkata dalam kebandelan dan kekerasan halinya, 'Tidak...!" Kemudian melempari orang yang berseru dan memberi peringatan itu dengan batu dan caci maki, lalu mereka kembali kepada keadaan semula lagi. Kemudian mereka diguncang dengan guncangan baru lagi.

Demikianlah yang dirasakan ketika membaca surat Ath Thaariq ayat 5, Al Ghaasyiyah ayat 17-20, An Naazi'aat ayat 27-33, An Naba' ayat 6-16, 'Abasa ayat 24-32, Al Infithaar ayat 6-8, Al A’1aa ayat 1-5, At Tiin ayat 4-8, At Takwiir ayat 1-14, Al Infithaar ayat 1-5, Al¬ Insyiqaaq ayat 1-5, dan Al-Zalzalah ayat 1-5. Juga ketika membaca isyarat-isyarat Ialam pada permulaan dan pertengahan 1-8, dan Adh-Dhuhaa ayat 1-2.

Juz ini secara keseluruhan menekankan pembicaraan tentang kejadian pertama manusia dan makhluk-makhluk hidup lainnya di muka bumi seperti tumbuh-tumbuhan dan binatang. Juga menekankan pembicaraan tentang pemandangan-pemandangan alam; ayat-ayat Allah yang terbuka; pemandangan-pemandangan hari kiamat yang keras, me-ngerikan, mengagetkan, menggemparkan, dan menakutkan; dan pemandangan-pemandangan yang berupa hisab dan pembalasan dengan kenikmatan dan azab dalam gambaran-gambaran yang mengetuk hali, membingungkan, dan mengguncangkan, seperti pemandangan kiamatnya semesta raya yang amat besar dan menakutkan.

Semua itu menjadi bukti adanya penciptaan, pengaturan, dan penciptaan ulang dengan timbangan-timbangan dan ukuran-ukurannya yang pasti, di samping untuk mengetuk, menakut-nakuti, dan memperingatkan hali manusia. Kadang-kadang paparan-paparan ini diiringi dengan menampilkan kisah-kisah dan pemandangan-pemandangan orang dahulu yang mendustakan ayat-ayat Allah dengan segala akibatnya. Seperti itulah kandungan juz ini seluruhnya, tetapi kami hanya ingin menunjuk beberapa contoh saja di dalam pengantar ini.

Surat An Naba' secara keseluruhan merupakan contoh yang sempurna bagi penekanan pembicaraan terhadap hakikat-hakikat dan pemandangan-pemandangan ini. Surat semacam surat An Naazi’aat dan surat 'Abasa, bagian permulaannya mengandung isyarat mengenai suatu peristiwa tertentu di antara peristiwa-peristiwa dakwah. Sedangkan, sisanya secara keseluruhan merupakan pembahasan tentang kehidupan manusia dan tumbuh-tumbuhan. Setelah itu, diceritakan tentang datangnya suara yang memekakkan telinga (yaitu ditiupnya sangkakala kedua),
"Pada hari ketika manusia lari dari saudaranya, ibu dan bapaknya, istri dan anak-anaknya. Setiap orang dari mereka pada hari itu mempunyai urusan yang cukup menyibukkannya. Banyak muka pada hari itu berseri-seri, tertawa dengan gembira ria. Banyak (pula) muka pada hari itu tertutup debu, dan ditutup lagi oleh kegelapan." ('Abasa: 34-41)
 
Surat At Takwiir menggambarkan pemandangan tentang terbolak-baliknya alam semesta secara dahsyat dan menakutkan pada hari itu, disertai dengan menampilkan pemandangan-pemandangan alam dalam bentuk-bentuk sumpah yang menunjukkan hakikat wahyu dan kebenaran Rasul. Demikian juga surat Al Infithaar yang menampilkan pemandangan tentang terbolak-baliknya alam beserta pemandangan tentang nikmat dan azab, dan meng¬guncang hali manusia di depan semua itu,
'Hai manusia, apakah yang memperdayakan kamu (berbuat durhaka) terhadap Tuhanmu yang Maha Pemurah ?” (Al Infithaar: 6)


Pemandangan alam dan pemandangan-pemandangan hari itu dengan menunjuk penyiksaan yang dilakukan orang-orang kafir terhadap segolongan kaum mukminin di dunia dengan api, dan bagaimana Allah akan menyiksa mereka (orang-orang kafir) itu di akhirat dengan api neraka yang lebih dahsyat dan lebih menyakitkan. Surat Ath Thaariq memaparkan pemandangan-pemandangan alam di samping tentang penciptaan manusia dan tumbuh-tumbuhan dengan menggunakan sumpah bagi semuanya,
"Sesungguhnya Al-Qur’an itu benar-benar firman yang memisahkan antara yang hak dan yang batil, dan sekali-kali bukanlah dia sendagurau. " (Ath Thaariq:13-14)

Surat Al A'laa membicarakan penciptaan, penyempurnaan ciptaan, takdir, hidayah, dan penumbuhan tumbuh-tumbuhan dan perkembangannya sebagai pengantar bagi pembicaraan tentang peringatan, akhirat, hisab, dan pembalasan. Surat Al Ghaasyiyah menggambarkan pemandangan-pemandangan tentang kenikmatan dan azab, kemudian mengarah kepada penciptaan unta, langit bumi, dan gunung-gunung. Hingga akhir juz gambaran pemandangan-pemandangan seperti itu diberikan. Namun, ada beberapa surat yang membicarakan hakikat akidah dan manhaj iman, seperti surat Al¬ Ikhlash, surat Al Kaafiruun, surat Al Maa'uun, surat Al 'Ashr, surat Al Qadr, dan surat An Nashr. Atau, beberapa surat yang menggembirakan hali Rasulullah saw, menenangkannya, dan mengarahkannya untuk memohon perlindungan kepada Tuhannya dari semua kejelekan dan kejahatan, seperti surat Adh Dhuhaa, Al Insyirah (Alam Nasyrah), Al Kautsar, Al Falaq, dan surat An Naas, yang merupakan surat-surat pendek.

Di sana terdapat fenomena lain di dalam menyampaikan ungkapan-ungkapan dan kalimat-kalimatnya dalam juz ini. Ada keelokan yang jelas di dalam pengungkapannya yang disertai dengan sentuhan-sentuhan yang dituju di tempat-tempat yang indah di alam dan di dalam jiwa. Juga ada kemasan bahasa yang indah di dalam lukisan-lukisannya, bayang bayang nya, kesan-kesan musikalnya, rima (persamaan bunyi) dan iramanya, dan pembagian segmennya yang sangat selaras dengan karakternya di dalam berbicara kepada orang-orang yang lengah, tidur, dan tidak ambil peduli. Tujuannya untuk menyadarkan mereka dan menarik perasaan dan indra mereka dengan bermacam-macam warna, kesan, dan pengaruh.

Semua ini tampak jelas dalam gambaran yang terang benderang seperti dalam pengungkapannya yang halus tentang bintang-bintang yang beredar dan bersembunyi (tenggelam) seperti kijang yang bersembunyi dalam persembunyiannya lalu muncul keluar. Juga tentang malam yang seakan-akan ia itu makhluk hidup yang meronda dalam kegelapan, dan waktu fajar yang seakan-akan makhluk hidup yang bernapas dengan cahaya,
"Sungguh, Aku bersumpah dengan bintang-bintang yang beredar dan terbenam, demi malam apabila telah hampir meninggalkan gelapnya, dan demi subuh apabila fajarnya mulai menyingsing."  (At Takwiir: 15-18)
Di dalam menampilkan pemandangan saat terbenamnya matahari, malam, dan rembulan, dilukiskan,
Maka Sesungguhnya Aku bersumpah dengan cahaya merah di waktu senja, Dan dengan malam dan apa yang diselubunginya, Dan dengan bulan apabila jadi purnama,  (Al Insyiqaaq: 16-18)


Atau, pemandangan-pemandangan tentang fajar dan malam hari yang terus berjalan dan berlalu,
'Demi fajar, malam yang sepuluh, yang genap dan yang ganjil, dan malam bila berlalu. " (Al Fajr: 1-4)
"Demi waktu dhuha, dan malam bila gelap gulita. " (Adh Dhuhaa: 1-2)
Di dalam firman Nya yang diarahkan kepada hali manusia, dikatakan,
'Hai manusia, apakah yang telah memperdayakan kamu (berbuat durhaka) terhadap Tuhanmu yang Maha Pemurah. yang telah menciptakan kamu lalu menyempurnakan kejadianmu dan menjadikan (susunan tubuh)mu seimbang "  (Al Infithaar: 6-7)

Kemudian dalam menyifati surga, Dia berfirman,
'Banyak muka pada hari itu berseri-seri, merasa senang karena usahanya, dalam surga yang tinggi. Tidak kamu dengar di dalamnya perkataan yang tidak berguna. "(Al¬ Ghaasyiyah: 8-11)

Dalam menyifati neraka, Dia berfirman,
'Adapun orang-orang yang ringan timbangan (kebaikan)nya, maka tempat kembalinya adalah neraka hamiyah. Tahukan kamu apakah neraka hawiyah itu? (Yaitu) api yang sangat panas. (Al Qaari'ah: 8-11)

Keindahan ungkapannya begitu jelas, sejelas maksud sentuhannya yang indah terhadap pemandangan-pemandangan alam dan relung-relung jiwa. Kadang-kadang tidak dipergunakan perkataan yang lugas, tetapi dipergunakannya kata konotatif, kata kiasan. Kadang-kadang tidak dipergunakan kata-kata yang dekat dengan objek pembicaraan, melainkan digunakan bentukan kata yang jauh. Tujuannya untuk mewujudkan nada-nada instrumentalia yang dimaksud dan menegaskan peralihan di celah-celah juz ini dengan mendekatkan satu sama lain.

Surat An Naba' adalah sebuah contoh bagi arah juz ini dengan tema-temanya, hakikat-hakikatnya, kesan-kesannya, lukisan-lukisannya, bayang -ba yangnya, nuansa musikalnya, sentuhan-sentuhannya pada alam dan jiwa serta dunia dan akhirat, dan pilihan kata dan kalimat-kalimatnya untuk menguatkan kesan dan pengaruhnya di dalam perasaan dan hali.

Surat ini dimulai dengan pertanyaan yang mengisyaratkan dan mengesankan besar dan agungnya hakikat yang mereka perselisihkan. Yaitu, persoalan besar yang tidak ada keraguan padanya dan tidak ada syubhat. Pertanyaan ini diakhiri dengan mengemukakan ancaman kepada mereka terhadap hari yang kelak akan mereka ketahui hakikatnya, 'Tentang apakah mereka saling bertanya? Tentang berita yang besar, yang mereka perselisihkan tentang ini. Sekali-kali tidal kelak mereka akan mengetahui. Kemudian sekali-kali tidal kelak mereka akan mengetahui. " (An Naba': 1-5) Dari sana kemudian segmen berikutnya beralih dari makna pembicaraan itu, dari berita ini, dan dibiarkannya ia hingga waktunya kemudian dibawanya mereka beralih kepada sesuatu yang terjadi di hadapan mereka dan di sekitar mereka, mengenai diri mereka sendiri dan alam semesta yang padanya terdapat persoalan yang besar juga. Alam itu me-nunjukkan sesuatu yang ada di baliknya dan mengisyaratkan kepada apa yang akan dibacanya,

"Bukankah Kami telah menjadikan bumi itu sebagai hamparan, gunung-gunung sebagai pasak, Kami jadikan kamu berpasang-pasangan, Kami jadikan tidurmu untuk istirahat, Kami jadikan malam sebagai pakaian, Kami jadikan siang untuk mencari penghidupan, Kami bangun atas kamu tujuh buah (langit) yang kokoh, Kami jadikan pelita yang amat terang (matahari), dan Kami turunkan dari awan air yang banyak tercurah, supaya Kami tumbuhkan dengan air itu biji-bijiandan tumbuh-tumbuhan, dan kebun-kebun yang lebat?" (An Naba': 6-16)

Dari kumpulan hakikat-hakikat, pemandangan-pemandangan, lukisan-lukisan, dan kesan-kesan ini mereka dibawa kembali kepada berita besar yang mereka perselisihkan dan yang diancamkan kepada mereka pada hari mereka mengetahuinya, untuk dikatakan kepada mereka apakah ia dan bagaimana terjadi. "Sesungguhnya hari keputusan adalah suatu waktu yang ditetapkan, yaitu hari ( yang pada waktu itu) ditiup sangkakala lalu kamu datang berkelompok-kelompok. Dibukakan langit, maka terdapatlah beberapa pintu; dan Dijalankanlah gunung-gunung maka menjadi fatamorganalah ia." (An Naba': 17-20) 

Kemudian dibentangkanlah pemandangan azab dengan segala kekuatan dan kekerasannya, "Sesungguhnya neraka, jahannam itu (padanya) ada tempat pengintai, lagi menjadi tempat kembali bagi orang-orang yang melampaui batas. Mereka tinggal di dalamnya berabad-abad lamanya. Mereka tidak merasa¬kan kesejukan di dalamnya dan (tidak pula) mendapat minuman selain air yang mendidih dan nanah, sebagai pembalasan yang setimpal. Sesungguhnya mereka tidak takut kepada hisab, dan mereka mendustakan ayat-ayat Kami dengan sesungguh-sungguhnya. Segala sesuatu telah Kami catat dalam suatu kitab. Karena itu, rasakanlah. Kami sekali-kali tidak akan menambah kepada kamu selain dari azab." (An Naba': 21-30) 

Kemudian ditunjukkan pula pemandangan nikmat yang memancar demikian derasnya, "Sesungguhnya orang-orang yang bertakwa mendapat kemenangan, (yaitu) kebun-kebun, buah anggur, gadis-gadis remaja yang sebaya, dan gelas-gelas yang penuh (berisi minuman). Di dalamnya mereka tidak mendengar perkataan yang sia-sia dan tidak pula perkataan) dusta. Sebagai balasan dari Tuhanmu dan pemberian yang cukup banyak." (An Naba': 31-36)

Kemudian surat ini ditutup dengan memberikan kesan yang luhur mengenai hakikat hari itu di dalam pemandangan yang ditampakkan padanya. Juga dengan memberikan peringatan kepada manusia sebelum datangnya hari yang padanya terdapat pemandangan yang agung ini, 'Tuhan yang Memelihara langit dan bumi serta apa yang ada di antara keduanya, yang Maha Pemurah. Mereka tidak dapat berbicara dengan Dia. Pada hari, ketika ruh dan para malaikat berdiri bersaf-saf, mereka tidak berkata-kata kecuali siapa yang telah diberi izin kepada¬nya oleh Tuhan yang Maha Pemurah, dan ia mengucapkan kata yang benar. Itulah hari yang pasti terjadi. Karena itu, barangsiapa yang menghendaki, niscaya ia menempuh jalan kembali kepada Tuhannya. Sesungguh¬nya Kami telah memperingatkan kepadamu (hai orang kafir) dengan siksa yang dekat, pada hari manusia melihat apa yang telah diperbuat oleh kedua tangannya, dan orang kafir berkata, Alangkah baiknya sekiranya aku dahulu adalah tanah. "' (An Naba': 37-40)

Itulah berita besar yang mereka pertanyakan. Itulah berita besar yang kelak akan mereka ketahui.

Berita Besar
"Tentang apakah mereka saling bertanya-tanya? Tentang berita yang besar, yang mereka perselisihkan tentang ini. Sekali-kali tidal kelak mereka akan mengetahui. Kemudian sekali-kali tidak, kelak mereka akan mengetahui. " (An Naba': 1-5)

Inilah bagian permulaan yang mengandung petanyaan bernada ingkar terhadap persoalan yang mereka pertanyakan dan mengandung keheranan mengapa persoalan seperti itu mereka pertanyakan. Mereka mempertanyakan hari kebangkitan dan berita tentang kiamat. Inilah persoalan yang mereka perdebatkan dengan sengit, dan hampir-hampir mereka tidak pernah membayangkan terjadinya, padahal inilah yang paling utama mereka lakukan.

'Tentang apakah mereka saling bertanya-tanya ? " (An Naba': 1) 

Persoalan apakah yang mereka perbincangkan? Kemudian dijawab. Pertanyaan itu tidak dimaksudkan untuk mengetahui jawabannya dari mereka, tetapi hanya untuk menunjukkan keheranan terhadap keadaan mereka dan untuk mengarahkan perhatian terhadap keganjilan pertanyaan mereka. Diungkaplah persoalan yang mereka pertanyakan dan dijelaskanlah hakikat dan tabiatnya,  

'Tentang berita yang besar, yang mereka perselisihkan tentang ini." (An Naba': 2-3)

  Tidak disebutkan batas tentang sesuatu yang mereka pertanyakan itu dengan menyebutkan wujudnya, melainkan hanya disebutkan sifatnya saja. Penyebutan sifatnya ini untuk menyampaikan berita yang besar dengan menunjukkan ketakjuban. Juga untuk mengagungkan dan menunjukkan perbedaan sikap terhadap hari itu antara orang-orang yang mengimaninya dan orang-orang yang tidak mempercayai terjadinya. Adapun yang mempertanyakannya hanyalah mereka saja. Kemudian tidak diberikan jawaban tentang apa yang mereka pertanyakan itu. Tidak dipaparkan pula hakikat sesuatu yang mereka pertanyakan itu, melainkan dibiarkan dengan sifatnya saja yang besar. Kemudian pembicaraan beralih kepada ancaman yang ditujukan kepada mereka. Hal ini lebih mengena daripada jawaban secara langsung, dan lebih men¬dalam ketakutan yang ditimbulkannya,

"Sekali-kali tidak, kelak mereka akan mengetahui. Kemudian, sekali-kali tidal kelak mereka akan mengetahui. " (An Naba': 4-5)

Lafal "kallaa" sekali-kali tidak!' diucapkan untuk membentak dan menghardik. Karena itu, lafal ini sangat tepat dipakai di sini sesuai dengan bayangan yang perlu disampaikan. Diulangnya lafal ini beserta kalimatnya adalah untuk mengancam.

Fenomena Alam yang Perlu Diperhatikan
Kemudian, di luar tema berita besar yang mereka perselisihkan itu, dibawalah mereka untuk melaku¬kan perjalanan yang dekat di alam semesta yang terlihat ini bersama sejumlah benda-benda yang berwujud, fenomena-fenomena, hakikat-hakikat, dan pemandangan-pemandangan yang menggetarkan hali yang mau merenungkannya,

'Bukankah Kami telah menjadikan bumi itu sebagai hamparan, gunung-gunung sebagai pasak, Kami jadikan kamu berpasang-pasangan, Kami jadikan tidurmu untuk istirahat, Kami jadikan malam sebagai pakaian, Kami jadikan siang untuk mencari penghidupan, Kami bangun atas kamu tujuh buah (langit) yang kokoh, Kami jadikan pelita yang amat terang (matahari), dan Kami turunkan dari awan air yang banyak tercurah, supaya Kami tumbuhkan dengan air itu biji-bijian dan tumbuh-tumbuhan, dan kebun-kebun yang lebat?" (An Naba': 6-16)

Perjalanan di hamparan alam semesta yang luas dengan lukisan-lukisan dan pemandangan-pemandangannya yang besar, dikemas dengan kata-kata dan kalimat kalimat singkat sehingga, memberikan kesan yang tajam, berat, dan mengena. Ia seakan-akan alat pengetuk yang mengetuk bertalu-talu dengan nada berhenti dan nada putusnya. Kalimat tanya yang diarahkan kepada lawan bicara, yang menurut ilmu bahasa menunjukkan penetapan, memang merupakan bentuk kalimat yang sengaja dibuat demikian. Seakan-akan ia merupakan tangan kuat yang mengguncangkan orang-orang lalai. Yakni, orang-orang yang mengarahkan pandangan dan hali mereka kepada himpunan makhluk dan fenomena-fenomena yang mengisyaratkan adanya pengaturan dan penentuan di belakangnya. Juga mengisyaratkan adanya kekuasaan yang mampu menciptakan dan mengulang penciptaan itu kembali, dan mengisyaratkan adanya hikmah yang tidak membiarkan makh¬luk (manusia) tanpa pertanggungjawaban, tanpa dihisab, dan tanpa diberi pembalasan. Di sini, ber¬temulah ia dengan berita besar yang mereka perselisihkan itu.

Sentuhan pertama dalam perjalanan ini adalah tentang bumi dan gunung-gunung,

'Bukankah Kami telah menjadikan bumi itu sebagai hamparan .dan gunung-gunung sebagai pasak?" (An¬ Naba': 6-7)

'Al mihaad’ berarti dihamparkan untuk tempat berjalan di atasnya, dan hamparan yang lunak bagaikan buaian. Kedua makna ini saling berdekatan. Ini adalah hakikat yang dapat dirasakan manusia apa pun tingkat kebudayaan dan pengetahuannya. Sehingga, tidak memerlukan pengetahuan yang banyak untuk memahaminya dalam bentuknya yang nyata.

Keberadaan gunung-gunung sebagai pasak bumi ini merupakan sebuah fenomena yang dapat dilihat oleh mata orang pedalaman sekalipun. Baik yang ini bumi dengan hamparannya maupun yang itu gunung yang menjadi pasak bumi) memiliki kesan tersendiri di dalam perasaan apabila jiwa manusia terarahkan ke sana untuk merenungkannya. Akan tetapi, hakikat ini lebih besar dan lebih luas ,jangkauannya daripada apa yang diperkirakan oleh manusia badui (pedalaman) ketika ia semata-mata menerima dengan indranya. Setiap kali meningkat dan bertambah pengetahuan manusia tentang tabiat dan dan perkembangannya, maka semakin besarlah kesannya terhadap ini di dalam jiwanya. Lalu, mengertilah ia bahwa di balik itu terdapat kekuasaan Ilahi yang agung dan rencana-Nya yang halus penuh hikmah. Demikian juga dengan adanya kesesuaian antara anggota-anggota alam semesta ini dan kebutuhan-kebutuhannya, beserta disiapkannya bumi ini untuk menerima kehidupan manusia dan mengaturnya. Juga disiapkannya manusia untuk menyelesaikan diri dengan lingkungannya dan untuk saling mengerti.

Dihamparkannya bumi bagi kehidupan, dan bagi kehidupan manusia secara khusus, menjadi saksi tak terbantahkan yang memberikan kesaksian akan adanya akal yang mengatur di balik alam wujud yang nyata ini. Karena itu, rusaknya salah satu kerelevanan penciptaan bumi dengan semua kondisinya, atau rusaknya salah satu kerelevanan penciptaan kehidupan untuk hidup di bumi, maka kerusakan di sini ataupun di sana tidak akan menjadikan bumi sebagai hamparan. Juga tidak akan ada lagi hakikat yang diisyaratkan oleh Al Qur' an secara global, untuk dimengerti oleh setiap manusia sesuai dengan tingkat ilmu dan pengetahuannya.

Dijadikannya gunung sebagai pasak bagi bumi, dapat dimengerti oleh manusia dari segi bentuknya dengan pandangannya semata-mata, karena ia lebih mirip dengan pasak-pasak kemah yang diikatkan padanya. Adapun hakikatnya kita terima dari informasi Al Qur'an. Darinya kita mengetahui bahwa gunung-gunung itu memantapkan bumi dan menjaga keseimbangannya. Mungkin karena gunung-gunung itu menyeimbangkan antara kerendahan lautan dan ketinggian gunung-gunung; menyeimbangkan antara pengerutan rongga bumi dan pengerutan atapnya; dan menekan bumi pada titik tertentu hingga ia tidak lenyap dengan adanya gempa bumi, gunung meletus, dan guncanga- guncangan dalam perutnya. Atau, mungkin karena ada alasan lain yang belum terungkap hingga kini. Karena, banyak sekali aturan dan hakikat-hakikat yang tidak diketahui manusia yang diisyaratkan oleh Al-Qur'anul-Karim, kemudian diketahui sebagiannya oleh manusia setelah beratus-ratus tahun berikutnya!

Sentuhan kedua adalah mengenai jiwa manusia, dalam beberapa segi dan hakikat yang berbeda-beda,

"... Kami jadikan kamu berpasang pasangan.... " (An -Naba': 8) 

Ini juga merupakan satu fenomena yang perlu diperhatikan, yang dapat diketahui oleh setiap ma¬nusia dengan mudah dan sederhana. Allah telah menjadikan manusia terdiri dari laki-laki dan wanita, dan menjadikan kehidupan dan pelestariannya dengan adanya perbedaan jenis kelamin yang berpasangan dan pertemuan antara kedua jenis kelamin yang berbeda itu. Setiap orang mengetahui fenomena ini dan merasakan adanya kegembiraan, kenikmatan, kesenangan, dan kebaruan suasana tanpa memerlukan ilmu yang banyak. Karena itu, Al Qur'an membicarakan hal ini kepada manusia di lingkungan manapun ia berada. Sehingga, ia mengetahuinya dan terkesan olehnya apabila ia mengarahkan pikirannya ke sana, dan merasakan adanya tujuan, kesesuaian, dan pengaturan padanya.

Di belakang perasaan-perasaan yang bersifat global terhadap nilai hakikat ini dan kedalamannya, terdapat -pemikiran lain ketika manusia itu meningkat pengetahuan dan perasaannya. Di sana terdapat pemikiran tentang kekuasaan yang menjadikan nutfah (mani) itu anak laki-laki dan nutfah ini anak wanita. Padahal, tidak ada sesuatu yang membedakan secara jelas di dalam nutfah ini atau itu, yang menjadikannya menempuh jalannya untuk menjadi anak laki-laki atau anak wanita. Ya Allah, ini tidak lain kecuali karena adanya iradah kodrat yang menciptakan dengan rencana yang halus, dan pengarahan yang lembut. Juga pemberian ciri-ciri khusus yang dikehendaki-Nya pada nutfah ini dan itu, untuk menciptakan dari keduanya dua insan berpasangan, guna mengembangkan dan melestarikan kehidupan.

"...Kami jadikan tidurmu untuk istirahat, Kami jadikan malam sebagai pakaian, Kami jadikan siang untuk mencari penghidupan...."(An Naba': 9-11)

Di antara pengaturan Allah terhadap manusia ialah menjadikan tidur sebagai istirahat dan meng¬hentikan mereka dari berpikir dan beraktivitas. Dia menjadikan mereka dalam keadaan yang tidak mati dan tidak pula hidup, untuk mengistirahatkan fisik dan saraf-sarafnya. Juga untuk memulihkan tenaga yang dikeluarkannya pada saat jaga, bekerja, dan sibuk dengan urusan kehidupan. Semua ini terjadi dengan cara menakjubkan yang manusia tidak mengerti caranya. Tidak ada andil sedikit pun iradah manusia di dalam hal ini, dan tidak mungkin ia mengetahui bagaimana hal ini berjalan dengan sempurna sedemikian rupa. Ketika dalam keadaan jaga pun, ia tidak mengetahui bagaimana cars kerjanya pada scat tidur. Apalagi dalam keadaan tertidur. Sudah tentu ia tidak mengetahui keadaan ini dan tidak dapat memperhatikannya.

Ini adalah salah satu rahasia bangunan makhluk hidup yang tidak diketahui kecuali oleh yang menciptakannya dan meletakkan rahasia itu padanya, serta menjadikan kehidupannya bergantung atasnya. Maka, tidak ada seorang pun yang mampu hidup tanpa tidur kecuali dalam waktu yang sangat terbatas. Kalau ia memaksakan diri dengan meng¬gunakan sarana luar agar terus berjaga (tidak tidur), maka sudah tentu ia akan binasa. Di dalam tidur pun terdapat rahasia yang tidak berkaitan dengan kebutuhan fisik dan saraf yaitu, berhentinya ruh dari melakukan pergulatan hidup yang keras. Ketenangan mengunjunginya sehingga ia meletakkan senjata dan meninggalkan kebunnya, senang ataupun tidak senang. Ia menyerah kepada saat kedamaian yang penuh keamanan, yang dibutuhkan setiap orang sebagaimana kebutuhannya terhadap makanan dan minuman.

Terjadilah sesuatu yang mirip mukjiDzat pada saat saat tertentu ketika rasa kantuk menimpa kelopak mata, ruh merasa berat, saraf-saraf telah letih, jiwa gelisah, dan hali merasa takut. Kantuk ini yang kadang-kadang hanya beberapa saat saja seakan akan membuat pembalikan (perubahan) total bagi keberadaan manusia dan memperbarui bukan hanya kekuatannya melainkan dirinya, sehingga ia seakan-akan sebagai wujud baru setelah bangun. KemukjiDzatan (keluarbiasaan) ini pernah terjadi dalam bentuk yang jelas bagi kaum muslimin yang kelelahan dalam Perang Badar dan Perang Uhud. Allah memberi kenikmatan dan ketenteraman ke¬pada mereka dengan kantuk ini sebagaimana yang terjadi pada banyak orang dalam keadaan keadaan yang mirip. Firman Nya,

"(Ingatlah), ketikaAllah menjadikan kamu mengantuk sebagai suatu penenteraman dari-Nya. "(Al Anfaal: 11)
'Kemudian setelah kamu berduka cita Allah menurunkan kepada kamu keamanan (berupa) kantuk yang meliputi segolongan dari kamu."(Ali Imran: 154)

Maka, istirahat yakni menghentikan berpikir dan beraktivitas dengan tidur ini merupakan suatu ke¬harusan dari keharusan bangunan kehidupan. Ia merupakan satu rahasia dari rahasia-rahasia kekuasaan yang mencipta dan salah satu nikmat dari nikmat-nikmat Allah yang tidak ada seorang pun yang mampu memberikannya selain Dia. Adapun mengarahkan perhatian kepadanya sebagaimana yang dicontohkan Al Qur'an ini, mengingatkan dan menyadarkan hali kepada kekhususan-kekhususan Dzat-Nya. Juga kepada tangan yang mewujudkan eksistensinya dan menyentuh hali tersebut dengan sentuhan yang membangkitkannya untuk memikirkan dan merenungkan serta mengambil kesan darinya.

Di antara pengaturan Allah juga ialah Dia menjadikan gerakan alam ini selaras dengan gerakan makhluk-makhluk hidup. Sebagaimana Dia meletakkan pada manusia rahasia tidur dan istirahat sesudah bekerja dan melakukan aktivitas, maka Dia meletakkan pada alam ini fenomena malam sebagai pakaian penutup yang menjadikan istirahat dan pengenduran saraf itu berjalan dengan sempurna. Juga meletakkan fenomena siang untuk mencari penghidupan, yang dalam waktu siang inilah gerak dan aktivitas dapat berjalan dengan sempurna. Dengan demikian, selaras dan serasilah ciptaan Allah, dan alam ini pun sangat cocok bagi makhluk hidup dengan segala kekhususannya. Makhluk-makhluk hidup itu dibekali dengan susunan yang cocok dengan gerak dan kebutuhan-kebutuhannya, sesuai dengan kekhususan dan kesesuaian yang diletakkan pada alam semesta. Semua ini keluar dari tangan kekuasaan yang mencipta dan mengatur dengan serapi-rapinya.

Sentuhan ketiga adalah tentang penciptaan langit yang sangat serasi dan sesuai dengan bumi dan makhluk hidup,

'Kami bangun di atas kamu tujuh buah (langit) yang kokoh, Kami jadikan pelita yang amat terang (matahari), dan Kami turunkan dari awan air yang banyak tercurah, supaya Kami tumbuhkan dengan air itu biji-bijian dan tumbuh-tumbuhan, dan kebun-kebun yang lebat?" (An-Naba': 12-16)

  Tujuh buah langit yang kokoh yang dibangun Allah di atas bumi itu adalah langit yang tujuh, yaitu tujuh petala langit sebagaimana disebutkan di tempat lain. Dan, yang dimaksud dengannya dengan pembatasan ini hanya Allah yang mengetahuinya. Mungkin yang dimaksudkan adalah tujuh gugusan bintang, yang setiap satu gugusannya bisa mencapai ratusan bintang. Ketujuh gugusan inilah yang mempunyai hubungan dengan bumi dan tata surya kita. Mungkin yang dimaksudkan bukan ini dan bukan itu. Allah Maha Mengetahui apa yang ada dalam susunan alam semesta ini, sedangkan yang diketahui oleh manusia hanya sedikit.

Sesungguhnya ayat ini hanya mengisyaratkan bahwa tujuh buah langit yang kokoh itu sangat kokoh dan kuat bangunannya, yang tidak mungkin retak dan berantakan. Inilah yang kita lihat dan kita ketahui dari tabiat tata surya dan benda-benda angkasa yang biasa kita sebut dengan langit, yang dapat diketahui oleh setiap orang. Di samping itu, ayat ini juga mengisyaratkan bahwa bangunan wajah langit yang kokoh itu serasi dengan planet bumi dan manusia. Karena itulah, ia disebutkan di dalam membicarakan pengaturan Allah dan penentuan Nya terhadap kehidupan bumi dan manusia, yang ditunjuki oleh ayat sesudahnya, '

Kami jadikan pelita yang amat terang." (An Naba':13),

yaitu, matahari yang bersinar terang benderang yang menimbulkan rasa panas untuk hidupnya bumi dan makhluk-makhluk hidup di atasnya. Juga menimbulkan pengaruh bagi terbentuknya awan yang membawa uap air dari lautan yang luas di bumi dan menyelamiya ke lapisan lapisan udara yang sangat tinggi. Itulah Al mu'shirat 'awan' sebagaimana disebutkan dalam ayat,

"... dan Kami turunkan dari awan air yang banyak tercurah."(An Naba': 14)

Ketika ia diperas, lalu turun dan berjatuhan yang berupa air. Siapakah yang memerasnya? Mungkin angin atau kehampaan aliran listrik pada beberapa tingkatan udara. Di balik semua itu terdapat tangan kekuasaan yang menimbulkan pengaruh-pengaruh pada alam semesta. Pada pelita terdapat penyalaan, panas dan cahaya, yang semuanya terdapat pada matahari. Karena itu, dipilihnya kata "siraj" 'pelita' di sini merupakan pilihan yang sangat cermat dan jeli. Dari pelita yang amat terang dengan segala cahaya terang dan panasnya, dan dari awan dengan air yang diperas darinya hingga banyak tercurah, tumbuhlah biji-bijian dan tumbuh-tumbuhan untuk dimakan, kebun-kebun yang lebat, serta pohon-pohon yang rimbun dan bercabang-cabang.

Keserasian dan keselarasan di alam ini tidak mungkin terjadi kecuali di baliknya ada tangan yang mengaturnya, ada kebijaksanaan yang menentukan¬nya, dan ada iradah yang menatanya. Hal ini dapat diketahui oleh setiap insan dengan hali dan perasaan¬nya ketika perasaannya diarahkan ke sana. Apabila ilmu dan pengetahuannya meningkat, maka akan terkuaklah keserasian dan kerapian ini sedemikian luas dengan tingkatan-tingkatannya yang menjadikan akal dan pikiran kebingungan dan terkagum-kagum. Juga menjadikan pendapat yang mengatakannya sebagai kebetulan adalah pendapat yang tidak berbobot dan tidak perlu ditanggapi, sebagai-mana sikap orang yang tidak mau menghiraukan adanya tujuan dan pengaturan pada alam ini hanyalah sikap keras kepala yang tidak perlu dihormati.

Alam ini ada penciptanya. Di belakang alam ini, terdapat penataan, penentuan, dan pengaturan. Hakikat-hakikat dan pemandangan-pemandangan ini disebutkan secara beruntun di dalam nash Al-Qur'an dengan urutan seperti ini. Yaitu, dijadikannya bumi sebagai hamparan, gunung sebagai pasak bagi bumi, manusia berpasang-pasangan, tidur mereka sebagai istirahat (sesudah bergerak, berpikir, dan melakukan aktivitas), malam sebagai pakaian untuk menutup dan menyelimuti, dan siang untuk mencari penghidupan, berpikir, dan beraktivitas. Kemudian dibangunnya rajah langit yang kokoh, dijadikannya pelita yang amat terang (matahari), dan diturunkannya air yang tercurah dari awan untuk menumbuhkan biji-bijian, tumbuh-tumbuhan, dan kebun-kebun.

Keberuntunan hakikat-hakikat dan pemandangan-pemandangan yang seperti ini mengesankan adanya pengaturan yang cermat, mengisyaratkan adanya pengaturan dan penentuan, dan mengesankan adanya Sang Maha Pencipta yang Maha Bijaksana lagi Maha Kuasa. Disentuhnya hali dengan sentuhan-sentuhan yang mengesankan dan mengisyaratkan adanya maksud dan tujuan di belakang kehidupan ini. Dari sini, bertemulah konteks ini dengan berita besar yang mereka perselisihkan itu!

Hari Perhitungan dan Pembalasan

Semua itu adalah agar manusia bisa berbuat dan bersenang-senang, dan di belakangnya terdapat perhitungan dan pembalasan.
 Hari keputusan itu sudah ditentukan waktunya,

"Sesungguhnya hari keputusan adalah suatu waktu yang ditetapkan, yaitu hari ( yang pada waktu itu) ditiup sangkakala lalu kamu datang berkelompok-kelompok. Dibukalah langit, maka terdapatlah beberapa pintu; dan dijalankanlah gunung-gunung maka menjadi fatamorganalah ia." (An Naba': 17-20)

Sesungguhnya manusia tidak diciptakan dengan sia-sia dan tidak dibiarkan tanpa pertanggungjawaban. Dzat yang telah menentukan kehidupan mereka dengan ketentuan sebagaimana telah disebutkan di muka dan menyerasikan kehidupan mereka dengan alam tempat hidup mereka, tidak mungkin membiarkan mereka hidup tiada guna dan mati dengan sia-sia, membiarkan mereka berbuat kebaikan atau kerusakan di bumi, lantas mereka pergi ke dalam tanah dengan sia-sia begitu saja. Tidak mungkin Dia membiarkan mereka mengikuti petunjuk jalan yang lurus dalam kehidupan atau mengikuti jalan yang sesat, lantas semuanya dipertemukan dalam satu tempat kembali. Tidak mungkin mereka berbuat adil dan berbuat zalim, lantas keadilan atau kezaliman itu berlalu begitu saja tanpa mendapatkan pembalasan.

Sungguh di sana akan ada suatu hari untuk mem¬berikan ketetapan, membedakan (antara yang benar dan yang salah, yang adil dan yang zalim, yang baik dan yang buruk), dan memberi keputusan terhadap segala sesuatu. Yaitu, hari yang sudah ditentukan dan ditetapkan waktunya oleh Allah,
 
"Sesungguhnya hari keputusan adalah suatu waktu yang ditetapkan. " (An Naba': 17)

Yaitu, hari yang ketika itu tatanan alam semesta sudah terbalik, ikatan-ikatan peraturannya sudah berantakan dan tidak berlaku lagi.

"Yaitu, hari ( yang pada waktu itu) ditiup sangkakala lalu kamu datang berkelompok-kelompok. " (An Naba': 18)

Ash-shuur artinya 'sangkakala'. Kita tidak mengetahui nama lain selain itu. Kita tidak mengetahui kecuali akan ditiup. Kita tidak perlu menyibukkan diri untuk memikirkan bagaimana caranya. Karena, memikirkan cara peniupannya itu tidak akan menambah keimanan kita dan tidak ada pengaruhnya terhadap peristiwa itu. Allah telah memelihara potensi kita agar tidak kita gunakan secara sewenang-wenang untuk membicarakan apa yang ada di balik perkara gaib yang tersembunyi ini. Dia telah memberikan kepada kita ukuran tertentu yang bermanfaat bagi kita, sehingga kita tidak menambah-nambahnya. Kita hanya membayangkan tiupan sangkakala yang rnembangkitkan dan mengumpulkan manusia untuk datang berkelompok-kelompok. Kita bayangkan pemandangan ini dan manusia-manusia yang telah hilang jati diri dan sosoknya dari generasi demi generasi, dan meninggalkan permukaan bumi untuk ditempati oleh orang-orang yang datang sesudahnya agar tidak menjadi sempit bagi mereka permukaan bumi yang terbatas ini.

Kita bayangkan pemandangan yang berupa manusia secara keseluruhan (sejak manusia pertama hingga manusia terakhir) bangun dan berdiri, lalu datang berbondong-bondong dari setiap lembah menuju ke tempat mereka dikumpulkan. Kita bayangkan kubur-kubur yang berserakan dan manusia-manusia yang bangun darinya. Kita bayangkan semuanya berkumpul menjadi satu dan ketika itu yang pertama tidak mengenal yang belakangan. Kita bayangkan ketakutan yang ditimbulkan oleh berkumpulnya manusia sedemikian rupa yang tidak pernah terjadi semua manusia berkumpul dalam satu waktu seperti yang terjadi pada hari ini. Di mana? Kita tidak tahu. Karena, di alam yang kita ketahui pernah terjadi berbagai peristiwa dan hal-hal menakutkan yang bersifat fisik itu, telah terjadi perubahan luar biasa,

"Dibukalah langit, maka terdapatlah beberapa pintu; dan dijalankanlah gunung-gunung maka menjadi fata¬morganalah ia." (An Naba': 19-20)

Langit yang dibangun dengan kokoh, dibuka lalu terdapat beberapa pintu. Ia pecah terbelah, sebagaimana disebutkan dalam beberapa ayat dan surat lain. Langit berubah keadaannya dengan keadaan yang belum pernah kita alami selama ini. Sedangkan, gunung-gunung yang menjadi pasak bumi dijalankan sehingga menjadi fatamorgana. Ia dihancurleburkan, berantakan, dan berhamburan ke udara, digerakkan oleh angin, sebagaimana disebutkan dalam ayat-ayat dan surat-surat lain. Karena itu, ia tidak ada wujudnya lagi bagaikan fatamorgana, atau ia yang telah menjadi debu itu diterpa cahaya sehingga menjadi seperti fatamorgana. Sungguh menakutkan dan mengerikan terjadinya keamburadulan alam yang dapat dipandang mata itu, sebagaimana menakutkannya ketika manusia dikumpulkan setelah ditiupnya sangkakala. Inilah hari keputusan yang sudah ditentukan bakal terjadinya itu, dengan hikmah dan rencana Allah.

Neraka Jahannam dan Penghuninya

Ayat-ayat berikutnya melanjutkan perjalanan ke belakang peniupan sangkakala dan pengumpulan manusia di padang mahsyar. Maka, dilukiskanlah tempat kembali bagi orang-orang yang melampaui batas dan orang-orang yang bertakwa. Pembahasan dimulai dengan membicarakan kelompok pertama yang mendustakan dan mempertanyakan berita yang besar itu, Sesungguhnya neraka jahannam itu (padanya) ada tempat pengintai, lagi menjadi tempat kembali bagi orang-orang yang melampaui batas. Mereka tinggal di dalamnya berabad-abad lamanya. Mereka tidak merasakan kesejukan di dalamnya dan tidak (pula mendapat) minuman, selain air yang mendidih dan nanah, sebagai pembalasan yang setimpal.

"Sesungguhnya mereka tidak takut kepada hisab, dan mereka mendustakan ayat-ayat Kami dengan sesungguh-sunguhnya. Segala sesuatu telah Kami catat dalam suatu kitab. Karena itu, rasakanlah. Kami sekali-kali tidak akan menambah kepadamu selain azab. " ( An Naba': 21-30)

Sesungguhnya neraka Jahannam itu sudah dicipta¬kan, sudah ada, dan padanya ada tempat pengintai bagi orang-orang yang melampaui batas. Ia me¬nunggu dan menantikan mereka yang akan sampai juga ke sana, karena ia memang disediakan dan disiapkan untuk menyambut mereka. Seakan-akan mereka melakukan perjalanan (tur) di bumi, kemu¬dian mereka kembali ke tempat asalnya. Mereka datang ke tempat kembalinya ini untuk menetap di sini dalam masa yang amat panjang, berabad-abad,

"Mereka tidak merasakan kesejukan di dalamnya dan tidak (pula mendapat) minuman." 
 (An Naba': 24) Kemudian dikecualikan, tetapi pengecualian ini lebih pahit dan lebih pedih,
"... selain air yang mendidih dan nanah. " (An Naba': 25)

Kecuali air yang panas mendidih, yang memanggang kerongkongan dan perut. Nah, inilah kesejukan itu. Juga kecuali nanah yang meleleh dan mengalir dari tubuh orang-orang yang dibakar itu. Maka, inilah minumannya!
':..sebagai pembalasan yang setimpal. " (An Naba': 26) Setimpal dengan tindakan dan kelakuan mereka pada masa lalu sewaktu di dunia dulu. "Sesungguhnya mereka tidak takut kepada hisab. " (An ¬Naba': 27) Mereka tidak takut pada tempat kembalinya nanti. ".. dan mereka mendustakan ayat-ayat Kami dengan sesunguh-sungguhnya...." (An Naba': 28)

Tekanan keras pada lafal ini mengisyaratkan sangat kerasnya pendustaan dan kebandelan mereka. Allah menghitung atas mereka setiap sesuatunya dengan hitungan yang amat cermat dan tidak satu pun yang terluput, "Segala sesuatu telah Kami catat dalam suatu kitab. " (An Naba': 29) Di sini datanglah ledekan yang memutuskannya dari segala harapan untuk mendapat perubahan atau keringanan, "Karena itu, rasakanlah. Kami sekali-kali tidak akan menambah kepadamu selain dari azab!" (An Naba': 30)

Keadaan Orang-rang yang Bertakwa Sesudah dibentangkan pemandangan orang-orang yang melampaui batas di dalam air yang men-didih, dibeberkanlah pemandangan sebaliknya. Yakni, pemandangan orang-orang bertakwa yang ada di dalam surga,

"Sesungguhnya orang-orang yang bertakwa mendapat kemenangan, (yaitu) kebun-kebun dan buah anggur, gadis-gadis remaja yang sebaya, dan gelas-gelas yang penuh (berisi minuman). Di dalamnya mereka tidak mendengarkan perkataan yang sia-sia dan tidak (pula perkataan) dusta. Sebagai balasan dari Tuhanmu dan pemberian yang cukup banyak. " (An Naba': 31-36)

Apabila Jahannam itu menjadi pengintai dan tempat kembali bagi orang-orang yang melampaui batas, yang mereka tidak dapat lepas dan melintas darinya, maka orang-orang yang bertakwa akan berkesudahan di tempat keberuntungan dan keselamatan yang berupa "kebun-kebun dan buah anggur''. Disebutkannya buah anggur secara khusus dan tertentu di sini adalah karena anggur itulah yang populer di kalangan orang-orang yang mendengar firman ini. Juga gadis-gadis remaja yang sebaya "umur dan kecantikannya. 'Dan, gelas gelas yang penuh" berisi minuman.

Ini adalah kenikmatan-kenikmatan yang lahirnya bersifat indrawi, untuk mendekatkannya kepada apa yang dibayangkan manusia. Adapun hakikat rasa dan kenikmatannya belum pernah dirasakan oleh penduduk dunia karena mereka terikat dengan batas-batas dan gambaran-gambaran duniawi. Di samping kenikmatan lahiriah yang demikian, mereka juga mengalami keadaan yang dirasakan oleh hati dan perasaan,

'Di dalamnya mereka tidak mendengar perkataan yang sia-sia dan tidak (pula perkataan) dusta. " (An Naba': 35)

Kehidupan surgawi adalah kehidupan yang terpelihara dari kesia-siaan dan kebohongan yang biasanya diiringi dengan bantahan dan sanggahan. Maka, hakikat (keadaan yang sebenarnya) di sini diungkapkan, tidak ada peluang untuk membantah dan mendustakan, sebagaimana tidak ada peluang untuk berkata sia-sia yang tidak ada kebaikan padanya. Inilah suatu keadaan dari keluhuran dan kesenangan yang cocok dengan negeri akhirat yang kekal.

“Sebagai balasan dari Tuhanmu dan pemberian yang cukup banyak."(An Naba': 36)

Di sini kita menjumpai fenomena keindahan dalam ungkapannya dan kesamaan bunyi pada kata dan sebagaimana kita rasakan juga iramanya pada akhir setiap kalimatnya dengan bunyi yang hampir sama. Ini merupakan feriomena yang jelas di dalam juz ini seluruhnya secara global.

Malaikat pun Merasa Takut

Untuk melengkapi pemandangan-pemandangan hari yang padanya sempurna segala urusan itu, dan yang dipertanyakan oleh orang-orang yang mempertanyakan, serta diperselisihkan oleh orang-orang yang memperselisihkan, maka datanglah pemandangan terakhir dalam surat ini. Yakni, ketika malaikat Jibril dan malaikat-malaikat lainnya berdiri berbaris dengan khusyu di hadapan Allah yang Rahman, tanpa berkata sepatah katapun kecuali yang diizinkan oleh yang Rahman di tempat yang menakutkan dan agung itu,

'Tuhan yang Memelihara langit dan bumi serta apa yang ada di antara keduanya, yang Maha Pemurah. Mereka tidak dapat berbicara dengan Dia. Pada hari, ketika ruh dan para malaikat berdiri bersaf-saf, mereka tidak berkata-kata kecuali siapa yang telah diberi izin kepadanya oleh Tuhan yang Maha Pemurah; dan ia mengucapkan kata yang benar." (An Naba': 37-38)

Pembalasan yang dijelaskan pada segmen di atas adalah pembalasan bagi orang-orang yang melampaui batas dan orang-orang yang bertakwa. Pembalasan ini adalah "dari Tuhanmu, Tuhan yang memelihara langit dan bumi dan apa yang ada di antara keduanya, yang Maha Pemurah". Kalimat ini serasi benar dengan sentuhan dan hakikat yang besar ini. Hakikat rububiyyah 'pemeliharaan Tuhan' yang Esa, meliputi seluruh manusia sebagaimana ia meliputi langit dan bumi serta dunia dan akhirat, dan memberikan balasan kepada perbuatan melampaui batas dan perbuatan takwa, serta berujung padanyalah urusan akhirat dan dunia Kemudian, Dia adalah 'Maha Pemurah, Pemilik dan Pemberi rahmat". Karena rahmat-Nya inilah, maka diberikan balasan kepada mereka ini dan mereka itu. Sehingga, pemberian hukuman kepada orang-orang yang melampaui batas itu bersumber dari rahmat Tuhan yang Rahman ini. Karena rahmat ini pula, maka keburukan mendapatkan balasan yang tidak sama dengan balasan bagi kebaikan di tempat kembali nanti. Di samping rahmat dan keagungan ini, "mereka tidak dapat berbicara dengan Dia" pada hari yang menakutkan ketika malaikat Jibril as dan malaikat-malaikat lain berdiri "bersaf-saf tanpa berbicara sepatah kata pun' kecuali dengan adanya izin dari yang Maha Pemurah untuk mengucapkan perkataan yang benar. Maka, tidak ada yang diizinkan oleh Ar-Rahman kecuali yang sudah diketahui bahwa ia benar.

Hari yang Pasti Terjadi

Sikap orang-orang yang didekatkan kepada Allah, yang bersih dari dosa-dosa dan kemaksiatan ini adalah diam tanpa berkata-kata sedikit pun kecuali dengan adanya izin dari Allah dan dengan perhitungan. Suasananya dipenuhi dengan ketakutan, kesedihan, keagungan, dan ketundukan. Di bawah bayang-bayang pemandangan ini terdengarlah seruan yang berisi peringatan dan mengguncang orang-orang yang tertidur dan mabuk kepayang ,

"ltulah hari yang pasti terjadi. Maka, barangsiapa yang menghendaki, niscaya ia menempuh jalan kembali kepada Tuhannya. Sesungguhnya Kami telah memperingatkan kepadamu (hai orang kafir) dengan siksa yang dekat, pada hari manusia melihat apa yang telah diperbuat oleh kedua tangannya, dan orang kafir berkata, Alangkah baiknya sekiranya aku dahulu adalah tanah. " (An-Naba': 39-40)

Inilah guncangan keras terhadap mereka yang hatinya dipenuhi keraguan dan selalu mempertanyakan "hari yang Pasti terjadi" itu. Maka, tidak ada peluang untuk mempertanyakan dan memperselisihkannya. Selagi masih ada kesempatan, "maka barang-siapa yang menghendaki, niscaya ia menempuh jalan kembali kepada, Tuhannya "sebelum neraka Jahannam mengintainya dan menjadi tempat kembalinya. Inilah peringatan untuk menyadarkan orang-orang yang mabuk kepayang, "Sesungguhnya Kami telah memperingatkan kamu siksa yang dekat". Maka, Jahannam itu senantiasa menantikan dan mengintaimu seperti yang kamu ketahui. Dunia ini secara keseluruhan adalah perjalanan yang pendek dan usia yang singkat! Inilah azab yang mengerikan dan menakutkan, sehingga orang kafir lebih memilih hilang eksistensinya daripada masih berwujud,

'Pada hari manusia melihat apa yang telah diperbuat oleh kedua tangannya, dan orang kafir berkata, Alang¬kah baiknya sekiranya aku dahulu hanyalah tanah. " (An -Naba': 40)

Tidaklah orang berkata seperti ini kecuali dia berada dalam kesempitan dan kesedihan yang sangat. Ini adalah kalimat yang memberikan bayang-bayang ketakutan dan penyesalan. Sehingga, ia berangan-angan untuk tidak pernah menjadi manusia, dan menjadi unsur yang diabaikan dan disia-siakan (tak diperhitungkan). la melihat bahwa yang demi kian itu lebih ringan daripada menghadapi keadaan yang menakutkan dan mengerikan. Ini suatu sikap yang bertolak belakang dengan keadaan ketika mereka mempertanyakan dan meragukan berita besar tersebut!!!

Rabu, 21 September 2011

Surat Al- Insan


هل أتى على الإنسان حين من الدهر لم يكن شيئا مذكورا(1)
إنا خلقنا الإنسان من نطفة أمشاج نبتليه فجعلناه سميعا بصيرا(2)
إنا هديناه السبيل إما شاكرا وإما كفورا(3)
إنا أعتدنا للكافرين سلاسلا وأغلالا وسعيرا(4)
إن الأبرار يشربون من كأس كان مزاجها كافورا(5)
عينا يشرب بها عباد الله يفجرونها تفجيرا(6)
يوفون بالنذر ويخافون يوما كان شره مستطيرا(7)
ويطعمون الطعام على حبه مسكينا ويتيما وأسيرا(8)
إنما نطعمكم لوجه الله لا نريد منكم جزاء ولا شكورا(9)
إنا نخاف من ربنا يوما عبوسا قمطريرا(10)
فوقاهم الله شر ذلك اليوم ولقاهم نضرة وسرورا(11)
وجزاهم بما صبروا جنة وحريرا(12)
متكئين فيها على الأرائك لا يرون فيها شمسا ولا زمهريرا(13)
ودانية عليهم ظلالها وذللت قطوفها تذليلا(14)
ويطاف عليهم بآنية من فضة وأكواب كانت قواريرا(15)
قوارير من فضة قدروها تقديرا(16)
ويسقون فيها كأسا كان مزاجها زنجبيلا(17)
عينا فيها تسمى سلسبيلا(18)
ويطوف عليهم ولدان مخلدون إذا رأيتهم حسبتهم لؤلؤا منثورا(19)
وإذا رأيت ثم رأيت نعيما وملكا كبيرا(20)
عاليهم ثياب سندس خضر وإستبرق وحلوا أساور من فضة وسقاهم ربهم شرابا طهورا(21)
إن هذا كان لكم جزاء وكان سعيكم مشكورا(22)
إنا نحن نزلنا عليك القرآن تنزيلا(23)
فاصبر لحكم ربك ولا تطع منهم آثما أو كفورا(24)
واذكر اسم ربك بكرة وأصيلا(25)
ومن الليل فاسجد له وسبحه ليلا طويلا(26)
إن هؤلاء يحبون العاجلة ويذرون وراءهم يوما ثقيلا(27)
نحن خلقناهم وشددنا أسرهم وإذا شئنا بدلنا أمثالهم تبديلا(28)
إن هذه تذكرة فمن شاء اتخذ إلى ربه سبيلا(29)
وما تشاؤون إلا أن يشاء الله إن الله كان عليما حكيما(30)
يدخل من يشاء في رحمته والظالمين أعد لهم عذابا أليما(31)


 الإنسان: ١ - ٣١


1.      Bukankah telah datang atas manusia satu waktu dari masa, sedang dia ketika itu belum merupakan sesuatu yang dapat disebut?
2.      Sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dari setetes mani yang bercampur yang Kami hendak mengujinya (dengan perintah dan larangan), karena itu Kami jadikan dia mendengar dan melihat.
3.      Sesungguhnya Kami telah menunjukinya jalan yang lurus; ada yang bersyukur dan ada pula yang kafir.
4.      Sesungguhnya Kami menyediakan bagi orang-orang kafir rantai, belenggu dan neraka yang menyala-nyala.
5.      Sesungguhnya orang-orang yang berbuat kebajikan minum dari gelas (berisi minuman) yang campurannya adalah air kafur.
6.      (yaitu) Mata air (dalam surga) yang daripadanya hamba-hamba Allah minum, yang mereka dapat mengalirkannya dengan sebaik-baiknya.
7.      Mereka menunaikan nazar dan takut akan suatu hari yang azabnya merata di mana-mana.
8.      Dan mereka memberikan makanan yang disukainya kepada orang miskin, anak yatim dan orang yang ditawan.
9.      Sesungguhnya kami memberi makanan kepadamu hanyalah untuk mengharapkan keridhaan Allah, kami tidak menghendaki balasan dari kamu dan tidak pula (ucapan) terima kasih.
10.  Sesungguhnya kami takut akan (azab) Tuhan kami pada suatu hari yang (di hari itu) orang-orang bermuka masam penuh kesulitan.
11.  Maka Tuhan memelihara mereka dari kesusahan hari itu, dan memberikan kepada mereka kejernihan (wajah) dan kegembiraan hati.
12.  Dan Dia memberi balasan kepada mereka karena kesabaran mereka (dengan) surga dan (pakaian) sutera.
13.  Di dalamnya mereka duduk bertelakan di atas dipan, mereka tidak merasakan di dalamnya (teriknya) matahari dan tidak pula dingin yang bersangatan.
14.  Dan naungan (pohon-pohon surga itu) dekat di atas mereka dan buahnya dimudahkan memetiknya semudah-mudahnya.
15.  Dan diedarkan kepada mereka bejana-bejana dari perak dan piala-piala yang bening laksana kaca.
16.  (yaitu) Kaca-kaca (yang terbuat) dari perak yang telah diukur mereka dengan sebaik-baiknya.
17.  Di dalam surga itu mereka diberi minum segelas (minuman) yang campurannya adalah jahe.
18.   (yang didatangkan dari) Sebuah mata air surga yang dinamakan salsabil.
19.  Dan mereka dikelilingi oleh pelayan-pelayan muda yang tetap muda.
20.  Apabila kamu melihat mereka, kamu akan mengira mereka, mutiara yang bertaburan. Dan apabila kamu melihat di sana (surga), niscaya kamu akan melihat berbagai macam kenikmatan dan kerajaan yang besar.
21.  Mereka memakai pakaian sutera halus yang hijau dan sutera tebal dan dipakaikan kepada mereka gelang terbuat dari perak, dan Tuhan memberikan kepada mereka minuman yang bersih.
22.  Sesungguhnya ini adalah balasan untukmu, dan usahamu adalah disyukuri (diberi balasan).
23.  Sesungguhnya Kami telah menurunkan Al Quran kepadamu (hai Muhammad) dengan berangsur-angsur.
24.  Maka bersabarlah kamu untuk (melaksanakan) ketetapan Tuhanmu, dan janganlah kamu ikuti orang yang berdosa dan orang yang kafir di antara mereka.
25.  Dan sebutlah nama Tuhanmu pada (waktu) pagi dan petang.
26.  Dan pada sebagian dari malam, maka sujudlah kepada-Nya dan bertasbihlah kepada-Nya pada bagian yang panjang dimalam hari.
27.  Sesungguhnya mereka (orang kafir) menyukai kehidupan dunia dan mereka tidak memperdulikan kesudahan mereka, pada hari yang berat (hari akhirat).
28.  Kami telah menciptakan mereka dan menguatkan persendian tubuh mereka, apabila Kami menghendaki, Kami sungguh-sungguh mengganti (mereka) dengan orang-orang yang serupa dengan mereka.
29.  Sesungguhnya (ayat-ayat) ini adalah suatu peringatan, maka barangsiapa menghendaki (kebaikan bagi dirinya) niscaya dia mengambil jalan kepada Tuhannya.
30.  Dan kamu tidak mampu (menempuh jalan itu), kecuali bila dikehendaki Allah. Sesungguhnya Allah adalah Maha mengetahui lagi Maha Bijaksana.
31.  Dan memasukkan siapa yang dikehendakinya ke dalam rahmat-Nya (surga). dan bagi orang-orang zalim disediakan-Nya azab yang pedih.


Pendahuluan
Dalam beberapa riwayat dikatakan bahwa surat ini Madaniyah (diturunkan di Madinah), akan tetapi sebenarnya ia diturunkan di Mekah; dan ke-Makkiyah­annya ini sangat jelas terlihat dalam temanya, susun­an kalimatnya, dan ciri-cirinya. Oleh karena itu, kami menguatkan riwayat-riwayat lain yang mengatakan bahwa ia Makkiyah. Bahkan, dari konteksnya kami melihat bahwa ia termasuk surat-surat Makkiyah yang futon pada masa-masa permulaan....

Surat ini melukiskan kenikmatan indrawi de­ngan lukisan yang terperinci dan panjang, dan melukiskan gambaran azab yang besar. Di samping itu juga memuat pengarahan kepada Rasulullah saw supaya bersabar terhadap keputusan Tuhannya, dan supaya tidak mengikuti orang-orang yang suka ber­buat dosa atau orang-orang kafir yang bersikap amat keras dan kasar mengganggu dakwah dan pelaku-­pelakunya di Mekah, juga supaya bersabar terhadap sikap kaum musyrikin yang mengabaikan dakwah tersebut. Selain itu juga dimantapkanlah hati Rasu­lullah saw terhadap kebenaran yang futon kepada beliau, dan agar tidak condong kepada sikap manis muka mereka, sebagaimana disebutkan dalam surat Al Qalam, surat Al Muzzammil, dan surat Al ­Muddatstsir yang dekat sekali dengan isi pengarah­an surat ini....
Menetapkan kemungkinan bahwa surat ini sebagai surat Madaniyah menurut pendapat kami adalah kemungkinan yang lemah sekali, yang tidak perlu dihiraukan!

Surat ini secara keseluruhan berisi seruan yang berkumandang untuk melakukan ketaatan, untuk kembali kepada Allah, mencari ridha-Nya, meng­ingat nikmat-Nya, merasakan karunia-Nya, menjaga diri dari azab-Nya, menyadari ujian-Nya, dan me­mahami hikmah-Nya di dalam menciptakan, mem­beri nikmat, memberi ujian, dan memberi kesem­patan....

Surat ini dimulai dengan sentuhan yang lembut terhadap hati manusia: di manakah mereka berada sebelum menjadi manusia? Siapakah yang men­jadikan dirinya? Siapakah yang menjadikannya layak disebut-sebut dan menjadi percaturan di alam se­mesta ini? Padahal sebelumnya ia tidak pernah di­sebut-sebut dan belum ada wujudnya...?
'Bukankah telah datang atas manusia satu waktu dari masa, sedang dia ketika itu belum merupakan sesuatu yang dapat disebut?" (Al Insaan: 1)

Sentuhan ini diikuti oleh sentuhan lain tentang hakikat asa- usul manusia dan kejadiannya, hikmah Allah di dalam menciptakannya, dan diberinya mereka bekal dengan bermacam-macam potensi dan pengetahuan,
"Sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dari setetes mani yang bercampur yang Kami hendak meng­ujinya (dengan perintah dan larangan), karena itu Kami jadikan dia mendengar dan melihat."(Al Insaan: 2)

Sentuhan ketiga adalah tentang pemberian pe­tunjuk-Nya ke jalan yang lurus, pertolongan-Nya kepada manusia untuk mengikuti petunjuk itu, dan dibebaskannya manusia setelah itu untuk memilih tempat kembalinya nanti,
"Sesungguhnya Kami telah menunjukinya jalan yang lurus; ada yang bersyukur dan ada pula yang kaftr. "(Al ­Insaan: 3)
Setelah diberikan tiga macam sentuhan yang mengesankan, yang memberi pengaruh yang dalam di dalam hati dan pikiran, supaya manusia menengok ke belakang, kemudian melihat ke depan, lantas mencurahkan perhatian untuk memilih jalan hidup. Sesudah diberikan ketiga sentuhan ini, surat ini menyeru manusia yang berada di persimpangan jalan agar berhati-hati, jangan sampai menempuh jalan menuju ke neraka, dan diajaknya mereka untuk menempuh jalan ke surga dengan mengguna­kan bermacam-macam bentuk targhib (persuasi, rayuan) dan dengan dibisikkannya bermacam­-macam kesenangan, kenikmatan, dan kemuliaan,
"Sesungguhnya Kami menyediakan bagi orang-orang kafir rantai, belenggu dan neraka yang menyala-nyala. Sesungguhnya orang-orang yang berbuat kebajikan minum dari gelas (berisi minuman) yang campurannya adalah air kafur. (yaitu) mata air (dalam surga) yang darinya hamba-hamba Allah minum, yang mereka dapat mengalirkannya dengan sebaik-baiknya."(Al Insa.an: 4-6)
Sebelum melanjutkan pemaparan tentang bentuk-­bentuk kenikmatan itu, surat ini melukiskan ciri-ciri dan sifat-sifat orang-orang yang baik, baik itu dengan menggunakan kalimat-kalimat yang semuanya menggambarkan kehalusan, kelembutan, kebagus­an, dan kekhusyu’an yang sesuai dengan kenikmatan yang nyaman dan menyenangkan itu,
'Mereka menunaikan nazar dan takut akan suatu hari yang azabnya merata di mana-mana. Dan mereka memberikan makanan yang disukainya kepada orang miskin, anak yatim dan orang yang ditawan. Sesung­guhnya kami memberi makanan kepadamu hanyalah untuk mengharapkan keridhaan Allah, kami tidak meng­hendaki balasan dari kamu dan tidak pula (ucapan) terima kasih. Sesungguhnya kami takut akan (azab) Tuhan kami pada suatu hari yang (di hari itu) orang­-orang bermuka masam penuh kesulitan. " (Al Insaan: 7-10)
Kemudian dipaparkanlah balasan bagi orang-orang yang rajin melaksanakan tugas-tugas dan ke­wajiban-kewajiban itu, yang takut kepada suatu hari yang ketika itu ada orang-orang yang bermuka masam penuh kesulitan, yang suka memberi makan kepada orang-orang yang membutuhkan (yakni orang-orang miskin), yang semuanya mereka laku­kan hanya untuk mencari keridhaan Allah saja, tidak mengharapkan balasan dan ucapan terima kasih dari seorang pun. Mereka hanya takut terhadap hari yang ketika itu ada wajah-wajah yang masam penuh ke­sulitan.

Dipaparkanlah balasan bagi orang-orang yang senantiasa takut kepada Allah, suka memberi makan kepada orang-orang miskin, dan suka berbuat baik kepada orang lain itu. Mereka mendapatkan balasan yang berupa keamanan, kemakmuran, dan kenik­matan yang lembut dan nyaman,
Maka Tuhan memelihara mereka dari kesusahan hari itu, dan memberikan kepada mereka kejernihan (wajah) dan kegembiraan hati. Dan Dia memberi balasan kepada mereka karena kesabaran mereka (dengan) surga dan (pakaian) sutera. Di dalamnya mereka duduk bertelakan di atas dipan, mereka tidak merasakan di dalamnya (teriknya) matahari dan tidak pula dingin yang bersangatan. Dan naungan (pohon-pohon surga itu) dekat di atas mereka dan buahnya dimudahkan memetiknya semudah-mudahnya. Dan diedarkan kepada mereka bejana-bejana dari perak dan piala-piala yang bening laksana kaca. (yaitu) Kaca-kaca (yang terbuat) dari perak yang telah diukur mereka dengan sebaik-baiknya. Di dalam surga itu mereka diberi minum segelas (minuman) yang campurannya adalah jahe. (yang didatangkan dari) Sebuah mata air surga yang dinamakan salsabil. Dan mereka dikelilingi oleh pelayan-pelayan muda yang tetap muda. Apabila kamu melihat mereka, kamu akan mengira mereka, mutiara yang bertaburan. Dan apabila kamu melihat di sana (surga), niscaya kamu akan melihat berbagai macam kenikmatan dan kerajaan yang besar. Mereka memakai pakaian sutera halus yang hijau dan sutera tebal dan dipakaikan kepada mereka gelang terbuat dari perak, dan Tuhan memberikan kepada mereka minuman yang bersih. Sesungguhnya ini adalah balasan untukmu, dan usahamu adalah disyukuri (diberi balasan). (Al Insaan: 11-22)

Setelah memaparkan kenikmatan yang halus, nyaman, menenteramkan, menenangkan, dan me­nyenangkan ini maka beralihlah sasaran khithab (firman IIahi) ini kepada Rasulullah saw, untuk me­mantapkan hati beliau di dalam menghadapi tan­tangan, kekafiran, dan pendustaan orang-orang kafir; dan diberi-Nya beliau pengarahan supaya bersabar dan menunggu keputusan Allah dalam urusan ini, dan supaya beliau terus berhubungan dengan Tuhannya dan selalu memohon pertolongan kepada-Nya sepanjang jalan perjuangannya,
"Sesungguhnya Kami telah menurunkan Al Qur’an ke­padamu (hai Muhammad) dengan berangsur-angsur. Maka bersabarlah kamu untuk (melaksanakan) ketetap­an Tuhanmu, dan janganlah kamu ikuti orang yang berdosa dan orang yang kafir di antara mereka. Dan sebutlah nama Tuhanmu pada (waktu) pagi dan petang. Dan pada sebagian dari malam, maka sujudlah kepada­-Nya dan bertasbihlah kepada-Nya pada bagian yang panjang di malam hari. " (Al Insaan: 23-26)

Kemudian diingatkannya mereka terhadap hari yang berat yang tidak dapat mereka perhitungkan, dan yang ditakuti oleh orang-orang yang baik-baik dan bertakwa, dan ditunjukkan kepada mereka betapa entengnya urusan mereka menurut pan­dangan Allah yang telah menciptakan mereka dan memberi kekuatan kepada mereka, sedang Dia berkuasa untuk melenyapkan mereka dan men­datangkan kaum yang lain. Kalau bukan karena karunia-Nya untuk membiarkan mereka eksis, niscaya sudah dimusnahkanlah mereka melalui cobaan-cobaan dan azab-Nya. Dan, pada bagian terakhir diberitahukanlah kepada mereka akibat dari ujian ini,
"Sesungguhnya mereka (orang kafir) menyukai ke­hidupan dunia dan mereka tidak mempedulikan kesudahan mereka, pada hari yang berat (hari akhirat). Kami telah menciptakan mereka dan menguatkan per­sendian tubuh mereka, apabila Kami menghendaki, Kami sungguh-sungguh mengganti (mereka) dengan orang-orang yang serupa dengan mereka. Sesungguhnya (ayat-ayat) ini adalah suatu peringatan, maka barangsiapa menghendaki (kebaikan bagi dirinya) niscaya dia mengambil jalan kepada Tuhannya. Dan kamu tidak mampu (menempuh jalan itu), kecuali bila dikehendaki Allah. Sesungguhnya Allah adalah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana. Dia memasukkan siapa yang dikehendakiNya ke dalam rahmat-Nya (surga). Dan bagi orang-orangzalim disediakan-Nya azab yang pedih. "(Al­ Insaan: 27-31)

Surat ini dimulai dengan mengingatkan kejadian manusia dan ketentuan Allah dalam menciptakan mereka itu sebagai sasaran ujian, dan diakhiri de­ngan menerangkan akibat atau konsekuensi ujian tersebut, sebagaimana yang dikehendaki oleh Allah sejak menciptakannya dahulu. Dengan permulaan dan penutup yang demikian ini surat ini memberi petunjuk tentang apa yang ada di belakang kehidup­an ini, yaitu adanya rencana dan pengaturan, yang tidak boleh manusia mengabaikannya begitu saja, tanpa merenungkan dan memikirkannya, karena dia adalah makhluk yang diciptakan untuk diuji, dan dia sudah diberi karunia pemahaman dan pemikiran supaya selamat di dalam menghadapi ujian itu.

Di antara permulaan dan penutup terdapat lukis­an-lukisan Al Qur'an yang panjang tentang peman­dangan-pemandangan kenikmatan. Atau lukisan ini merupakan lukisan terpanjang apabila kita perhati­kan apa yang disebutkan di dalam surat Al Waaqi'ah di dalam menggambarkan bermacam-macam ke­nikmatan, yang secara garis besar merupakan ke­nikmatan indrawi, di samping penerimaan (amal) dan penghormatan.

Surat ini dengan perinciannya dan pemaparan keindraan kenikmatan itu memberikan kesan se­bagai surat Makkiyah, yang mana masyarakat waktu itu masih dekat dengan zaman jahiliah, masih kuat
Maka Tuhan memelihara mereka dari kesusahan hari itu, dan memberikan kepada mereka kejernihan (wajah) dan kegembiraan hati. Dan Dia memberi balasan kepada mereka karena kesabaran mereka (dengan) surga dan (pakaian) sutera. Di dalamnya mereka duduk bertelakan di atas dipan, mereka tidak merasakan di dalamnya (teriknya) matahari dan tidak pula dingin yang bersangatan. Dan naungan (pohon-pohon surga itu) dekat di atas mereka dan buahnya dimudahkan memetiknya semudah-mudahnya. Dan diedarkan kepada mereka bejana-bejana dari perak dan piala-piala yang bening laksana kaca. (yaitu) Kaca-kaca (yang terbuat) dari perak yang telah diukur mereka dengan sebaik-baiknya. Di dalam surga itu mereka diberi minum segelas (minuman) yang campurannya adalah jahe. (yang didatangkan dari) Sebuah mata air surga yang dinamakan salsabil. Dan mereka dikelilingi oleh pelayan-pelayan muda yang tetap muda. Apabila kamu melihat mereka, kamu akan mengira mereka, mutiara yang bertaburan. Dan apabila kamu melihat di sana (surga), niscaya kamu akan melihat berbagai macam kenikmatan dan kerajaan yang besar. Mereka memakai pakaian sutera halus yang hijau dan sutera tebal dan dipakaikan kepada mereka gelang terbuat dari perak, dan Tuhan memberikan kepada mereka minuman yang bersih. Sesungguhnya ini adalah balasan untukmu, dan usahamu adalah disyukuri (diberi balasan). (Al Insaan: 11-22)

Setelah memaparkan kenikmatan yang halus, nyaman, menenteramkan, menenangkan, dan me­nyenangkan ini maka beralihlah sasaran khithab (firman IIahi) ini kepada Rasulullah saw, untuk me­mantapkan hati beliau di dalam menghadapi tan­tangan, kekafiran, dan pendustaan orang-orang kafir; dan diberi-Nya beliau pengarahan supaya bersabar dan menunggu keputusan Allah dalam urusan ini, dan supaya beliau terus berhubungan dengan Tuhannya dan selalu memohon pertolongan kepada­-Nya sepanjang jalan perjuangannya,
"Sesungguhnya Kami telah menurunkan Al Qur’an ke­padamu (hai Muhammad) dengan berangsur-angsur. Maka bersabarlah kamu untuk (melaksanakan) ketetap­an Tuhanmu, dan janganlah kamu ikuti orang yang berdosa dan orang yang kafir di antara mereka. Dan sebutlah nama Tuhanmu pada (waktu) pagi dan petang. Dan pada sebagian dari malam, maka sujudlah kepada­-Nya dan bertasbihlah kepada-Nya pada bagian yang panjang di malam hari. " (Al Insaan: 23-26)

Kemudian diingatkannya mereka terhadap hari yang berat yang tidak dapat mereka perhitungkan, dan yang ditakuti oleh orang-orang yang baik-baik dan bertakwa, dan ditunjukkan kepada mereka betapa entengnya urusan mereka menurut pan­dangan Allah yang telah menciptakan mereka dan memberi kekuatan kepada mereka, sedang Dia berkuasa untuk melenyapkan mereka dan men­datangkan kaum yang lain. Kalau bukan karena karunia-Nya untuk membiarkan mereka eksis, niscaya sudah dimusnahkanlah mereka melalui cobaan-cobaan dan azab-Nya. Dan, pada bagian terakhir diberitahukanlah kepada mereka akibat dari ujian ini,
Sesungguhnya mereka (orang kafir) menyukai kehidupan dunia dan mereka tidak memperdulikan kesudahan mereka, pada hari yang berat (hari akhirat). Kami telah menciptakan mereka dan menguatkan persendian tubuh mereka, apabila kami menghendaki,Kami sungguh-sungguh mengganti (mereka) dengan orang-orang yang serupa dengan mereka. Sesungguhnya (ayat-ayat) ini adalah suatu peringatan, maka barangsiapa menghendaki (kebaikan bagi dirinya) niscaya dia mengambil jalan kepada Tuhannya. Dan kamu tidak mampu (menempuh jalan itu), kecuali bila dikehendaki Allah. Sesungguhnya Allah adalah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana. Dan memasukkan siapa yang dikehendakinya ke dalam rahmat-Nya (surga). dan bagi orang-orang zalim disediakan-Nya azab yang pedih. (Al­ Insaan: 27-31)

Surat ini dimulai dengan mengingatkan kejadian manusia dan ketentuan Allah dalam menciptakan mereka itu sebagai sasaran ujian dan diakhiri de­ngan menerangkan akibat atau konsekuensi ujian tersebut, sebagaimana yang dikehendaki oleh Allah sejak menciptakannya dahulu. Dengan permulaan dan penutup yang demikian ini surat ini memberi petunjuk tentang apa yang ada di belakang kehidup­an ini, yaitu adanya rencana dan pengaturan, yang tidak boleh manusia mengabaikannya begitu saja, tanpa merenungkan dan memikirkannya, karena dia adalah makhluk yang diciptakan untuk diuji, dan dia sudah diberi karunia pemahaman dan pemikiran supaya selamat di dalam menghadapi ujian itu.

Di antara permulaan dan penutup terdapat lukis­an-lukisan Al Qur’an yang panjang tentang peman­dangan-pemandangan kenikmatan. Atau lukisan ini merupakan lukisan terpanjang apabila kita perhati­kan apa yang disebutkan di dalam surat Al Waqi'ah di dalam menggambarkan bermacam-macam ke­nikmatan, yang secara garis besar merupakan ke­nikmatan indrawi, di samping penerimaan (amal) dan penghormatan.

Surat ini dengan perinciannya dan pemaparan keindraan kenikmatan itu memberikan kesan se­bagai surat Makkiyah, yang mana masyarakatwaktu itu masih dekat dengan zaman jahiliah, masih kuat bergantung kepada kesenangan-kesenangan indrawi (lahiriah) di mana kenikmatan-kenikmatan indrawi ini sangat menyenangkan dan menarik hati mereka. Kenikmatan macam ini memang senantiasa menarik perhatian banyak orang, dan layaklah mereka diberi balasan dengan sesuatu yang sangat menggem­birakan hatinya. Allah Maha Mengetahui tentang apa yang baik bagi mereka dan bagi hati mereka, dan apa yang sesuai dengan keberadaan dan perasaan mereka. Di sana terdapat sesuatu yang lebih tinggi dan lebih halus daripada itu sebagaimana yang disebut kan dalam surat Al Qiyaamah,
"Wajah-wajah (orang mukmin) pada hari itu berseri-seri. Kepada Tuhannyalah mereka melihat. " (Al Qiyaamah: 22-23)

Allah lebih mengetahui apa yang baik bagi hamba­-hamba-Nya dalam setiap keadaan.

Asal Usul Kejadian Manusia dan Tujuan Diciptakannya Mereka

'Bukankah telah datang atas manusia satu waktu dari masa, sedang dia ketika itu belum merupakan sesuatu yang dapat disebut? Sesungguhnya Kami telah men­ciptakan manusia dari setetes mani yang bercampur yang Kami hendak mengujinya (dengan perintah dan larang­an), karena itu Kami jadikan dia mendengar dan me­lihat. Sesungguhnya Kami telah menunjukinya jalan yang lurus; ada yang bersyukur dan ada pula yang kafir. " (Al Insaan: 1-3)
Pertanyaan pada permulaan surat ini adalah lit­taqrir (untuk menetapkan); akan tetapi penyebut­annya dengan redaksional seperti ini seakan-akan untuk bertanya kepada diri manusia itu sendiri: apakah dia tidak mengetahui bahwa pernah datang kepadanya suatu masa yang waktu itu dia belum ber­ujud apa-apa yang dapat disebut? Kemudian, apakah dia tidak memikirkan dan merenungkan hakikat ini? Selanjutnya, mengapa dia tidak merenungkan pada dirinya suatu perasaan akan adanya tangan yang membawanya ke pentas kehidupan, memberinya cahaya, dan menjadikannya sesuatu yang dapat disebut padahal sebelumnya dia belum merupakan sesuatu yang dapat disebut- sebut?

Banyak sekali isyarat yang keluar dari belakang kalimat tanya dalam konteks ini, yaitu isyarat isyarat yang halus dan mendalam, yang menebarkan ber­bagai renungan di dalam jiwa.

Pertama, mengarahkan jiwa manusia untuk me­renungkan kondisi sebelum diciptakannya manusia dan sebelum terwujudnya. Ia hidup dalam masa itu bersama alam, namun masih kosong dari manusia. Bagaimanakah keadaannya waktu itu...? Ma­nusia adalah makhluk yang terpedaya terhadap dirinya dan harga dirinya, sehingga ia lupa bahwa alam ini sudah ada dan sudah hidup dalam waktu yang amat panjang sebelum ia terwujud. Barangkali alam semesta sendiri tidak pernah mengharapkan diciptakannya makhluk yang bernama "manusia" ini, sehingga muncullah makhluk ini atas kehendak Allah.

Kedua, mengarahkan jiwa manusia untuk mere­nungkan saat diwujudkannya manusia di alam se­mesta ini, dan dimunculkannya bermacam-macam bayangan dan lukisan masa itu yang tidak ada yang mengetahui bagaimana keadaan yang sebenarnya kecuali Allah, dan merenungkan bagaimana keadaan semesta dengan ditambahkannya makhluk baru ini, yang sudah ditentukan urusannya di dalam per­hitungan Allah sebelum ia terwujud, yang diper­hitungkan peranannya di dalam program semesta yang panjang.

Ketiga, mengarahkan jiwa manusia untuk mere­nungkan tangan kekuasaan yang memunculkan makhluk baru ini ke panggung alam semesta, yang menyiapkannya untuk memainkan peranannya dan menyiapkan peranan untuk dimainkannya, dan mengikatkan benang-benang kehidupannya dengan poros semesta seluruhnya, dan telah menyiapkan untuknya kondisi-kondisi yang menjadikan ke­beradaannya dapat menunaikan peranannya dengan mudah. Dan sesudah itu, tangan kekuasaan itu masih terus mengikuti dan memantau setiap lang­kahnya, dengan mengikatnya dengan benang untuk memandunya bersama seluruh benang pengikat alam semesta yang besar ini. Masih banyak lagi isyarat dan renungan yang bermacam-macam, yang dilepaskan oleh nash ini di dalam nurani... yang membangkitkan kesadaran di dalam hati tentang adanya maksud, tujuan, dan ke­tentuan di dalam penciptaan insan dan alam semesta, di dalam perjalanan hidupnya, dan di tempat kembali­nya di akhirat nanti.

Adapun perkembangan manusia sesudah itu beserta keberadaannya, maka ia mempunyai cerita lain,
"Sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dari setetes mani yang bercampur yang Kami hendak meng­ujinya (dengan perintah dan larangan), karena itu Kami jadikan dia mendengar dan melihat. " (Al Insaan: 2)
Al amsyaaj artinya yang bercampur ini boleh jadi mengisyaratkan adanya percampuran antara sel sperma laki-laki dan sel telur wanita setelah terjadi­nya pembuahan. Boleh jadi yang dimaksud dengan percampuran ini adalah warisan-warisan yang ter­simpan di dalam nuthfah, yang di dalam istilah ilmiahnya mereka namakan dengan "gen", yaitu plasma yang membawa sifat keturunan dari sese­orang kepada janin, yang karenanya nuthfah ma­nusia berproses untuk membentuk janin manusia, bukan janin makhluk hidup lainnya, sebagaimana ia juga mewariskan sifat sifat tertentu dalam keluarga... Mungkin juga yang dimaksud dengan percampuran ini adalah percampuran dari warisan-warisan yang beraneka macam....

Manusia diciptakan oleh tangan kekuasaan se­demikian rupa dari nuthfah yang bercampur, bukan­lah suatu hal yang sia-sia dan kebetulan belaka. Akan tetapi ia diciptakan untuk diuji dan diberi cobaan. Sedang Allah swt mengetahui siapakah gerangan manusia itu? Apakah ujian yang diberikannya? Dan, apa buah ujian itu? Akan tetapi, yang dimaksud ada­lah untuk memunculkannya di panggung kehidupan di alam semesta ini dengan segala tanggung jawab yang harus dipikulnya terhadap apa saja yang di­perbuatnya, kemudian diberi balasan sesuai dengan hasilnya.

Oleh karena itu, dijadikanlah dia dapat men­dengar dan melihat, yakni diberinya bekal dengan alat alat pemahaman, agar dia mampu menerima dan merespons, dan agar dapat mengerti segala sesuatu serta semua norma dan nilai, lantas memilahnya dan memilihnya, dan ia tempuhlah ujian itu sesuai de­ngan pilihannya.... Kalau begitu, iradah Allah mengembangkan jenis makhluk (manusia) ini dan pewujudan personAl personalnya dengan sarana yang telah ditentukan­-Nya, yang diciptakan-Nya dari nuthfah yang ber­campur... di belakangnya tentu ada hikmah-hikmah tertentu dan maksud-maksud tertentu, bukan sia-sia tiada guna.... Di belakangnya ada ujian dan cobaan. Oleh karena itu, diberi-Nyalah mereka perangkat untuk menerima dan merespons, memahami dan memilih. Dan segala sesuatu pada makhluk-Nya serta pembekalannya dengan perangkat-perangkat pengetahuan dan ujiannya dalam kehidupan... se­muanya dengan ukuran tertentu!

Kemudian, di samping pengetahuan, dia juga di­bekali kemampuan untuk memilih jalan, dan di­terangkan-Nya untuknya jalan yang bisa menyampaikan kepada-Nya. Setelah itu, dibiarkan-Nya dia untuk memilihnya sendiri, atau memilih jalan yang sesat dan menempuh jalan yang sesat itu, yang tidak dapat menyampaikannya kepada Allah,
"Sesungguhnya Kami telah menunjukinya jalan yang lurus; ada yang bersyukur dan ada pula yang kafir. " (Al Insaan: 3)

Diungkapkannya petunjuk dengan kata "syukur" karena syukur merupakan getaran terdekat yang datang ke dalam hati orang yang mendapat pe­tunjuk, sesudah ia mengetahui bahwa dahulunya ia bukan merupakan sesuatu pun yang dapat disebut-sebut, lalu Tuhannya menghendakinya menjadi se­suatu yang dapat disebut, dan diberinya pendengar­an dan penglihatan, dan dibekalinya dengan kemampuan untuk memahami dan mengerti. Kemudian ditunjukkan kepadanya jalan dan dibiarkannya dia untuk memilihnya.... Syukur adalah getaran per­tama yang datang ke dalam hati yang beriman di dalam momentum ini. Karena itu, kalau dia tidak bersyukur, dia kafir.... Digunakannya bentuk kata "kafuur"ini adalah untuk menunjukkan intensitas kekafiran.

Manusia merasakan keseriusan urusan ini dan kecermatannya sesudah dikemukannya tiga macam sentuhan tersebut, dan tahulah ia bahwa ia adalah makhluk yang diciptakan untuk tujuan tertentu, ia terikat pada poros as, dan ia dibekali dengan pengetahuan dan pengertian, dan karena itulah ia akan dihisab dan dimintai pertanggungjawaban, dan ia di sini (di dunia ini) adalah untuk diuji dan untuk me­nempuh ujian itu. Maka selama masa hidupnya di muka bumi, adalah masa ujian yang harus ditem­puhnya, bukan masa untuk bermain dan bersenang-­senang serta berbuat yang sia-sia.

Dari tiga buah ayat pendek yang menelorkan renungan-renungan yang lembut dan mendalam, ditelorkan pulalah adanya beban berat yang harus dipikulnya yang harus dipertanggungjawabkannya dan harus disikapi dengan penuh keseriusan dan kepatuhan, yang harus diaplikasikan di dalam ke­hidupan ini, sebagai pelaksanaan ujian yang diharap­kan membawa hasil dan nilai yang baik. Ketiga ayat yang pendek ini mengubah pan­dangannya tentang tujuan keberadaannya, meng­ubah perasaannya tentang keberadaannya, dan mengubah pandangannya terhadap kehidupan dan nilainya secara umum.

Menuai Hasil Ujian Kehidupan
Selanjutnya, dipaparkanlah apa yang bakal di­peroleh manusia setelah menempuh ujian itu dan setelah memilih jalan kesyukuran atau kekafiran. Apa yang akan diperoleh orang-orang kafir, di­paparkan di dalam ayat-ayat berikut ini secara global, karena bayang-bayang surat ini adalah bayang­-bayang kemakmuran lahiriah dalam lukisan dan kesan, dan bayang-bayang panggilan persuasif ter­hadap kenikmatan yang menyenangkan. Adapun mengenai azab, maka diisyaratkannya secara global,
Sesungguhnya kami menyediakan bagi orang-orang kafir rantai, belenggu dan neraka yang menyala-nyala. (Al Insaan: 4)

Rantai amuk kaki dan belenggu amuk tangan, dan neraka yang menyala-nyala yang orang-orang yang dirantai dan dibelenggu itu dilemparkan ke dalamnya. Kemudian cepat-cepat disebutkanlah kenikmat­an-kenikmatan yang banyak, maka dapatlah dipahami bahwa ia lebih manis daripada minuman dunia, dan kelezatannya berkali lipat melebihinya. Dan di dunia ini kita tidak bisa membandingkan kualitas dan jenisnya dengan ke­lezatan di surga nanti. Maka penyebutan sifat-sifat minuman ini hanyalah untuk mendekatkan kepada perasaan saja, karena Allah mengetahui bahwa manusia tidak mampu menggambarkan sesuatu yang gaib dan tersembunyi ini kecuali sebagaimana yang dilukiskan itu saja.

Penyebutan mereka pada ayat pertama dengan "abrar" (orang-orang yang suka berbuat kebajikan) dan pada ayat kedua dengan "ibaadullah" (hamba­-hamba Allah) adalah untuk menyenangkan, meng­hormati, dan mengumumkan keutamaannya suatu kali, dan pada kali lain untuk menunjukkan ke­dekatannya kepada Allah dalam hamparan nikmat dan kemuliaan. Kemudian diperkenalkanlah sikap hidup orang-orang baik sebagai hamba-hamba Allah itu yang telah dipastikan mendapatkan kenikmatan dan ke­senangan ini dengan firman-Nya,

Mereka menunaikan nazar dan takut akan suatu hari yang azabnya merata di mana-mana. Dan mereka memberikan makanan yang disukainya kepada orang miskin, anak yatim dan orang yang ditawan. Sesungguhnya kami memberi makanan kepadamu hanyalah untuk mengharapkan keridhaan Allah, kami tidak menghendaki balasan dari kamu dan tidak pula (ucapan) terima kasih. Sesungguhnya kami takut akan (azab) Tuhan kami pada suatu hari yang (di hari itu) orang-orang bermuka masam penuh kesulitan. (Al Insaan 7-10)

Inilah gambaran yang jelas dan transparan pada hati yang lurus, serius, dan kuat kemauannya untuk menunaikan tugas-tugas akidahnya karena Allah disertai dengan rasa kasih sayang yang teduh terhadap sesama hamba-hamba Allah yang lemah, bersikap lebih mengutamakan orang lain daripada diri sendiri, merasa sedih dan takut kepada Allah, mengharapkan ridha-Nya, dan takut akan azab-Nya yang dipicu oleh ketakwaannya dan keseriusannya di dalam memandang kewajibannya yang berat.

'Mereka menunaikan nazar'; maka dilaksanakanlah ketaatan-ketaatan yang sudah menjadi tekadnya, ditunaikanlah kewajiban-kewajibannya. Mereka lak­sanakan urusan itu dengan serius dan tulus, dan tidak berusaha melakukan tipu daya untuk melepas­kan diri dari tanggung jawab, tidak ingin melepaskan beban dan tugasnya setelah bertekad untuk melaksanakannya. Inilah makna dari "mereka menunai­kan nazar". Kalimat ini lebih luas cakupannya dari­pada pengertian "nazar" menurut tradisi sebagai­mana yang dipahami sepintas kilas oleh manusia.

'Dan mereka takut akan suatu hari yang azabnya merata di mana-mana. ".... Mereka mengerti betul sifat dan keadaan hari kiamat itu, yang keburukan dan azabnya merata di mana-mana, dan menimpa orang-orang yang suka mengabaikan kewajiban dan berbuat jahat. Maka mereka takut jangan sampai azab-Nya mengenai dirinya.
Hal ini menunjukkan kerasnya langkah Mekah di kalangan kaum musyrikin, bahwa mereka tidak menaruh perhatian sedikit pun terhadap orang-orang lemah yang membutuhkan pertolongan, meskipun mereka biasa mengorbankan. Begitulah tanda orang-orang yang bertakwa, yang merasakan betapa beratnya kewajiban dan besarnya tugas yang diembannya, yang merasa takut ­jangan-jangan ia menguranginya dan tidak menunaikannya dengan sempurna, meski bagaimanapun mereka telah melakukan pendekatan dan ketaatan kepada Allah.

'Dan mereka memberikan makanan yang disukainya kepada orang miskin, anak yatim dan orang yang di­tawan. " (A1-Insaan: 8)
Ayat ini menggambarkan perasaan yang baik, lembut, dan bagus yang tercermin dalam tindakan memberi makan orang-orang miskin, padahal dia sendiri mencintainya karena membutuhkannya. Ter­hadap hati semacam ini tidak pantas dikatakan bahwa ia suka memberi makan kepada orang-orang lemah yang membutuhkannya dengan makanan yang tidak ia perlukan. Sebenarnya ia sendiri me­merlukan makanan itu, akan tetapi ia lebih memen­tingkan orang-orang yang lebih membutuhkannya.

Harta yang banyak untuk berbangga-banggaan. Adapun hamba-hamba Allah yang baik itu, maka mereka adalah sumber air yang sejuk di tengah panasnya ke­bakhilan ini. Mereka memberi makan kepada orang-orang miskin dengan jiwa yang lapang, dengan hati yang penuh kasih sayang, dengan niat yang ikhlas dan bersih dari tujuan yang bukan-bukan, dan selalu menghadap kepada Allah dengan melakukan ber­bagai amalan, sebagaimana diceritakan keadaan mereka oleh ayat ayat itu, dengan bahasa yang me­nyentuh kalbu.
"Sesungguhnya kami memberi makanan kepadamu hanyalah untuk mengharapkan keridhaan Allah, kami tidak menghendaki balasan dari kamu dan tidak pula (ucapan) terima kasih. Sesungguhnya kami takut akan (azab) Tuhan kami pada suatu hari yang (di hari itu) orang-orang bermuka masam penuh kesulitan. " (AInsaan: 9-10)

Inilah kasih sayang yang melimpah dari hati yang lembut dan penyayang, yang selalu menghadap kepada Allah untuk mendapatkan ridha-Nya, dan tidak mencari balasan dari makhluk dan tidak pula mengharapkan ucapan terima kasih dari orang lain, tidak bermaksud mencari popularitas dan menyombongi atau mengungguli orang-o rang yang berkeper­luan itu. Mereka lakukan semua itu karena hendak menjaga diri dari bencana hari kiamat yang men­jadikan orang bermasam muka penuh kesulitan, yang ia takuti mengenai dirinya, yang ia jaga dan lindungi dirinya dengan melakukan pemeliharaan dan penjagaan semacam ini. Rasulullah saw pun telah memberi petunjuk kepada mereka dengan sabdanya,
Jagalah  dirimu dari api neraka walaupun dengan mem­beri bantuan-separo butir kurma."
Memberi makan secara langsung seperti ini merupakan implementasi dari jiwa yang lembut, cerdas, dan mulia, dan sebagai jalan untuk me­menuhi kebutuhan orang-orang yang membutuh­kan. Akan tetapi, bentuk-bentuk kebaikan dan ­caranya berbeda-beda sesuai dengan lingkungan dan kondisi. Oleh karena itu, tidak dibayangkan dalam gambaran ini secara mendasar dan langsung, melainkan bahwa yang harus dijaga adalah perasaan hati, hidupnya perasaan, dan keinginan terhadap kebaikan karena mengharapkan ridha Allah, dan membersihkannya dari motivasi-motivasi duniawi seperti menginginkan balasan, ucapan terima kasih, atau kemanfaatan hidup lainnya.

Telah diatur jenis-jenis bantuan, telah diwajibkan tugas-tugas, dan telah ditentukan tanggung jawab sosial, dan tindakan-tindakan untuk memenuhi ke­butuhan-kebutuhan orang yang berkebutuhan. Akan tetapi, semua ini baru satu sisi saja dari sisi-sisi pengarahan Islam yang dipaparkan dalam ayat-ayat tersebut, dan yang dimaksud adalah kewajiban zakat.... Bagian ini adalah untuk memenuhi ke­butuhan orang-orang yang membutuhkan bantuan.... Sedang bagian lain adalah membersihkan jiwa orang-orang yang memberikan bantuan itu, dan meng­angkatnya kepada posisi yang mulia. Ini merupakan sisi yang tidak boleh dilupakan dan diremehkan, apalagi dibalik tolok ukurnya lalu dicacat, dijelek-­jelekkan, dan dinodai, dan dikatakan bahwa yang demikian itu berarti menghina orang-orang yang menerima dan merusak yang memberi.

Islam adalah akidah bagi hati dan manhaj tarbiyah 'sistem pendidikan' bagi hati ini. Hati yang mulia akan mendidik pemiliknya dan suka memberi manfaat kepada saudara-saudaranya yang datang meng­hadap kepadanya. Maka cukuplah bagi hati dengan kedua sisi pendidikan yang dimaksudkan oleh agama ini untuknya. Oleh karena itu, terlukislah. sesuatu yang bagus bagi perasaan atau hati yang mulia ini,
Maka Tuhan memelihara mereka dari kesusahan hari itu, dan memberikan kepada mereka kejernihan (wajah) dan kegembiraan hati. (A1 Insaan: 11)

Rangkaian ayat ini begitu cepat menyebut pe­meliharaan Allah kepada mereka dari kesusahan hari itu yang sangat mereka takuti, untuk me­nenteramkan hati mereka di dunia ketika mereka sedang menghadapi Al Qur'an ini dan membenar­kannya. Disebutkan bahwa mereka akan mendapatkan pencerahan wajah dan kegembiraan dari Allah, dan hari kiamat itu baginya bukan hari bermuram durja yang penuh dengan kesulitan, sebagai balasan yang sesuai dengan rasa takut mereka kepada Allah dan kengerian hari itu ketika hidup di dunia, dan sesuai dengan kesejukan hati mereka dan kecerahan perasaan mereka.
'Dan Dia memberi balasan kepada mereka karena ke­sabaran mereka (dengan) surga dan (pakaian) sutra," (Al Insaan: 12)

 Surga yang mereka tempati dan sutra yang mereka pakai.
'Di dalamnya mereka duduk bertelekan di atas dipan, mereka tidak merasakan di dalamnya (teriknya) matahari dan tidak pula dingin yang bersangatan. " (Al ­Insaan: 13)
Mereka duduk bersantai ria, sedang udara di sekitarnya segar dan nikmat, hangat, tetapi tidak panas dan gerah, segar tapi tidak dingin. Tidak ada terik matahari yang menyengat, tidak pula dingin yang sangat. Dapatlah kita katakan bahwa alamnya adalah alam yang lain, yang di sana tidak ada mata­hari seperti matahari kita, dan tidak ada matahari­matahari lain seperti di dalam tata surya kita.... Cukuplah kita katakan begitu saja!

'Dan naungan (pohon pohon surga itu) dekat di atas mereka dan buahnya dimudahkan memetiknya se­mudah-mudahnya."(A1-Insaan: 14)
Apabila naungan rerimbunan pohon-pohon surga dekat kepada mereka, dan buah-buahannya mudah diambil, maka inilah kesenangan dan kenikmatan yang dapat dijangkau oleh khayalan.

Inilah kondisi umum bagi surga yang akan di­balaskan Allah buat hamba-hamba-Nya yang baik­baik yang dilukiskan sifat-sifatnya oleh ayat-ayat di atas dengan gambaran yang bagus, lembut, dan cerah di dunia.... Kemudian datanglah perincian kenikmatan dan layanan di sana
'Dan diedarkan kepada mereka bejana-bejana dari perak dan piala-piala yang bening laksana kaca, (yaitu) kaca-­kaca (yang terbuat) dari perak yang telah diukur mereka dengan sebaik-baiknya? Dalam surga itu mereka diberi minum segelas (minuman) yang campurannya adalah jahe. (Yang didatangkan dari) sebuah mata air surga yang dinamakan salsabil."(A1-Insaan: 15-18)

Mereka berada di dalam kesenangan dan ke­nikmatan, sambil duduk-duduk di antara naungan dedaunan yang rimbun dan buah-buah­annya yang dekat serta udaranya yang segar.... Diedarkan kepada mereka minuman-minuman di dalam bejana-bejana perak dan gelas-gelas perak, akan tetapi peraknya jernih bagaikan kaca, yang belum pernah ada di dunia bejana perak yang seperti itu. Bejana-bejana yang besarnya telah diukur sedemikian rupa sehingga terlihat apik dan indah. Kemudian minumannya dicampur dengan zanjabil dan adakalanya dicampur dengan kaafur. Bejana­-bejana dan gelas-gelas perak itu suci dari mata air yang bernama Salsabil, karena sangat tawar dan segar bagi orang-orang yang meminumnya!

Untuk menambah kenikmatan, maka yang me­rgedarkan bejana bejana dan gelas-gelas yang berisi minuman ini adalah anak-anak kecil dengan wajah yang cerah ceria, yang tidak pernah dimakan masa dan usia. Mereka abadi dalam usia muda dan usia anak-anak yang lucu-lucu dan ceria. Mereka di sini dan di sana bagaikan mutiara yang bertaburan,
'Dan mereka dikelilingi oleh pelaya- pelayan muda yang tetap muda. Apabila kamu melihat mereka kamu akan mengira mereka, mutiara yang bertaburan. "(Al Insaan: 19)
Kemudian, secara global ayat berikutnya me­lukiskan garis-garis pemandangan itu, dan mem­berikan pemandangan yang sempurna yang di­ringkas di dalam hati dan pandangan,
'Dan apabila kamu melihat di sana (surga), niscaya kamu akan melihat berbagai kenikmatan dan kerajaan yang besar. " (Al Insaan: 20)
Kenikmatan dan kerajaan yang besar. Di sanalah hidup hamba-hamba Allah yang baik-baik dan dekat kepada-Nya. Kehidupan yang dilukiskan secara garis besar dan umum. Kemudian disebutkan secara khusus salah satu bentuk kenikmatan dan kerajaan yang besar itu, seakan-akan sebagai penjabaran dan penafsiran terhadap keglobalan di atas,
'Mereka memakai pakaian sutra halus yang hijau dan sutra tebal dan dipakaikan kepada mereka gelang terbuat dari perak, dan Tuhan memberikan kepada mereka minuman yang bersih. "(Al Insaan: 21)

Sundus adalah sutra halus dan istibrag adalah sutra tebal.... Perhiasan dan kenikmatan ini semua mereka terima dari Tuhan mereka. Itu adalah pemberian yang mulia dari Maha Pemberi Yang Maha Mulia. Dan, ini menambah nilai kenikmatan itu! Kemudian mereka peroleh pula kasih sayang dan penghormatan,
"Sesungguhnya ini adalah balasan untukmu, dan usaha­mu adalah disyukuri (diberi balasan). " (Al Insaan: 22)

Mereka terima ucapan ini dari alam tertinggi, dan ucapan ini sebanding dengan seluruh kenikmatan itu, dan memberikan nilai tersendiri yang melebihi nilai kenikmatan itu sendiri. Demikianlah paparan terperinci dan bisikan yang mengesankan di dalam hati, bisikan terhadap ke­nikmatan yang bagus itu dan keterbebasan dari rantai, belenggu, dan api neraka yang menyala-­nyala.... Memang terdapat dua jalan kehidupan, jalan yang satu membawa manusia ke surga dan yang satunya lagi membawa ke neraka!

Pengarahan buat Rasulullah saw
Setelah selesai menyampaikan panggilan ke surga dan kenikmatannya yang nyaman dan menyenang­kan, maka dipecahkanlah keadaan kaum musyrikin yang terus-menerus menentang dan mendustakan, yang tidak mengerti hakikat dakwah, lantas mereka melakukan penawaran kepada Rasulullah saw agar beliau menghentikan dakwahnya, atau berhenti dari mencela mereka. Di antara penawaran mereka ke­pada Nabi saw dan memfitnah kaum mukminin, mengganggu mereka, menghalangi mereka dari jalan Allah, dan berpaling dari kebaikan, surga, dan kenikmatan... di antara semua ini datanglah segmen terakhir dalam surat ini untuk memecahkan sikap demikian itu dengan metode Al Qur'anul Karim,

"Sesungguhnya Kami telah menurunkan Al Qur’an kepadamu (hai Muhammad) dengan berangsur-angsur. Maka bersabarlah kamu untuk (melaksanakan) ketetap­an Tuhanmu, dan janganlah kamu ikuti orang yang berdosa dan orang yang kafir di antara mereka.
Karena, mencegah manusia dari bergabung di bawah bendera akidah itu kadang-kadang lebih mudah daripada memfitnah orang-orang yang telah mengetahui hakikat akidah itu dan telah merasa­kannya.

Kedua, berusaha membujuk dan merayu Rasu­iullah saw di samping mengancam dan meng­ganggu agar mau berkompromi dengan mereka di tengah jalan dan menghentikan celaan terhadap akidah, tata aturan, dan tradisi mereka, dan mau berdamai dengan mereka terhadap sesuatu yang ia sukai dan disukai oleh mereka, sebagaimana yang biasa dilakukan manusia yang di tengah perjalanan­nya ketika terjadi perselisihan lantas mereka mau melakukan kompromi terhadap kepentingan-ke­pentingan, keuntungan-keuntungan materi, dan terhadap urusan-urusan tanah air ini.14

Cara-cara begini atau yang serupa dengannya merupakan sesuatu yang selalu dihadapi oleh juru dakwah ke jalan Allah di setiap tempat dan setiap generasi. Nabi saw, meskipun beliau seorang Rasul yang dipelihara Allah dari fitnah dan dilindungi-Nya dari gangguan manusia, namun beliau juga seorang manusia biasa yang menghadapi kenyataan yang berat di kalangan minoritas mukminin yang lemah, dan Allah tentu mengetahui hal ini; karena itu tidak dibiarkan-Nya beliau sendirian, dan tidak dibiarkan­nya menghadapi kenyataan berat ini dengan tanpa pertolongan dan pengarahan kepada petunjuk-pe­tunjuk dan rambu-rambu. Ayat ayat ini memuat hakikat pertolongan, bantuan, dan pengarahan itu,
"Sesungguhnya Kami telah menurunkan Al Qur’an kepadamu (haiMuhammad) dengan berangsur-angsur." (Al Insaan: 23)

Inilah perhatian pertama terhadap sumber pe­nugasan dakwah ini dan sumber hakikatnya bahwa dakwah ini adalah dari Allah; Dia adalah sumber dakwah satu-satunya dan Dialah yang menurunkan Al Qur'an, maka tidak ada sumber lain bagi dakwah dan tidak mungkin dicampur hakikatnya dengan sesuatu yang lain yang tidak mengalir dari sumber ini. Sumber selain ini tidak boleh diterima, tidak boleh dipakai, dan tidak boleh dipinjam untuk me­netapkan akidah ini, juga tidak boleh dicampur dengan sesuatu apa pun.... Kemudian, Allah yang telah menurunkan Al Qur'an dan memberi tugas untuk mendakwahkan Al Qur'an ini tidak akan membiarkan dakwah itu dan tidak akan membiarkan juru dakwahnya, karena Dialah yang menugas­kannya dan menurunkan Al Qur'an kepadanya.

Akan tetapi, kebatilan terus merebak, keburukan terus meluas, gangguan menimpa orang-orang mukmin, dan fitnah terus memantau mereka. Sarana penghalangan dari jalan Allah dikuasai oleh musuh-­musuh dakwah, dilakukan, dan terus dijalankan, melebihi keajegan mereka membela akidahnya, undang-undangnya, tradisinya, kerusakannya, dan keburukan-keburukan yang mereka masuki. Kemu­dian mereka menawarkan perdamaian, membagi negara menjadi dua, dan bertemu di tengah jalan.... Ini merupakan tawaran yang sukar ditolak dalam kondisi sulit seperti itu.

Di sini datanglah peringatan kedua,
'Maka bersabarlah kamu untuk (melaksanakan) ke­tetapan Tuhanmu, dan janganlah kamu ikuti orang yang berdosa dan orang yang kafir di antara mereka. " (A1­ Insaan: 24)
Urusan-urusan itu digantungkan kepada qadar Allah. Dia memberi kesempatan kepada kebatilan dan keburukan, member waktu yang panjang untuk memberi ujian dan cobaan kepada orang-orang yang beriman. Semua itu karena adanya hikmah yang hanya Dia yang mengetahui, yang dengannya Dia jalankan qadar-Nya dan Dia laksanakan ketetapan­Nya..., 'Maka bersabarlala kamu untuk (melaksanakan) ketetapan Tuhanmu ketika tiba waktu yang di­tentukan.... Bersabarlah terhadap gangguan dan fitnah. Bersabarlah menghadapi kebatilan yang menang, dan kejahatan yang berkembang. Kemudian lebih bersabarlah berpegang pada kebenaran yang diberikan kepadamu yang diturunkan bersama Al Qur'an. Bersabarlah dan janganlah kamu dengar tawaran mereka untuk berdamai dan berkompromi di tengah jalan menurut perhitungan akidah, 'Dan janganlah kamu ikuti orang yang berdosa dan orang yang kafir di antara mereka. "Karena mereka tidak akan mengajakmu kepada ketaatan, kebajikan, dan ke­baikan, sebab mereka adalah orang-orang yang suka berbuat dosa dan melakukan kekufuran. Mereka hanya akan mengajakmu kepada dosa dan ke­kufuran ketika mereka mengajakmu untuk ber­kompromi di tengah jalan dakwahmu, dan ketika mereka menawarkan kepadamu sesuatu yang mereka kira akan menyenangkanmu dan memuaskanmu.

Mereka memberikan tawaran kepada beliau untuk menjadi penguasa, untuk mendapatkan harta yang menyenangkan, dan untuk mendapatkan ke­nikmatan fisik. Maka mereka menawarkan ke­padanya kedudukan dan kekayaan, hingga beliau menjadi orang yang paling kaya di antara mereka, sebagaimana mereka menawarkan kebaikan-kebaikan (duniawi) yang sarat dengan fitnah, ketika utbah bin Rabi'ah berkata kepada beliau, "Tinggalkanlah tugas dakwah ini nanti kukawinkan engkau dengan putriku, karena aku adalah orang Quraisy yang memiliki putri-putri yang cantik-cantik...." Semua tawaran yang diberikan para pemeluk kebatilan itu adalah untuk membeli para juru dakwah di setiap bumi dan setiap generasi!
'Maka bersabarlah kamu untuk (melaksanakan) ke­tetapan Tuhanmu, dan janganlah kamu ikuti orang yang berdosa dan orang yang kafir di antara mereka. " (Al­ Insaan: 24)
Karena tidak ada kompromi antara engkau dan mereka, serta tidak mungkin dapat dipasang jem­batan penyeberangan di atas jurang yang luas yang memisahkan antara manhajmu dan manhaj mereka, dan pandanganmu dengan pandangan mereka terhadap alam wujud, yang memisahkan antara ke­benaranmu dan kebatilan mereka, keimananmu dengan kekafiran mereka, cahayamu dengan ke­gelapan mereka, dan antara pengetahuanmu ter­hadap kebenaran dengan kejahilan dan kejahiliahan mereka.

Bersabarlah, walaupun masanya panjang, fitnah­nya berat, tipu dayanya kuat, dan jalannya juga panjang. Akan tetapi bersabar itu berat dan membutuhkan perbekalan dan faktor penunjang yang jelas,
'Dan sebutlah nama Tuhanmu pada (waktu) pagi dan petang. Dan pada sebagian dari malam, maka sujudlah kepada-Nya dan bertasbihlah kepada-Nya pada bagian yang panjang di malam hari. " (Al Insaan: 25-26)
Inilah bekal itu! Sebutlah nama Tuhanmu pada waktu pagi dan petang, dan bersujudlah dan ber­tasbihlah kepada-Nya pada malam yang panjang..., karena yang demikian itu adalah berhubungan dengan sumber yang telah menurunkan Al Qur'an kepadamu, dan memberikan jaminan kepadamu di dalam melaksanakan dakwah. Dialah sumber kekuatan, perbekalan, dan pertolongan.... Berhubungan dengan-Nya melalui berzikir, beribadah, berdoa, dan bertasbih dalam malam yang panjang.... Karena jalan dakwah itu panjang dan bebannya berat, dan sudah tentu membutuhkan perbekalan yang banyak dan dukungan yang besar. Di sanalah, di malam panjang itu, ketika ia bertemu dengan Tuhannya di malam sunyi, dalam bisikan syahdu, dalam kecerah­an dan dalam keluluhan jiwa di hadapan IIahi, me­mancarlah kekuatan untuk memikul tugas dan beban, memancarlah darinya kekuatan bagi ke­lemahan dan keminoritasan. Pada waktu itu ruh dapat merasakan perasaan-perasaan dan kesibukan-­kesibukan yang kecil-kecil dan lembut-lembut, dan melihat tugas yang agung dan amanat yang besar, sehingga terasa kecil duri-duri dan hambatan-ham­batan yang ditemuinya di tengah jalan.

Sesungguhnya Allah Maha Penyayang. Ia men­jamin dakwah hamba-Nya, menurunkan Al Qur'an kepadanya, serta mengetahui beban-beban tugasnya dan hambatan-hambatan jalannya. Karena itu, tidak dibiarkan-Nya Nabi-Nya saw tanpa pertolongan dan bantuan. Bantuan yang diberikan Allah swt ini merupakan bekal yang sebenarnya serta layak bagi perjalanan berat di jalan yang penuh duri itu.... itulah bekal ashhabud-dakwah 'para pelaku dakwah' ke jalan Allah di setiap tempat dan setiap generasi, karena dakwah itu adalah satu, kondisi yang dihadapinya adalah satu jua, sikap kebatilan terhadapnya adalah satu, sebab-sebab yang menjadikan orang bersikap demikian adalah satu, dan sarana sarana kebatilan itu sendiri pada dasarnya adalah satu. Oleh karena itu, hendaklah sarana-sarana dan jalan jalan kebenaran itu adalah sarana-sarana yang diketahui Allah sebagai sarana-sarana jalan dakwah ini.

Hakikat yang seharusnya para juru dakwah hidup di dalamnya adalah hakikat yang diberitahukan Allah kepada shahibud-da'wah pertama Nabi saw, yaitu bahwa penugasan dakwah itu turun dari sisi Allah, karena Dia adalah pemilik dakwah itu, dan kebenar­an yang diturunkan-Nya tidak mungkin boleh di­campur dengan kebatilan yang diserukan oleh orang-orang yang suka berbuat dosa dan kafir itu. Oleh karena itu, tidak ada kerja sama antara kebenar­an dan kebatilan, karena keduanya merupakan dua sistem yang berbeda, dan dua jalan yang tidak mungkin bertemu. Adapun jika kebatilan dengan segala kekuatan dan pasukannya dapat mengalahkan golongan mukmin yang minoritas dan lemah, maka hal itu adalah untuk suatu hikmah yang hanya Allah yang mengetahuinya. Karena itu, diperlukan kesabaran sehingga Allah mendatangkan keputusan-Nya. Hendaklah terus memohon kekuatan dan per­tolongan kepada Allah dengan berdoa dan bertasbih pada-Nya pada malam-malam yang panjang, untuk menjadi bekal di dalam menempuh jalan ini.... Sungguh ini merupakan hakikat yang besar yang harus dimengerti dan dijalani dalam kehidupan para penempuh jalan dakwah ini....

Cinta Dunia
Selanjutnya, ditegaskan lagi persimpangan antara manhaj Rasulullah saw dan manhaj jahiliah, bahwa mereka lupa melihat kebaikan buat diri mereka, bahwa cita-cita mereka sangat rendah, dan pandang­an mereka sangat kerdil. Allah berfirman,
Sesungguhnya mereka (orang kafir) menyukai ke­hidupan dunia dan mereka tidak mempedulikan kesudahan mereka, pada hari yang berat (hari akhirat)." (Al Insaan: 27)

Mereka yang sangat rendah keinginan dan cita­-citanya, yang kecil tuntutannya dan kerdil pan­dangannya.... Mereka yang kecil dan hina serta tenggelam dalam kehidupan duniawi dan tidak memperdulikan hari yang berat, berat tanggung jawabnya, berat akibatnya, dan berat timbangannya dalam timbangan yang sebenarnya..., mereka ini tidak pantas diikuti jalan hidupnya, tidak pantas berkompromi dengan orang-orang mukmin dalam tujuan dan cita-cita hidup. Tidak layak dihiraukan apa yang ada pada mereka dari kehidupan dunia ini, seperti kekayaan, kekuasaan, dan kesenangan, karena semua itu hanya akan berlangsung singkat dan segera lenyap. Kesenangan dan kekayaan mereka itu hanya sedikit, sedang mereka sendiri adalah orang-orang yang kerdil dan hina.

Kemudian ayat itu mengisyaratkan betapa mereka tidak memikirkan kebaikan yang hakiki bagi dirinya sendiri. Karena itu, mereka memilih kehidupan dunia yang akan segera lenyap dan tidak mempedulikan hari yang berat yang sudah menantikan mereka di sana dengan rantai untuk merantai kakinya dan belenggu untuk membelenggu tangannya, serta api neraka yang menyala-nyala, setelah menjalani hisab dengan sangat sulit. Maka ayat ini merupakan kelanjutan ayat di atas untuk memantapkan hati Rasulullah saw dan orang-orang mukmin bersama beliau, di dalam meng­hadapi orang-orang yang telah diberi kesenangan dari kehidupan duniawi ini, di samping sebagai ancaman bagi pecinta-pecinta dunia itu dengan hari yang berat.

Ayat berikutnya masih memaparkan kehinaan urusan mereka di sisi Allah yang telah memberikan mereka kekuatan dan keperkasaan, padahal Allah berkuasa untuk melenyapkan mereka dan meng­gantinya dengan yang lain. Akan tetapi, Allah mem­biarkan mereka karena suatu hikmat sesuai dengan qadar-Nya terdahulu,
"Kami telah menciptakan mereka dan menguatkan persendian tubuh mereka, apabila Kami menghendaki, Kami sungguh-sungguh mengganti (mereka) dengan orang-orang yang serupa dengan mereka. " (Al Insaan: 28)
Poin ini mengingatkan orang-orang yang mem­bangga-banggakan kekuatannya, dengan menunjukkan kepada mereka sumber kekuatan itu sendiri, bahkan sumber keberadaan mereka sendiri. Kemu­dian ditenangkanlah hati orang-orang yang beriman­ ketika mereka dalam kondisi lemah dan dalam jumlah yang sedikit bahwa yang memberi kekuatan itu adalah Tuhan yang mereka menisbatkan diri kepada-Nya dan menjalankan dakwah-Nya, sebagai­mana ayat ini juga menetapkan di dalam jiwa mereka akan hakikat qadar Allah dan hikmah yang dimak­sudkan di belakangnya, yang segala peristiwa ber­jalan sesuai dengannya, hingga Allah memutuskan semua urusan, sedang Dia adalah sebaik-baik pem­beri keputusan.
'Apabila Kami menghendaki, Kami sungguh-sungguh mengganti (mereka) dengan orang-orang yang serupa dengan mereka.... "

Maka mereka dengan kekuatannya tidak akan dapat melepaskan diri dari kekuasaan Allah, karena Allahlah yang menciptakan mereka dan memberi kekuatan kepada mereka. Dia berkuasa menciptakan orang-orang yang seperti mereka untuk meng­gantikan mereka.... Nah, apabila Allah memberi tangguh kepada mereka dan tidak mengganti mereka dengan orang-orang lain seperti mereka, maka yang demikian itu adalah karunia-Nya dan nikmat Nya, dan itu sudah menjadi keputusan-Nya dan kebijak­sanaan-Nya....

Dari sini maka ayat ini sebagai susulan untuk memantapkan hati Rasulullah saw dan orang-orang yang bersama beliau, dan amok menetapkan hakikat kedudukan mereka dan kedudukan orang lain. Se­bagaimana ayat ini juga merupakan sentuhan ter­hadap hati orang-orang yang tenggelam dalam ke­hidupan dunia, yang terpedaya oleh kekuatan keluarganya, agar mereka mengingat nikmat Allah, yang mereka bangga-banggakan tetapi tidak mereka syukuri, dan agar mereka menyadari adanya ujian yang tersembunyi di balik nikmat ini, yaitu ujian yang telah ditetapkan buat mereka pada permulaan surat.

Kemutlakan Kehendak Allah
Kemudian diingatkannya mereka terhadap ke­sempatan yang diberikan kepada mereka dan Al­\Qur'an menawarkan kepada mereka, dan surat ini pun mengingatkan mereka,
"Sesungguhnya (ayat-ayat) ini adalah suatu peringat­an, maka barangsiapa menghendaki (kebaikan bagi dirinya) niscaya dia mengambil jalan kepada Tuhannya." (Al Insaan: 29)

Kemudian poin ini diakhiri dengan menyebutkan kemutlakan kehendak Allah dan dikembalikannya segala sesuatu kepada-Nya, agar arah terakhir adalah kepadanya (kehendak Allah), dan kepasrahan ter­akhir kepada keputusan-Nya, dan agar manusia melepaskan kekuatannya dan menghimpunkan kepada kekuatan kehendak-Nya, dan daya upayanya kepada daya upaya-Nya.... Inilah Islam yang sebenarnya,
'Dan kamu tidak mampu (menempuh jalan itu), ke­cuali bila dikehendaki Allah. Sesungguhnya Allah adalah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana. " (Al Insaan: 30)

Hal itu supaya hati manusia mengerti bahwa Allah itu berbuat dan berkehendak, yang bertindak dan Maha Kuasa, sehingga hati itu mengetahui bagai­mana ia menghadap kepada-Nya dan menyerah kepada kekuasaan-Nya. Dan ini adalah lapangan hakikat ini, yang di lapangan inilah ia berlaku se­bagaimana disebutkan dalam nash-nash seperti ini, di samping menetapkan apa yang dikehendaki Allah buat mereka, amok memberi kemampuan kepada mereka buat mengetahui yang hak dan yang batil, dan memilih arah kepada yang ini atau yang itu, sesuai dengan kehendak Allah Yang Maha Mengeta­hui terhadap hakikat hati. Dan apa saja yang diberi­kan Allah kepada hamba-hamba-Nya seperti pe­ngetahuan dan pengertian, penjelasan tentang jalan kehidupan, pengutusan para Rasul, dan penurunan Al Qur’an, semua ini berujung pada qadar Allah, yang menjadi tempat berlindungnya orang yang berlindung, lantas ia mendapat taufik untuk sadar dan taat. Apabila ia tidak mengetahui di dalam hati­nya terhadap hakikat kekuasaan yang berlaku, dan tidak berlindung kepadanya agar menolongnya dan memberinya kemudahan, maka dalam hati yang de­mikian ini tidak terdapat petunjuk dan kesadaran, dan tidak ada taufik (pertolongan) kepada kebaikan....Karena itu,
'Dia memasukkan siapa yang dikehendaki-Nya ke dalam rahmat-Nya (surga). Dan bagi orang-orang zalim disediakan-Nya azab yang pedih." (Al Insaan: 31)

Itulah kehendak mutlak yang bertindak sesuai kehendaknya. Dan, di antara kehendaknya ialah memasukkan ke dalam rahmat-Nya orang yang dikehendaki-Nya, yaitu orang-orang yang mencari perlindungan kepada-Nya, yang mencari perto­longan kepada-Nya dengan melakukan ketaatan, dan memohon taufik-Nya supaya diberi petunjuk.
'Dan bagi orang-orang yang, zalim disediakan-Nya azab yang pedih. "

Mereka telah diberi tempo dan diberi kesem­patan, amok sampai kepada azab yang pedih ini. Penutup ini serasi benar dan dengan bagian per­mulaan dan menggambarkan akhir ujian, yang amok diuji inilah Allah menciptakan manusia dari nuthfah yang bercampur, dan diberi-Nya pendengaran dan penglihatan, serta ditunjukkannya jalan ke surga atau ke neraka ....